Epidemiologi Fraktur Gigi
Data epidemiologi fraktur gigi menunjukkan bahwa fraktur gigi sering dikaitkan dengan cedera regio oral. Cedera akibat trauma oral berkontribusi sebesar 5% dari cedera yang terjadi pada seluruh tubuh pada semua usia. Namun, pada anak-anak prevalensi cedera akibat trauma oral dilaporkan meningkat menjadi 17%.[2,3]
Global
Prevalensi fraktur gigi permanen diperkirakan berkisar antara 6,1% hingga 58,6%. Sedangkan, fraktur pada gigi desidui diperkirakan terjadi pada kisaran 9,4% hingga 41,6%. Mayoritas kasus fraktur gigi terjadi pada rahang atas, dan lebih dari setengahnya melibatkan insisivus sentral, diikuti oleh insisivus lateral dan caninus. Insisivus sentral dan lateral rahang atas adalah gigi yang paling sering terkena fraktur karena posisinya pada rongga mulut.[2,7-9]
Fraktur gigi terjadi lebih sering pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Fraktur pada satu gigi lebih sering terjadi dibandingkan beberapa gigi. Namun, fraktur gigi multipel sering terjadi jika trauma diakibatkan oleh cedera olahraga, kecelakaan, dan kekerasan fisik. Fraktur akar gigi (root fractures) biasanya jarang terjadi pada anak-anak karena akar gigi yang belum terbentuk sempurna. Fraktur akar gigi sering terjadi pada usia 10-20 tahun, dan sebagian besar disebabkan karena trauma.[2,8,9]
Indonesia
Data epidemiologi fraktur gigi di Indonesia masih terbatas. Dalam sebuah penelitian di Jember, dilaporkan bahwa usia dewasa (18-40 tahun) merupakan kelompok usia terbanyak pada kasus fraktur dentoalveolar dengan persentase 34,67%. Penelitian lain di Yogyakarta menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak mengalami fraktur gigi (58,8%) dibandingkan perempuan (41,2%). Etiologi trauma gigi yang paling banyak adalah akibat faktor tidak disengaja, yaitu 67,5%. Gigi yang paling sering mengalami cedera adalah regio anterior, yaitu gigi insisivus sentral kanan rahang atas (43,2%) dan insisivus sentral kiri rahang atas (33,1%).[10,11]
Mortalitas
Fraktur yang terbatas pada struktur gigi umumnya tidak menyebabkan mortalitas. Pada kasus trauma yang lebih berat, dapat terjadi keterlibatan area lain, misalnya fraktur rahang atau dislokasi sendi temporomandibular. Selain itu, perlu menjadi catatan bahwa fraktur gigi multipel dapat disertai dengan fraktur maksiofasial yang menyebabkan komplikasi perawatan dan kematian akibat infeksi atau obstruksi jalan nafas.[1,8,12]
Penulisan pertama oleh: dr. Josephine Darmawan