Penatalaksanaan Persistent Pulmonary Hypertension of the Newborn
Penatalaksanaan utama untuk persistent pulmonary hypertension of the newborn atau hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir adalah pemberian vasodilator paru untuk maksimalisasi ventilasi (V) dan perfusi (Q). PPHN merupakan kegawatdaruratan dan memerlukan monitoring ketat karena kondisi bayi dapat mengalami perburukan. Bayi bisa mengalami gagal napas sampai memerlukan intubasi, ventilasi mekanik, maupun extracorporeal membrane oxygenation (ECMO).[1,3,12]
Teknik hiperventilasi, terapi oksigen dengan konsentrasi tinggi (100%), sedasi, paralisis, dan pemberian infus alkali sudah tidak direkomendasikan dalam tata laksana persistent pulmonary hypertension of the newborn (PPHN). Pilihan terapi tersebut berhubungan dengan perburukan klinis hipertensi paru serta outcome neurologis bayi yang lebih buruk. Tata laksana PPHN memerlukan konsultasi dengan dokter spesialis anak atau konsultan neonatologi segera.[1,3]
Medikamentosa
Terapi medikamentosa yang direkomendasikan pada kondisi tertentu untuk bayi dengan PPHN usia gestasi >34 minggu adalah inhalasi nitrit oksida (iNO). Bila bayi resistan terhadap terapi iNO, misalnya tetap mengalami hipoksia, maka terapi dengan inhibitor phosphodiesterase-5 untuk PPHN tanpa disfungsi ventrikel bisa dipertimbangkan.[3]
Bila terdapat disfungsi ventrikel dengan tekanan darah normal, agen inodilator dapat dipertimbangkan. Bayi PPHN dengan hipotensi tetapi fungsi ventrikel baik dapat diberikan bolus cairan dan dipertimbangkan untuk diberikan agen vasopresor seperti dopamin.[3]
Inhalasi Vasodilator Paru
Nitrit oksida inhalasi (iNO) merupakan salah satu agen vasodilator paru inhalasi yang direkomendasikan pada bayi PPHN. Hal ini karena iNO merupakan vasodilator paru yang selektif dan poten, sehingga pemberiannya dalam batas dosis terapeutik jarang memberikan efek samping hipotensi.[3]
Indikasi penggunaan iNO untuk PPHN adalah:
- Usia gestasi >34 minggu
- Mengalami hypoxic respiratory failure, di mana SpO₂<85% walaupun sudah mendapat FiO₂>80% dan/atau setting ventilator maksimal (misalnya peak inspiratory pressure ≥30 cmH₂O
- Tanda klinis PPHN dengan perbedaan saturasi preduktal dan postduktal ≥10%
- Indeks oksigenasi (OI) >20 atau OI>15 dengan penurunan klinis yang cepat[12]
Pemberian iNO dikontraindikasikan pada PPHN dengan gambaran echocardiography right-to-left shunt pada duktus arteriosus, tetapi terdapat left-to-right shunt di batas atrium (foramen ovale). Pemberian iNO pada kondisi ini mempresipitasi edema paru, memperburuk fungsi respirasi, dan meningkatkan aliran darah yang deoksigenasi ke sisi kiri jantung. Pada kondisi ini, right-to-left shunt diperlukan untuk mempertahankan sirkulasi sistemik.[1,3,14]
Pemberian iNO juga dikontraindikasikan untuk bayi PPHN dengan disfungsi ventrikel kiri berat dan methemoglobinemia berat. Hal ini karena pemberiannya berhubungan dengan hipoksemia yang lebih parah, penurunan cardiac output, dan distress napas. Pada pasien dengan methemoglobinemia berat, pemberian iNO akan memperparah kondisi methemoglobinemia.[14]
Dosis Pemberian iNO:
Dosis pemberian iNO adalah 20 ppm untuk usia gestasi >37 minggu, dan 10 ppm untuk usia gestasi <37 minggu. Analisa gas darah disarankan dilakukan 15 menit dari onset pemberian iNO. Pemeriksaan methemoglobin (MetHgb) dilakukan saat 2 jam dari onset pemberian, 8 jam setelahnya, kemudian per 24 jam selama iNO diberikan.[3,12]
Respons pada pemberian iNO dinyatakan baik bila PaO₂/FiO₂ ≥20 mmHg dan terdapat penurunan gradien perbedaan saturasi preduktal dan postduktal. Hal ini dikenal dengan aturan 20–20–20. Dosis iNO >20 ppm tidak direkomendasikan karena berhubungan dengan efek samping peningkatan nitrogen dioksida dan methemoglobin yang toksik di dalam tubuh.[3,12]
Apabila setelah pemberian iNO kadar MetHgb naik menjadi >5%, pemberian antidot methylene blue direkomendasikan. Pemberian vitamin C dan transfusi darah dapat dipertimbangkan sesuai klinis.[12]
Weaning Inhalasi Nitrit Oksida:
Jika terapi ingin dihentikan, dosis iNO diturunkan secara perlahan (weaning) untuk mencegah rebound vasokonstriksi dan hipertensi paru kembali. Weaning iNO dapat dipertimbangkan pada FiO₂ <60%. Weaning iNO dilakukan dengan melihat respons PaO₂ atau saturasi perifer preduktal. Selama weaning, perlu dipastikan bahwa PaO₂ ≥60 mmHg dan saturasi preduktal dengan pulse oximetry ≥90% selama 60 menit. Hal ini dikenal dengan aturan 60–60–60.[3]
Weaning iNO dilakukan bertahap 5 ppm per 4 jam bila klinis mendukung. Bila dosis iNO sudah mencapai 5 ppm, weaning dilanjutkan sebanyak 1 ppm setiap 2–4 jam. Setelah dosis iNO mencapai 1 ppm dan FiO₂ <40%, percobaan penghentian iNO dapat dipertimbangkan. Bila setelah 1 jam iNO dihentikan, FiO₂ kembali naik >60%, saturasi oksigen kembali labil, dan setting ventilator perlu dinaikkan kembali, iNO dapat dimulai kembali dengan dosis 1 ppm. Setelah 4–8 jam, weaning dapat dicoba kembali.[3,12]
Inhibitor Phosphodiesterase-5
Inhibitor phosphodiesterase-5 (PDE-5) direkomendasikan bila hipoksemia tetap ada setelah pemberian iNO, dengan tekanan darah stabil dan fungsi ventrikel yang baik. Inhibitor PDE-5 terutama diindikasikan pada kondisi ini dengan right-to-left shunt pada tingkat paten foramen ovale dan/atau duktus arteriosus paten (PDA).[3]
Pilihan utama agen inhibitor PDE-5 untuk PPHN adalah sildenafil intravena (IV) dengan dosis loading 0,14 mg/kgBB/jam untuk 3 jam pertama, dilanjutkan dosis maintenance 0,07 mg/kgBB/jam. Pemberian inhibitor PDE-5 harus disertai monitoring ketat tekanan darah karena efek vasodilator yang berisiko hipotensi transien.[3,15]
Pemberian peroral (PO) juga dapat dipertimbangkan pada bayi PPHN kronis dengan hernia diafragma kongenital dan displasia bronkopulmoner. Dosis yang direkomendasi untuk sildenafil oral adalah 0,5–2 mg/kgBB sebanyak 4 dosis per hari. Dosis maksimal adalah 8 mg/kgBB/hari. Efek hipotensi lebih banyak ditemukan pada sediaan PO daripada IV.[3,15]
Agen Inodilator
Agen inotropik dan vasodilator (inodilator), seperti milrinone, dapat direkomendasikan pada bayi dengan disfungsi ventrikel dan tekanan darah normal. Milrinone menghambat phosphodiesterase (PDE)-3, memiliki efek vasodilatasi perifer sekaligus efek inotropik, sehingga menurunkan resistensi sistemik dan meningkatkan fungsi ventrikel kiri.[1,3]
Milrinone diberikan secara intravena dengan dosis loading 50 μg/kgBB selama 30–60 menit, dilanjutkan dengan dosis maintenance 0,33 μg/kgBB/menit. Dosis maintenance ini bisa dititrasi naik dengan melihat klinis dan respons terapi. Titrasi naik dapat menjadi 0,66 μg/kgBB/menit kemudian 1 μg/kgBB/menit.[3]
Karena efek vasodilatornya, pemberiannya berisiko hipotensi. Bila hipotensi ditemukan sebelum pemberian milrinone, loading dose tidak direkomendasikan. Bolus cairan isotonik, seperti Ringer laktat atau normal salin, sebanyak 10 mL/kgBB pre-administrasi dapat mengurangi risiko hipotensi.[3]
Agen Vasopresor
Agen vasopresor seperti dopamin dapat direkomendasikan bila bayi PPHN memiliki fungsi ventrikel baik tetapi mengalami hipotensi. Sebelum pemberian, bolus cairan isotonik 1–2 mL/kgBB sebanyak 1 sampai 2 kali direkomendasikan.[3]
Norepinefrin dan vasopressin kadang lebih dipertimbangkan mengingat vasokonstriksi yang lebih selektif ke sistemik. Bila vasokonstriktor dengan dosis yang lebih tinggi diperlukan, kadar kortisol bayi rendah secara klinis, dan tidak terdapat bukti infeksi pada bayi, hidrokortison dapat dipertimbangkan.[3]
Surfaktan
Surfaktan dapat direkomendasikan pada bayi yang mengalami PPHN yang berkaitan dengan penyakit paru, seperti pneumonia, distress napas, dan sindrom aspirasi mekonium. Pada kondisi ini, surfaktan kaya protein B, misalnya calfactant atau poractant alfa, dapat diberikan satu dosis. Untuk PPHN yang berhubungan dengan hernia diafragma kongenital, surfaktan hanya diberikan bila terbukti klinis ada defisiensi surfaktan pada bayi.[3]
Terapi Nonmedikamentosa
Terapi nonmedikamentosa yang diberikan pada bayi dengan PPHN meliputi pemberian oksigen, penyesuaian suhu ruang rawat, dan nutrisi. Nutrisi enteral pada fase akut tidak disarankan, dan nutrisi parenteral disarankan pada bayi yang mendapat bantuan napas ventilator hari ke-3 atau ke-4. Bayi direkomendasikan menggunakan penutup mata dan ear muff, untuk minimalisasi stimulasi.[3,16,17]
Terapi Oksigen
Dalam terapi oksigen, target saturasi oksigen untuk bayi PPHN adalah 90% untuk preduktal (ekstremitas atas kanan) dan 70% untuk postduktal (ekstremitas bawah). Akan tetapi, target ini tidak direkomendasikan pada bayi dengan asidosis metabolik, asidosis laktat, dan/atau oliguria.[3]
Bila bayi memerlukan ventilasi mekanik, (positive end-expiratory pressure) PEEP atau tekanan maupun volume tidal yang dianggap optimal adalah angka terendah yang dapat memberikan gambaran inspirasi maksimal 8–9 iga. Inflasi paru yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat memicu pulmonary vascular resistance (PVR) lebih berat.[3]
Pada bayi dengan PPHN, goal untuk terapi oksigen meliputi:
- Angka pH >7,25, yakni antara 7,30–7,40. Bila pH <7,25, perburukan klinis lewat vasokontriksi berlebihan pembuluh darah paru dapat terjadi
- Saturasi oksigen preduktal sekitar 90% dengan PaO₂ 55–80 mmHg
- Bila laktat serum <3 mM/L dan urine output ≥1 mL/kgBB/jam, target saturasi oksigen postduktal dapat mencapai 70–80%[3]
Pemberian Fraksi Inspirasi Oksigen:
Strategi suplementasi oksigen pada bayi PPHN yang disarankan adalah meningkatkan tekanan continuous positive airway pressure bila FiO₂ sudah mencapai 50–60%. Perlu diperhatikan pula bahwa dengan pemberian vasodilator, FiO₂>50% kurang bermanfaat secara klinis.[1,3]
Saat ini pemberian oksigen konsentrasi tinggi (100%) untuk bayi dengan PPHN sudah tidak direkomendasikan lagi. Hal ini sebelumnya sempat menjadi pilihan terapi karena pemberiannya diperkirakan berhubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah paru. Namun, berdasarkan studi terbaru, oksigen konsentrasi tinggi berhubungan dengan vasokonstriksi pembuluh darah paru, peningkatan tekanan oksigen alveolar, dan produksi stress oksidatif, serta penurunan respons terapi dengan iNO.[3]
Mode High-Frequency:
Mode high-frequency (jet atau oscillator) disarankan apabila memerlukan peak inflation pressure >25–28 mmHg atau volume tidal >6 ml/kgBB untuk mendapatkan PaCO₂ <60 mmHg pada ventilasi konvensional.[3]
Mode high-frequency oscillation direkomendasikan pada penyakit paru yang sifatnya homogen (melibatkan seluruh bagian paru bersamaan) low-volume. Contohnya pada defisiensi surfaktan. Sementara itu, mode high-frequency jet direkomendasikan pada penyakit paru heterogen high-volume. Contoh kondisi ini adalah sindrom aspirasi mekonium.[12]
Extracorporeal Membrane Oxygenation:
Extracorporeal membrane oxygenation (ECMO) direkomendasikan pada bayi PPHN dengan disfungsi ventrikel, hipotensi, dan penurunan hemodinamik yang cepat. Kriteria pertimbangan untuk penggunaan ECMO adalah:
- Hipoksemia persisten dengan indeks oksigenasi (OI) >40 atau gradien alveolar-arterial >600 walaupun sudah mendapat ventilasi mekanik dan iNO
- Adanya instabilitas hemodinamik[3]
ECMO juga direkomendasikan setelah terapi iNO bila:
- Setelah 30 menit dari onset penggunaan iNO, OI tetap ≥40, atau
- Setelah >24 jam dari onset iNO dan ventilasi mekanik, OI tetap >20[12]
ECMO bekerja sebagai bypass paru dan jantung, sehingga memberikan waktu untuk perbaikan kondisi patologis paru. Perlu diperhatikan bahwa terapi dengan ECMO harus mempertimbangkan kemungkinan perbaikan klinis. Bayi dengan gangguan kongenital yang letal maupun penyakit paru yang ireversibel tidak disarankan untuk mendapatkan ECMO.[3,18]
Minimalisasi Stimulasi
Minimalisasi stimulasi pada bayi dilakukan dengan penggunaan penutup mata, ear muff, serta pengaturan cahaya dan suara yang minimal. Hal ini dikarenakan episode vasokonstriksi pembuluh darah paru dapat dipicu stimulus eksternal.[16,19]
Penyesuaian Suhu Rawat
Suhu yang dipertahankan pada perawatan bayi PPHN termonetral, yaitu 37,0±0,5°C. Hipotermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolik, sehingga kebutuhan oksigen meningkat. Bayi juga ditakutkan akan melepaskan norepinefrin, yang memiliki efek vasokonstriksi termasuk pada pembuluh darah paru.[16,17]