Patofisiologi Persistent Pulmonary Hypertension of the Newborn
Patofisiologi dalam persistent pulmonary hypertension of the newborn atau hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir berkaitan dengan kegagalan transisi sirkulasi intrauterin sehingga terjadi pulmonary vascular resistance atau PVR yang persisten sampai setelah lahir. Kondisi ini bisa menyebabkan gangguan ventilasi dan oksigenasi, hipoksemia, gagal napas, sampai dengan kematian.[1–3]
Pada masa intrauterin, pertukaran O₂, CO₂, dan nutrisi dilakukan oleh plasenta dan bukan oleh paru. Oleh karena itu, peningkatan resistansi vaskular paru (PVR) dan penurunan aliran darah paru pada fetus adalah normal. Peningkatan PVR akan dipertahankan oleh cairan di dalam paru, substansi vasokonstriktor di pembuluh darah (misalnya endothelin 1), kondisi hypoxic pulmonary vasoconstriction, dan produk jalur prostaglandin (seperti tromboksan dan leukotrien).[3]
Perubahan Sirkulasi Normal setelah Lahir
Sesaat setelah lahir, terjadi transisi sirkulasi fetus menjadi sirkulasi postnatal. Transisi terjadi mulai setelah tali pusat dipotong dan bayi menghirup udara dari luar, di mana tekanan sirkulasi sistemik meningkat dan ventilasi udara terjadi. Udara masuk ke dalam paru, sehingga terjadi peningkatan tekanan oksigen dalam paru yang akan memicu vasodilatasi pembuluh darah paru. Dengan demikian, resistansi pada pembuluh darah dari PVR intrauterin menurun dan aliran darah paru meningkat.[1–3,5]
Penurunan tekanan PVR lebih rendah daripada sirkulasi sistemik lalu diikuti dengan peningkatan tekanan darah aorta yang menyebabkan duktus arteriosus lama-kelamaan menutup. Peningkatan aliran darah paru diikuti dengan peningkatan tekanan atrium kiri dan penutupan foramen ovale.[3,5]
Pada fetus, kondisi hipoksia dan penurunan aliran darah paru direspons oleh pembuluh darah paru dengan vasokonstriksi. Hal ini juga dipengaruhi oleh hambatan produksi nitrit oksida dan prostasiklin (PGI2) dari endotel pembuluh darah paru, serta turut dipengaruhi peningkatan produksi mediator vasokonstriktor, seperti endothelin-1 (ET-1), thromboksan (TXA2), dan leukotrien.[3,5]
Gangguan fungsi dan produksi mediator vaskular ini dapat menyebabkan gangguan pertahanan PVR dan perkembangan otot-otot polos vaskular paru. Hal ini merupakan alasan mengapa konsumsi inhibitor prostasiklin, seperti nonsteroidal anti-inflammatory drugs (misalnya aspirin), berisiko persistent pulmonary hypertension of the newborn (PPHN) pada bayi.[3,5]
Sirkulasi pada Persistent Pulmonary Hypertension of the Newborn
Pada bayi dengan PPHN, terjadi kegagalan transisi sirkulasi dari intrauterin ke sirkulasi postnatal. Hal ini ditandai dengan persistensi PVR setelah lahir, sehingga aliran darah ke paru menurun. Kemudian keadaan ini diikuti dengan ventilation-perfusion mismatch dan right-to-left shunting ekstraparu yang menyebabkan:
- Darah deoksigenasi dapat melewati foramen ovale dan duktus arteriosus yang paten (PDA), sehingga bayi mengalami sianosis
- Hipotensi sistemik dan deviasi ke kiri septum interventrikuler[1–3]
Shunting lewat PDA akan memberikan gambaran klinis perbedaan saturasi oksigen ekstremitas bawah >10% dari ekstremitas atas (postduktal). Bila duktus arteriosus sudah menutup dan shunting hanya melewati foramen ovale paten, gambaran sianosis pada ekstremitas atas dan bawah tidak berbeda.[3]
Pengukuran saturasi oksigen untuk menilai perbedaan ekstremitas atas dan bawah sebaiknya dilakukan di ekstremitas atas sisi kanan. Hal ini karena lokasi anatomis duktus arteriosus yang menghubungkan arteri pulmonalis dan aorta serta variasi lokasi arteri subklavia kiri. Lokasi arteri subklavia kiri dapat berada di sebelum (preduktal), berhadapan (juxtaduktal), atau setelah duktus arteriosus (postduktal). Akan tetapi, arteri subklavia kanan letaknya selalu sebelum duktus arteriosus (preduktal).[3]