Patofisiologi Myasthenia Gravis
Patofisiologi myasthenia gravis melibatkan reaksi autoimunitas pada neuromuscular junction. Mayoritas pasien myasthenia gravis memiliki autoantibodi terhadap reseptor asetilkolin (AChR), sedangkan sisanya memiliki autoantibodi terhadap muscle-specific kinase (MuSK) dan low-density lipoprotein receptor-related protein 4 (Lrp4).[1-3]
Autoimunitas terhadap Reseptor Asetilkolin
Pada myasthenia gravis akibat antibodi terhadap AChR (AChR-MG), antibodi subtipe IgG1 dan IgG3 berikatan dengan reseptor asetilkolin di membran postsinaptik neuromuscular junction (NMJ) otot-otot skeletal, mengaktivasi sistem komplemen yang menyebabkan terbentuknya membrane attack complex (MAC). Selanjutnya, MAC mendegradasi reseptor asetilkolin dan meningkatkan endositosis reseptor asetilkolin yang terikat antibodi, sehingga menghambat asetilkolin untuk berikatan dengan reseptornya.[1-3]
Autoimunitas terhadap Muscle-Specific Kinase dan Low-Density Lipoprotein Receptor-Related Protein 4
Pada myasthenia gravis akibat antibodi terhadap MusK dan Lrp4, antibodi yang dihasilkan merupakan subtipe IgG4 dan tidak dapat mengaktivasi komplemen. Antibodi tersebut berikatan dengan kompleks protein Agrin-Lrp4-MusK di NMJ yang berperan dalam maintenance NMJ seperti pengelompokan dan pendistribusian reseptor asetilkolin. Inhibisi kompleks protein tersebut mengakibatkan berkurangnya reseptor asetilkolin. Akibatnya, asetilkolin yang dilepaskan di ujung saraf tidak dapat membangkitkan potensial postsinaptik yang diperlukan untuk menimbulkan potensial aksi pada otot, sehingga muncul gejala kelemahan otot.[1-3]
Penulisan pertama oleh: dr. Josephine Darmawan
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta