Diagnosis Endometritis
Diagnosis endometritis akut perlu dicurigai pada pasien dengan keluhan demam selama masa nifas sampai dikonfirmasi adanya penyebab lain. Endometritis akut merupakan suatu diagnosis klinis yang umumnya cukup ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pada anamnesis, dapat ditemukan demam, nyeri perut bawah, dan lochia berbau. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan nyeri tekan pada uterus dan adneksa uterus. Pemeriksaan penunjang bermanfaat untuk eksklusi diagnosis banding dan konfirmasi diagnosis, terutama pada kasus endometritis kronis. Endometritis kronis merupakan kondisi yang sulit didiagnosis dan hanya dapat ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis pada biopsi endometrium.[4,7,9,12]
Anamnesis
Demam setelah persalinan biasanya merupakan tanda pertama endometritis. Demam setelah persalinan dinamakan puerperal fever yang dapat dibagi menjadi awitan cepat bila terjadi dalam waktu 24-48 jam post partum, dan awitan lambat bila terjadi dalam waktu > 48 jam post partum.
Endometritis pasca persalinan juga dapat menyebabkan keluhan seperti lochia yang berbau, menggigil, dan nyeri perut bawah. Pada endometritis yang tidak berhubungan dengan persalinan, perlu juga ditanyakan mengenai perdarahan per vagina yang abnormal, keputihan abnormal, dispareunia, disuria, dan malaise.
Pada anamnesis juga perlu digali faktor risiko, termasuk riwayat perilaku seksual (misalnya riwayat berganti-ganti pasangan seksual), riwayat obstetrik (misalnya cara persalinan, riwayat keguguran, dan riwayat ketuban pecah dini), serta riwayat penggunaan kontrasepsi. Tanyakan juga mengenai riwayat menstruasi, riwayat penyakit menular seksual, dan penggunaan douche vagina.
Pada endometritis kronis, pasien juga dapat mengeluhkan abortus rekuren, infertilitas, atau perdarahan uterus abnormal.[3,7,11]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada pasien endometritis adalah peningkatan suhu tubuh, takikardia, nyeri abdomen bawah, nyeri tekan pada uterus atau adneksa, nyeri goyang serviks, dan lochia yang berbau. Pada kondisi berat, keadaan umum pasien terlihat lemah.
Untuk menegakkan diagnosis endometritis obstetrik diperlukan adanya suhu oral 38°C atau lebih tinggi dalam 10 hari pertama post partum, atau 38,7°C atau lebih dalam 24 jam pertama post partum. Untuk penyakit radang panggul (Pelvic Inflammatory Disease/ PID), kriteria diagnostik minimum adalah nyeri tekan perut bagian bawah, nyeri goyang serviks, atau nyeri tekan adneksa.[3,8,9,13,14]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari endometritis diantaranya adalah infeksi saluran kemih, appendicitis akut, dan tromboflebitis pelvis.
Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih ditandai dengan disuria, frekuensi dan urgensi, rasa tidak tuntas setelah buang air kecil, serta dapat disertai dengan demam dan nyeri perut bawah. Pada pemeriksaan urinalisis dan kultur urine, dapat ditemukan bakteri dan tanda infeksi lain seperti leukosit esterase.[3]
Appendicitis Akut
Appendicitis akut umumnya diawali dengan nyeri ulu hati yang selanjutnya berpindah ke perut kanan bawah, dapat disertai demam dan mual muntah. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri pada titik McBurney, nyeri lepas tekan, tanda Rovsing dan tanda Psoas. Pada pemeriksaan rectal toucher dapat ditemukan nyeri pada arah jam 10-11. Pemeriksaan penunjang USG abdomen dapat membedakan appendicitis dari endometritis.[3]
Tromboflebitis Pelvis
Tromboflebitis pelvis merupakan infeksi pada pelvis melalui pleksus vena yang melibatkan vena ovarium dan vena cava. Gejalanya meliputi nyeri menetap, leukositosis, dan demam yang terus meninggi. Pada pemeriksaan CT Scan maupun MRI dapat ditemukan trombus pada pleksus vena pelvis.[3]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada endometritis terutama bertujuan untuk menyingkirkan diagnosis banding dan konfirmasi diagnosis endometritis kronis. Pemeriksaan penunjang yang umum dilakukan terutama adalah biopsi dan pemeriksaan radiologis.
Biopsi
Pemeriksaan biopsi digunakan untuk konfirmasi diagnosis, terutama pada kasus endometritis kronis. Endometritis akut ditandai dengan adanya infiltrasi neutrofil pada kelenjar endometrium. Endometritis kronis ditandai dengan adanya sel limfosit dan sel plasma di dalam stroma endometrium pada pemeriksaan biopsi.[1,3,4,7]
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan CT scan abdomen dan pelvis sebaiknya dilakukan pada pasien yang tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotik selama 48-72 jam. Pemeriksaan ini terutama bertujuan untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti tromboflebitis pelvis.
Pada USG abdomen, gambaran yang bisa ditemukan pada endometritis akut yaitu penebalan, heterogen endometrium, pengumpulan cairan dalam uterus, dan fokus udara pada uterus. Temuan abnormal lain dapat berupa retensi jaringan plasenta dan gambaran hematoma intrauterin. Pada kasus endometritis kronis, dapat ditemukan gambaran endometrium yang tipis dengan area hiperekoik yang menunjukkan fokus kalsifikasi atau fibrosis, serta lapisan endometrium yang ireguler.
Histerosalpingografi (HSG) berguna untuk mendeteksi adhesi atau perlekatan intrauterin atau sindroma Asherman. Gambaran yang tampak yaitu adanya kalsifikasi endometrium dan ireguleritas kavum endometrium akibat fibrosis, jaringan parut dan kalsifikasi.[1,3,4,7]
Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan darah lengkap pada endometritis menunjukkan leukositosis dengan shift to the left. Walau demikian, pada pasien post partum, leukositosis dapat bersifat fisiologis. Pemeriksaan darah lengkap juga bermanfaat untuk melihat ada tidaknya anemia yang merupakan salah satu faktor risiko terjadinya endometritis pada pasien.[1,3,4,7]
Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram dari duh vagina bermanfaat untuk mengeksklusi diagnosis endometritis. Nilai prediksi negatif dari pewarnaan Gram untuk endometritis mencapai 95% jika tidak ditemukan sel nanah (pus cells) pada hasil pewarnaan Gram..[1,3,4,7]
Penulisan pertama oleh: dr. Yelvi Levani