Patofisiologi Fraktur Gigi
Patofisiologi fraktur gigi melibatkan adanya gaya yang besar pada bidang gigi yang menghasilkan diskontinuitas jaringan. Pada dasarnya, gigi memiliki struktur yang kuat dan resisten terhadap fraktur. Setiap gigi terdiri dari enamel, dentin, dan sementum. Enamel adalah bagian terluar gigi yang terdiri dari 90% kalsium dan berfungsi sebagai pelapis mekanik gigi (stiff and wear resistant). Enamel melapisi mahkota gigi dan dentin. Dentin adalah struktur yang berada tepat di bawah enamel dan terhubung melalui dentinoenamel junction (DEJ).
DEJ dan dentin merupakan struktur yang elastis dan berfungsi menyokong fungsi resisten fraktur enamel. Struktur gigi secara umum mampu menahan beban mekanik sampai dengan 700N atau lebih.[1,5]
Mekanisme Timbulnya Fraktur
Fraktur gigi terjadi akibat diskontinuitas sebagian atau seluruhnya pada bidang tegangan gigi. Diskontinuitas jaringan gigi dapat timbul akibat energi yang tinggi pada bidang tegangan, yang dapat mengakibatkan patahnya beberapa ikatan kimia dari struktur gigi alami yang melintasi bidang tegangan.
Penyebab terjadinya fraktur gigi yang tersering adalah trauma mekanik. Ketika terjadi trauma mekanik, akan timbul suatu gaya mekanik yang melebihi kapasitas resistensi gigi. Hal ini akan menimbulkan diskontinuitas pada struktur gigi. Kebanyakan fraktur atau trauma gigi hanya mengenai enamel saja, sehingga tidak mengganggu fungsi gigi secara keseluruhan. Apabila trauma mekanik yang terjadi sangat besar, dapat menyebabkan seluruh gigi patah.
Gigi Retak
Pada kasus gigi retak (fraktur hanya sebagian), pasien bisa saja tidak menyadari adanya diskontinuitas jaringan gigi karena asimptomatik. Lalu, seiring dengan penggunaan gigi yang terus menerus dan seiring banyaknya siklus pengunyahan, bidang fraktur yang signifikan secara klinis dapat berkembang. Dengan perluasan area fraktur yang cukup, gaya oklusal dapat menyebabkan struktur gigi di sekitar area fraktur menjadi fleksi, yang dapat menyebabkan sensitivitas jika bidang tegangan berdekatan dengan ligamen periodontal atau ruang pulpa, atau jika fleksi tersebut menyebabkan pergerakan cairan odontogen.
Fraktur gigi memerlukan restorasi agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut pada gigi ataupun jaringan sekitarnya.[1]
Jenis Fraktur Gigi
Menurut International Association of Dental Traumatology (IADT), fraktur gigi dapat diklasifikasikan sebagai:
Enamel Infraction: Fraktur incomplete (crack atau crazing) dari enamel tanpa kehilangan struktur gigi.
Uncomplicated crown fracture (enamel-only fracture): Fraktur pada bagian koronal gigi yang hanya melibatkan enamel dengan kehilangan struktur gigi
Uncomplicated crown fracture (enamel-dentin fracture): Fraktur pada enamel dan dentin tanpa melibatkan pulpa yang terbuka
Complicated crown fracture (enamel-dentin fracture with pulp exposure): Fraktur pada enamel dan dentin dengan pulpa terbuka
Uncomplicated crown-root fracture (crown-root fracture without pulp exposure): Fraktur yang melibatkan enamel, dentin, dan sementum, crown-root fracture biasanya memanjang hingga di bawah margin gingiva
Complicated crown-root fracture (crown-root fracture with pulp exposure): Fraktur yang melibatkan enamel, dentin, sementum, dan pulpa
Root fracture: Fraktur dari akar gigi yang melibatkan dentin, pulpa, dan sementum. Fraktur dapat dari arah horizontal, oblique, atau kombinasi keduanya[4,5]
Penulisan pertama oleh: dr. Josephine Darmawan