Patofisiologi Penyakit Huntington’s
Patofisiologi penyakit Huntington’s berhubungan dengan adanya protein mutagen (mhtt) yang bersifat toksik terhadap beberapa sel, terutama di otak. Kerusakan awal paling jelas terlihat di striatum, tetapi seiring berkembangnya penyakit, area lain di otak juga lebih jelas terpengaruh.
Gen huntingtin (HTT) diekspresikan di semua sel, dengan konsentrasi tertinggi ditemukan pada otak dan testis, serta dalam jumlah sedang di hati, jantung, dan paru. Gen HTT berinteraksi dengan protein yang terlibat dalam transkripsi, pensinyalan sel, dan transportasi intraseluler.[3–5]
Caspase, enzim yang berperan dalam mengkatalisis apoptosis, diperkirakan diaktifkan oleh gen yang bermutasi melalui kerusakan sistem ubiquitin-protease. Caspase juga bertindak sebagai agen antiapoptosis yang mencegah kematian sel terprogram dan mengontrol produksi faktor neurotropik otak, melindungi neuron dan mengatur neurogenesis. Oleh karena itu, penyakit ini bukan karena produksi HTT yang tidak memadai, tetapi oleh fungsi mhtt yang bersifat toksik.[3–5]
Perubahan Seluler
Beberapa perubahan seluler menjadi patogenesis toksisitas protein mutan (mhtt) menyebabkan penyakit Huntington’s. Dalam bentuk mutannya (yaitu poliglutamin), protein lebih rentan terhadap pembelahan yang menghasilkan fragmen pendek, di mana hal ini mengandung ekspansi poliglutamin.[6,7]
Fragmen protein ini memiliki kecenderungan untuk mengalami misfolding dan agregasi. Proses ini akan menghasilkan agregat fibrillar di mana untaian poliglutamin β non-asli dari beberapa protein ini terikat bersama melalui ikatan hidrogen. Seiring waktu, agregat akan terakumulasi untuk membentuk badan inklusi di dalam sel, yang pada akhirnya mengganggu fungsi neuron.[6,7]
Badan inklusi telah ditemukan di inti sel dan sitoplasma. Badan inklusi dalam sel otak merupakan salah satu perubahan patologis paling awal, dan beberapa eksperimen menemukan bahwa mereka dapat menjadi racun bagi sel.[6,7]
Beberapa mekanisme juga menunjukkan bahwa mhtt dapat menyebabkan kematian sel. Mhtt berinteraksi dengan caspase, yaitu enzim yang berperan dalam proses menghilangkan sel. Mhtt juga memiliki efek toksik glutamin pada sel saraf, serta gangguan produksi energi di dalam sel.
Selain itu, mhtt juga dapat mengganggu ekspresi gen. Protein huntingtin mutan juga memainkan peran kunci dalam terjadinya disfungsi mitokondria. Kerusakan transpor elektron mitokondria dapat mengakibatkan tingkat stres oksidatif yang lebih tinggi dan pelepasan spesies oksigen reaktif.[5,7]
Glutamin dikenal sebagai eksitotoksik jika ditemukan dalam jumlah besar, dan eksitotoksin ini dapat menyebabkan kerusakan pada banyak struktur seluler. Pada penyakit Huntington’s, glutamin tidak ditemukan dalam jumlah yang terlalu tinggi. Akan tetapi, interaksi protein huntingtin mutan dengan banyak protein dalam neuron menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap glutamin. Proses ini menyebabkan peningkatan efek eksitotoksik meskipun jumlah glutamin normal.[8,9,22]
Perubahan Makroskopik
Perubahan makroskopik pada penyakit Huntington’s dapat terjadi pada otak secara keseluruhan, tetapi area tertentu lebih rentan daripada yang lain. Efek awal yang paling menonjol berada di bagian ganglia basal yang disebut striatum, yang terdiri dari nukleus kaudatus dan putamen. Daerah lain yang terkena termasuk substansia nigra, lapisan kortikal 3, 5, dan 6 dari neokorteks, hipokampus, sel Purkinje di cerebellum, inti tuberal lateral hipotalamus dan talamus.[10,11]
Area-area ini terpengaruh sesuai dengan struktur dan jenis neuron yang dikandungnya. Perubahan yang terjadi dapat berupa atrofinya struktur tersebut saat kehilangan sel. Neuron striatal medial adalah yang paling rentan, terutama neuron dengan proyeksi ke arah globus pallidus eksternal. Huntington’s juga menyebabkan peningkatan abnormal pada astrosit dan aktivasi sel imun otak, yaitu mikroglia.[10,11]
Ganglia basal merupakan bagian otak yang berperan dalam kontrol gerakan dan perilaku. Bagian ini yang paling terpengaruh pada awal terjadinya penyakit Huntington’s. Untuk memulai gerakan tertentu, korteks serebral mengirimkan sinyal ke ganglia basal yang menyebabkan pelepasan atau penghambatan.[12,13]
Kerusakan pada ganglia basal dapat menimbulkan gerakan tidak menentu dan tidak terkendali yang dikenal sebagai chorea. Akibat ketidakmampuan ganglia basal untuk menghambat gerakan, penderita juga akan mengalami penurunan kemampuan untuk menghasilkan ucapan, menelan makanan dan cairan (disfagia).[12,13]
Direvisi oleh: Felicia Sutarli