Diagnosis Roseola
Diagnosis roseola perlu dicurigai pada bayi berusia di bawah 2 tahun yang mengalami demam disusul dengan munculnya ruam. Diagnosis roseola dapat ditegakkan secara klinis dan tidak memerlukan pemeriksaan penunjang.[3,6]
Anamnesis
Gejala utama roseola adalah demam dan ruam kulit. Demam pada roseola, memiliki karakteristik berupa demam tinggi, muncul mendadak, yang terjadi selama 3-5 hari. Selama masa demam, anak dapat tampak aktif. Sekitar 12-24 jam setelah hilangnya demam, ruam akan muncul.
Karakteristik ruam pada roseola adalah makula multipel berwarna merah muda, berukuran 2-5 mm, dan diskrit. Ruam muncul pada bagian trunkus dan menyebar ke area leher, wajah, dan ekstremitas proksimal. Ruam bersifat tidak gatal dan tidak terdapat vesikel atau pustul. Ruam akan hilang dalam waktu beberapa jam hingga 2 hari, tanpa meninggalkan skuama atau pigmentasi.
Selain demam dan ruam, manifestasi klinis lain yang dapat ditemukan pada roseola adalah muntah, infeksi saluran napas atas, rhinorrhea, dan batuk. Pasien juga bisa mengalami penurunan nafsu makan, malaise, konjungtivitis, edema orbita, inflamasi membran timpani, dan diare.[1-4]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan peningkatan suhu pada awal perjalanan penyakit. Ketika demam hilang, akan muncul makula multipel berwarna merah muda pucat, berkuran 2-5 mm, diskret, kadang disertai halo. Predileksi ruam adalah area trunkus dan menyebar ke leher, wajah, dan ekstremitas atas.
Selain itu, pada pemeriksaan fisik juga bisa ditemukan Nagayama spot, yakni bercak pada uvulopalatoglossal berupa papul eritema pada palatum lunak dan uvula. Limfadenopati pada area oksipital juga dapat ditemukan setelah onset demam dan menetap setelah ruam menghilang.
Meskipun jarang, roseola dapat menimbulkan manifestasi klinis berat, utamanya pada pasien imunokompromais. Tanda klinis yang muncul mencakup ensefalitis, hepatitis, dan miokarditis.[1-4,6,7]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding roseola adalah penyakit dengan gejala eksantema pada anak, misalnya campak dan rubella.
Campak
Ruam campak biasanya dimulai dari belakang aurikula dan sepanjang garis berambut, yang kemudian menyebar ke area wajah, trunkus, dan ekstremitas. Setelah 3-4 hari, ruam akan menghilang sesuai dengan urutan yang sama saat ruam muncul.
Ruam pada campak menghilang dan akan meninggalkan pigmentasi dan menyebabkan pengelupasan kulit. Pada roseola, munculnya ruam dimulai dari area trunkus, leher, wajah, dan ekstremitas, kemudian hilangnya ruam tidak meninggalkan pigmentasi dan skuama.[8]
Scarlet Fever
Scarlet fever menimbulkan papul eritema dengan pungtata, tidak berkonfluensi, dan memberikan gambaran menyerupai sandpaper. Munculnya ruam dimulai dari bagian wajah berlanjut ke bagian bawah tubuh, dan menghilang setelah 3-4 hari diikuti oleh deskuamasi. Deskuamasi terjadi pada bagian tepi kuku jari, telapak tangan, dan kaki.
Pada Scarlet fever juga dapat ditemukan Pastia lines, yaitu garis merah linear akibat akumulasi papul pada pada bagian tubuh yang mengalami penekanan, lipatan kulit, atau pada bagian ekstremitas. Pemeriksaan fisik dapat ditemukan strawberry tongue, yang tidak ditemukan pada kasus roseola.[9]
Rubella
Rubella atau campak Jerman ditandai dengan ruam makulopapular eritema yang awalnya muncul dari bagian wajah yang kemudian menyebar dengan cepat ke bagian trunkus dan ekstremitas. Pada umumnya, ruam menghilang sesuai dengan pola ruam muncul pertama kali. Forchheimer spot merupakan ptekiae pada palatum mole yang dapat ditemukan kurang lebih pada 20% pasien rubella.[10]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang jarang diperlukan untuk diagnosis roseola. Pemeriksaan penunjang mungkin diperlukan untuk memastikan bahwa gejala disebabkan oleh infeksi HHV.
Polymerase chain reaction (PCR) dapat digunakan untuk mendeteksi DNA virus HHV. Sampel pemeriksaan dapat berasal dari darah, kelenjar saliva, cairan serebrospinal, cairan tubuh lain, atau spesimen jaringan.
Kultur virus merupakan pemeriksaan baku emas untuk menegakkan diagnosis infeksi HHV-6, tetapi sangat jarang dilakukan.
Tes serologi menggunakan immunofluorescent antibody assay, neutralization, immunoblot, dan enzyme immunoassay (EIA) dapat mendeteksi peningkatan konsentrasi antibodi serum. Peningkatan sebanyak 4 kali menandakan adanya infeksi atau reaktivasi HHV.[1-4]
Penulisan pertama oleh: dr. Josephine Darmawan