Penatalaksanaan Myasthenia Gravis
Penatalaksanaan myasthenia gravis meliputi inhibitor asetilkolinesterase dan imunosupresan. Plasmaferesis atau immunoglobulin intravena dapat digunakan untuk pasien dengan gejala persisten setelah terapi primer atau krisis miastenik.[1-3]
Inhibitor Asetilkolinesterase
Inhibitor asetilkolinesterase bekerja dengan menghambat enzim asetilkolinesterase sehingga degradasi neurotransmiter asetilkolin berkurang. Hasilnya adalah jumlah asetilkolin yang meningkat pada sinaps untuk menduduki reseptornya pada postsinaps dan menghasilkan aksi potensial.
Obat golongan ini dapat meredakan gejala, tetapi tidak menghilangkan myasthenia gravis secara definitif. Obat yang digunakan antara lain pyridostigmine 30-90 mg, atau neostigmine 7,5-45 mg.[1,3]
Kortikosteroid
Sebagian besar pasien myasthenia gravis generalisata membutuhkan terapi imunomodulasi tambahan. Terapi imunomodulasi yang paling banyak dipakai adalah kortikosteroid. Kortikosteroid digunakan jangka panjang dengan dosis efektif terendah. Contoh kortikosteroid yang bisa dipakai adalah prednisone 15-60 mg/hari.[1,3,4]
Agen Imunosupresan Nonsteroid
Agen imunosupresan nonsteroid digunakan secara tunggal jika kortikosteroid dikontraindikasikan. Agen imunosupresan nonsteroid dapat digunakan bersamaan dengan kortikosteroid pada awal penggunaan jika risiko efek samping kortikosteroid tinggi berdasarkan komorbiditas medis.
Agen imunosupresan nonsteroid dapat ditambahkan pada penggunaan steroid jika efek samping steroid dianggap signifikan oleh pasien atau dokter yang merawat, atau jika kortikosteroid tidak menghasilkan respons klinis adekuat. Agen imunosupresan juga digunakan pada myasthenia gravis okular dengan oftalmoparesis atau ptosis yang tidak berespon terhadap inhibitor asetilkolinesterase jika gejala klinis mengganggu aktivitas sehari-hari pasien
Agen imunosupresan nonsteroid yang dapat digunakan adalah azathioprine dengan dosis awal 50 mg per harinya. Kisaran dosis terapeutik 2-3 mg/kg/hari. Pilihan agen imunosupresif lainnya adalah siklosporin, mycophenolate, atau siklofosfamid.[1,4]
Antibodi Monoklonal
Dewasa ini, antibodi monoklonal seperti rituximab dan eculizumab juga digunakan untuk mengobati myasthenia gravis yang resisten. Rituximab merupakan pilihan pada pasien myasthenia gravis terkait muscle-specific kinase (MG-MuSK) yang tidak berespon memuaskan terhadap imunoterapi awal. Eculizumab dapat dipertimbangkan pada pasien dengan myasthenia gravis terkait autoantibodi terhadap reseptor asetilkolin (MG-AChR) generalisata gejala berat refrakter jika imunosupresan lainnya tidak berhasil.[1,4]
Plasmaferesis
Plasmaferesis direkomendasikan untuk menstabilkan pasien sebelum pembedahan. Plasmaferesis juga merupakan terapi pilihan untuk pasien yang resisten terhadap agen imunosupresan dan kondisi krisis miastenik karena memiliki onset of action cepat. Dosis plasmaferesis yang digunakan adalah 55 ml/kg/hari selama 5 hari. Perbaikan biasanya terjadi setelah pemberian ketiga kalinya dan menetap hingga 2-4 minggu.[1,3]
Imunoglobulin Intravena (IVIG)
Dosis yang direkomendasikan adalah 400 mg/kg/hari selama 5 hari atau 1 gram/kg/hari selama 2 hari. Pemilihan tata laksana Imunoglobulin Intravena (IVIG) dibuat karena adanya kontraindikasi terhadap plasmaferesis. Tata laksana juga harus dilakukan dalam kondisi krisis, seperti krisis miastenik dan krisis kolinergik. Terapi ini memiliki toleransi yang baik dan komplikasi yang lebih jarang dibandingkan plasmaferesis meskipun efek sampingnya lebih berbahaya.[1-3]
Timektomi
Timektomi sebagai tata laksana myasthenia gravis merupakan prosedur elektif dan sebaiknya dilakukan ketika pasien dalam kondisi stabil dan dinilai mampu menjalani prosedur di mana nyeri pascabedah dan faktor mekanik dapat membatasi fungsi pernapasan.
Timektomi diindikasikan untuk myasthenia gravis tipe apapun dengan adanya timoma, MG-AChR generalisata non-timoma pada usia 18-50 tahun (dilakukan 1-2 tahun sejak onset), dan myasthenia gravis seronegatif non-timoma. Timektomi tidak direkomendasikan pada MG-MuSK non-timoma dan myasthenia gravis okular murni non-timoma.[1,4]
Pada pasien MG-AChR generalisata non-timoma berusia 18-50 tahun, timektomi dianjurkan untuk dilakukan di awal penyakit untuk meningkatkan luaran klinis, meminimalisasi imunoterapi, dan mengurangi risiko rawat inap akibat eksaserbasi penyakit. Timektomi juga perlu dipertimbangkan pada pasien dengan MG-AChR generalisata atau pasien myasthenia gravis generalisata seronegatif anti-AChR yang gagal berespon terhadap imunoterapi adekuat atau memiliki efek samping berat akibat terapi tersebut.[4]
Penulisan pertama oleh: dr. Josephine Darmawan
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta