Edukasi dan Promosi Kesehatan Endometritis
Edukasi dan promosi kesehatan pada pasien endometritis diperlukan terkait pentingnya menyelesaikan terapi. Sampaikan pada pasien bahwa pemberian antibiotik akan sangat meningkatkan luaran klinis. Sampaikan juga mengenai risiko infertilitas dan komplikasi lain terkait endometritis.
Edukasi Pasien
Selain edukasi mengenai pentingnya kepatuhan berobat untuk mencegah komplikasi, edukasi juga perlu diberikan pada ibu post partum untuk kontrol 1 minggu setelah persalinan atau bila terdapat gejala seperti demam, nyeri perut bagian bawah, atau perdarahan pervaginam.
Aspek edukasi endometritis lainnya adalah mengenai cara menjaga kebersihan organ intim, misalnya dengan menggunakan celana dalam yang terbuat dari bahan katun serta mengganti pakaian dalam jika berkeringat. Pasien juga disarankan untuk tidak melakukan douche vagina.
Dokter juga harus memberikan edukasi mengenai perilaku seksual yang aman menggunakan prinsip ABC:
- A (abstinence): menghindari seks bebas atau hubungan seks di luar nikah
- B (be faithful): tidak berganti-ganti pasangan
- C (condom): jika tidak dapat menghindari poin A dan B, gunakan kondom[3]
Upaya Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit
Upaya pencegahan endometritis salah satunya dapat dilakukan dengan deteksi dini dan manajemen PMS (Penyakit Menular Seksual), praktik hubungan seksual yang aman, serta teknik steril selama prosedur yang melibatkan pelvis seperti persalinan per vaginam dan sectio caesarea.[7]
Deteksi Dini Penyakit Menular Seksual
Upaya pengendalian penyakit yang dapat dilakukan yaitu skrining dan manajemen adekuat penyakit menular seksual seperti chlamydia atau gonorrhea. Pada populasi berisiko, seperti pekerja seks komersial, pemeriksaan perlu dilakukan berkala.[4]
Penanganan Partner Seksual
Pasangan seksual dari pasien yang mengalami PMS harus ikut diperiksa dan diobati. Jika tidak memungkinkan, dapat dilakukan strategi expedited partner therapy (EPT) yaitu mengobati pasangan seksual tanpa melakukan pemeriksaan terlebih dulu.[11]
Kriteria pasangan seksual yang harus ikut diperiksa yaitu pasangan yang memiliki kontak seksual dengan pasien selama kurun waktu 60 hari sebelum onset gejala. Jika pasien melakukan kontak seksual terakhir > 60 hari sebelum onset gejala, maka pasangan seksual terakhir yang melakukan kontak seksual harus diperiksa. Pasangan juga diedukasi untuk menghentikan sementara aktivitas seksual hingga pemeriksaan dan pengobatan selesai dilakukan.[4]
Mempromosikan Penggunaan Kondom
Salah satu upaya pencegahan dan pengendalian PMS yang dapat dilakukan yaitu menganjurkan penggunaan kondom. Kondom dapat menurunkan risiko penularan HIV, chlamydia, gonorrhea, hepatitis B, dan trikomoniasis, sehingga dapat menurunkan risiko penyakit radang panggul pada wanita.[11]
Penulisan pertama oleh: dr. Yelvi Levani