Diagnosis Respiratory Syncytial Virus
Diagnosis infeksi respiratory syncytial virus atau RSV dapat ditegakkan secara klinis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang tidak direkomendasikan secara rutin, kecuali untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis banding, atau pemeriksaan yang dilakukan dapat mengubah tata laksana yang diberikan.
Anamnesis
Manifestasi klinis pada infeksi respiratory syncytial virus (RSV) dapat muncul sebagai suatu spektrum penyakit yang luas, dengan gejala yang bervariasi dari infeksi saluran pernapasan atas, inflamasi telinga tengah, hingga kondisi yang lebih berat yang melibatkan saluran pernapasan bawah yang menyebabkan bronkiolitis dan pneumonia.[1,3]
Pada kasus infeksi RSV yang hanya melibatkan saluran pernapasan atas, gejala awal yang ditimbulkan antara lain rhinorrhea, bersin, batuk, mialgia, dan demam. Penyakit kurang lebih terjadi selama lima hari. Pada kasus yang lebih berat yang melibatkan saluran pernapasan bagian bawah, manifestasi klinis yang ditemukan antara lain sesak, takipnea, dan batuk yang lebih berat.[1,2]
Pada orang dewasa, infeksi RSV umumnya bersifat asimtomatik. Pada beberapa kasus terutama pada orang dewasa dengan risiko tinggi mengalami infeksi berat dapat timbul gejala pneumonia.[2,8]
Pada umumnya, manifestasi klinis infeksi RSV akan lebih ringan pada kondisi reinfeksi. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya imunitas yang sudah terbentuk. Selain itu, gejala yang lebih ringan mungkin dipengaruhi oleh faktor fisiologi saluran pernapasan dan imunitas yang lebih matur pada anak yang lebih besar.[1,2]
Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik pada kasus RSV bergantung pada lokasi yang terlibat. Pada kasus RSV yang hanya melibatkan saluran pernapasan atas, akan didapatkan gambaran rhinitis dan faringitis. Selain itu, pada konjungtiva dan membran timpani akan didapatkan gambaran pembuluh darah yang prominen.[1–3]
Pada pemeriksaan fisik kasus RSV yang melibatkan saluran pernapasan bawah, didapatkan wheezing ekspirasi dan fine inspiratory crackles melalui auskultasi paru. Pada kasus yang lebih berat hingga mengancam jiwa didapatkan peningkatan laju pernapasan, napas cuping hidung, hiperekspansi dinding dada, retraksi interkostal dan subkostal, apneic spell, penurunan suara napas, dan sianosis sentral.[1–3]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding RSV antara lain infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh infeksi virus lainnya seperti rhinovirus, parainfluenza virus, metapneumovirus, influenza virus, adenovirus, dan coronavirus. Untuk membedakan antara infeksi RSV dengan virus lainnya, dapat dilakukan pemeriksaan seperti antigen atau PCR.
Pada kasus yang lebih berat yang melibatkan saluran pernapasan bawah, maka perlu dipertimbangkan adanya kemungkinan infeksi bakteri, asma, penyakit jantung kongenital, dan inhalasi benda asing. Apabila pada pemeriksaan radiologi terdapat gambaran konsolidasi lobus atau efusi pleura, dapat dicurigai adanya infeksi bakteri.[1,12]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang umumnya tidak diperlukan dalam menegakkan diagnosis RSV. Pemeriksaan penunjang hanya dilakukan bila hasil yang diperoleh dapat mempengaruhi tata laksana yang diberikan, atau untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis lainnya.[1,2]
Kultur
Diagnosis definitif atau baku emas dalam penegakkan diagnosis RSV adalah dengan menemukan RSV pada sekret saluran pernapasan melalui pemeriksaan kultur. Pemeriksaan kultur tidak dilakukan secara rutin karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu yang cukup lama yaitu 3–7 hari.[1,3]
Rapid Antigen Testing
Pemeriksaan antigen memiliki kelebihan yaitu cepat, tidak mahal, spesifik dan mudah dikerjakan. Spesimen yang digunakan untuk pemeriksaan antigen berasal dari sekret nasal. Pemeriksaan antigen memiliki tingkat sensitivitas 80% dan spesifitas 95%. Pemeriksaan antigen kurang sensitif bila dibandingkan dengan pemeriksaan kultur.[1–3]
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR lebih sensitif bila dibandingkan dengan pemeriksaan antigen dan kultur. Kekurangan pemeriksaan PCR antara lain harga yang lebih mahal dan memerlukan peralatan khusus, sehingga pemeriksaan dengan menggunakan PCR tidak rutin dilakukan.[1–3]
Radiologi
Pemeriksaan radiologi mungkin diperlukan untuk mengeksklusi kemungkinan diagnosis lain. Gambaran radiologi thoraks pada kasus bronkiolitis yang disebabkan oleh RSV tidak spesifik, dan pada 30% kasus didapatkan hasil yang normal.
Pada sebagian besar kasus, ditemukan gambaran hiperinflasi, patchy atelectasis, penebalan peribronkial, dan infiltrat interstitial. Bila pada radiologi terdapat gambaran konsolidasi lobus atau efusi pleura, kemungkinan infeksi bakteri dapat dicurigai.[1,2]
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak rutin dilakukan karena memberikan manfaat yang minimal terhadap kasus bronkiolitis yang disebabkan oleh RSV. Pada infeksi RSV, kadar C-reactive protein (CRP) dapat sedikit meningkat, jumlah leukosit dapat normal atau meningkat dengan hitung jenis predominan mononuklear atau neutrofil. Pada pemeriksaan analisa gas darah, peningkatan kadar CO2 disertai dengan peningkatan laju napas merupakan tanda terjadinya gagal napas.[2,3]