Penatalaksanaan Bakterial Vaginosis
Penatalaksanaan bakterial vaginosis adalah dengan pemberian terapi antibiotik sesuai regimen yang direkomendasikan. Perlu diingat bahwa bakterial vaginosis juga sering kali asimtomatik. Pasien dengan bakterial vaginosis asimtomatik umumnya tidak membutuhkan terapi secara rutin.
Indikasi pemberian obat pada kasus bakterial vaginosis di antaranya:
- Simptomatik
- Hasil pemeriksaan mikroskopik positif, baik pada pasien asimtomatik maupun simtomatik
- Perempuan yang akan menjalani pemeriksaan ginekologi invasif atau pembedahan ginekologi
- Ibu hamil simptomatik
- Ibu hamil asimtomatik dengan riwayat persalinan preterm idiopatik atau kematian janin pada trimester kedua[1-4,13,25]
Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis lini pertama untuk bakterial vaginosis adalah metronidazole. Namun, regimen yang berlaku di setiap negara dapat berbeda-beda.
Rekomendasi WHO
Lini pertama tata laksana bakterial vaginosis yang direkomendasikan oleh International Union against Sexually Transmitted Infections (IUSTI/WHO) adalah:
- Metronidazole oral 400-500 mg dua kali sehari selama 5-7 hari atau
- Metronidazole gel intravagina 0,75% 5 gram sekali sehari selama 5 hari atau
Clindamycin krim intravagina 2% 5 gram sekali sehari selama 7 hari
Sedangkan tata laksana alternatif yang direkomendasikan adalah:
- Metronidazole oral 2 gram dosis tunggal atau
- Tinidazole oral 2 gram dosis tunggal atau
- Tinidazole oral 1 gram sekali sehari selama 5 hari atau
- Clindamycin oral 300 mg dua kali sehari selama 7 hari atau
- Dequalinium klorida tablet vagina 10 mg sekali sehari selama 6 hari
Tata laksana dengan dosis tunggal pada umumnya kurang efektif bila dibandingkan dengan terapi panjang. Clindamycin dan metronidazole memiliki efikasi terapi yang sama baiknya. Tata laksana intravaginal meningkatkan risiko kandidiasis vulvovaginal. Terapi dengan clindamycin dapat menurunkan efikasi kondom.[2,3]
Rekomendasi PERDOSKI
Regimen lini pertama yang direkomendasikan untuk bakterial vaginosis di Indonesia, berdasarkan Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual tahun 2016 dan PERDOSKI (Persatuan Dokter Spesialis Kulit Kelamin Indonesia) tahun 2011 adalah:
- Metronidazole oral 500 mg, 2 kali sehari selama 7 hari
- Metronidazole oral 2000 mg dosis tunggal
Terapi alternatif yang direkomendasikan adalah clindamycin oral 300 mg, diberikan 2 kali sehari selama 7 hari.[4,25]
Tata Laksana Rekurensi
Rekurensi pada bakterial vaginosis cukup sering terjadi. Apabila terjadi rekurensi, dapat dilakukan pengulangan regimen yang diberikan atau diberikan tata laksana alternatif selama 1 kali pengulangan.
Apabila terjadi rekurensi multipel, tata laksana yang dianjurkan adalah pemberian metronidazole gel intravagina 0,75% 5 gram sebanyak 2 kali dalam 1 minggu selama 16-20 minggu.[2,3,23]
Manajemen pada Ibu Hamil dan Menyusui
Ibu hamil dengan bakterial vaginosis simtomatik harus mendapatkan tata laksana. Tata laksana juga sebaiknya dipertimbangkan pada wanita hamil yang asimtomatik bila kehamilan <20 minggu, terdapat riwayat persalinan preterm idiopatik, dan terdapat riwayat kematian janin pada trimester kedua.
Hal ini karena bakterial vaginosis meningkatkan risiko kelahiran bayi prematur dan berbagai komplikasi terhadap kehamilan dan bayi.[2,3,23]
Tata laksana yang direkomendasikan adalah terapi topikal dengan clindamycin. Apabila tidak tersedia, maka dapat diberikan metronidazole peroral 500 mg, diberikan 2 kali sehari selama 7 hari. Metronidazole dapat diekskresikan ke dalam ASI dan melewati plasenta, tetapi studi mendapatkan bahwa tidak terdapat bukti dampak negatif pada janin atau bayi.[2,3,23]
Manajemen pada Pasangan Seksual
Tata laksana tidak direkomendasikan untuk dilakukan secara rutin pada pasangan seksual penderita bakterial vaginosis. Skrining dan tata laksana sesuai regimen yang berlaku disarankan pada wanita yang berhubungan seksual dengan wanita, sedangkan pada pasangan seksual pria tidak direkomendasikan dilakukan secara rutin.[2,3]
Rujukan Spesialis
Bakterial vaginosis pada umumnya dapat ditangani di layanan kesehatan primer. Bila terdapat komplikasi berat, terjadi rekurensi multipel, atau terjadi dalam kehamilan, maka rujukan ke spesialis kulit dan kelamin (SpKK) atau kebidanan dan kandungan (SpOG) dapat dipertimbangkan.[2,3,23]
Terapi Nonfarmakologis
Terapi nonfarmakologis pada bakterial vaginosis bertujuan terutama untuk mengurangi risiko rekurensi. Beberapa hal yang perlu disarankan adalah:
- Menghindari konsumsi alkohol selama diberikan terapi metronidazole atau tinidazole, hingga 24 jam pasca selesai regimen
- Menghindari kontak seksual selama diberikan regimen atau menggunakan kondom
- Tidak melakukan cuci vagina atau vaginal douching
Konsumsi probiotik[2,3,13]
Pemberian terapi topikal dapat melemahkan bahan kondom latex, sehingga dapat menurunkan efikasi hingga 5 hari pasca selesai regimen.[2,3,13]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini