Diagnosis Buta Warna
Diagnosis buta warna dilakukan melalui pemeriksaan menggunakan tes penglihatan warna standar, seperti tes Ishihara. Untuk konfirmasi lebih lanjut, terutama dalam kasus yang lebih kompleks, pemeriksaan menggunakan spektrofotometri atau elektroretinogram (ERG) dapat membantu mengidentifikasi kelainan pada fungsi fotoreseptor retina.[2,3,9]
Anamnesis
Keluhan utama pada buta warna biasanya adalah kesulitan membedakan warna tertentu. Pasien sering tidak menyadari kelainan ini hingga diidentifikasi melalui pemeriksaan rutin atau saat mengalami kesulitan dalam tugas yang membutuhkan diskriminasi warna.
Riwayat keluarga sangat penting karena sebagian besar defisiensi penglihatan warna bersifat herediter, dengan pola X-linked recessive pada protan dan deutan, autosomal dominan pada tritan, atau autosomal resesif pada achromatopsia. Pada kasus buta warna didapat, anamnesis harus mencakup pertanyaan mengenai paparan obat, riwayat trauma, atau penyakit yang memengaruhi retina seperti retinopati diabetik.[2,3,9]
Buta Warna Merah-Hijau
Pada defisiensi penglihatan warna merah-hijau (red-green color vision deficiency) terjadi pengurangan sensitivitas terhadap warna merah dan hijau. Penderita kondisi ini mengalami kesulitan membedakan warna-warna di rentang panjang gelombang menengah hingga panjang (medium-to-long-wavelength) pada spektrum cahaya tampak.
Jenis warna yang sulit dibedakan oleh penderita defisiensi penglihatan warna merah-hijau meliputi warna hijau, kuning, jingga, dan merah, terutama pada varian yang pucat dari warna tersebut dan varian yang sangat gelap seperti coklat dan merah bata.[3,9]
Buta Warna Biru-Kuning
Pada defisiensi penglihatan warna biru-kuning (blue-yellow color vision deficiency) terjadi pengurangan sensitivitas terhadap warna biru dan kuning. Penderita kondisi ini mengalami kesulitan membedakan antara warna biru tua dan hitam, kuning dan kuning kehijauan, serta putih. Selain itu, kesulitan juga terjadi dalam membedakan antara warna-warna dalam spektrum panjang gelombang pendek, seperti ungu, biru, dan biru kehijauan.[3,9]
Achromatopsia
Achromatopsia merupakan derajat buta warna kongenital yang paling berat. Terdapat dua bentuk klinis yaitu achromatopsia total dan parsial. Pada achromatopsia total (rod monochromacy), fungsi sel batang normal tetapi fungsi sel kerucut tidak terdeteksi sehingga hanya mampu melihat warna dalam gradasi abu-abu.
Penderita achromatopsia total umumnya menunjukkan tanda seperti nistagmus pendular atau fotofobia berat segera setelah lahir atau dalam beberapa bulan pertama kehidupan. Tanda dan gejala lain pada achromatopsia total berupa gangguan tajam penglihatan (< 0.1 atau 20/200) dan sama sekali tidak mampu membedakan warna.
Pada achromatopsia parsial, terdapat aktivitas sel kerucut residual, tajam penglihatan lebih baik dengan Best Corrected Visual Acuity (BCVA) < 20/80, dan penglihatan warna sedikit lebih baik dibandingkan achromatopsia total.[3,10,15,17,19]
Faktor Risiko
Faktor risiko mencakup riwayat keluarga dengan buta warna, mengingat sebagian besar kasus bersifat herediter. Selain itu, tanyakan riwayat paparan toksin seperti metanol, bahan kimia industri, atau obat-obatan tertentu yang diketahui dapat memengaruhi persepsi warna, seperti ethambutol dan chloroquine. Riwayat penyakit mata, seperti glaukoma dan degenerasi makula, juga relevan karena dapat menyebabkan buta warna yang didapat.[2,3,9]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, temuan klinis utama terkait dengan defisiensi penglihatan warna yang diperiksa melalui tes seperti Ishihara plates atau tes Farnsworth-Munsell 100 Hue. Pemeriksaan fisik mata umumnya tidak menunjukkan kelainan struktural pada kasus defisiensi kongenital. Namun, pada buta warna didapat, pemeriksaan dapat mengungkap tanda penyakit yang mendasari, seperti edema diskus optik pada neuropati optik.[2,3,9]
Tes Penglihatan Warna
Terdapat berbagai modalitas yang dapat digunakan untuk menguji defisiensi penglihatan warna. Modalitas seperti pseudoisochromatic plates dapat digunakan untuk keperluan skrining karena dapat mengidentifikasi gangguan penglihatan warna secara cepat dan reliabel. Derajat keparahan gangguan penglihatan warna dapat dinilai dengan menggunakan arrangement tests.[2,3,9]
Pseudoisochromatic Plates Tests:
Tes pseudoisochromatic plates merupakan modalitas yang paling umum digunakan untuk keperluan skrining defisiensi penglihatan warna. Tes ini dapat dilakukan dengan mudah dan murah. Tes ini juga dapat diterapkan pada individu dengan berbagai usia dan tingkat literasi, baik pada anak maupun dewasa (termasuk dewasa tuna aksara).
Tes Ishihara merupakan pseudoisochromatic plates yang paling popular. Tes ini tersedia dalam bentuk buku yang berisi 38 plates, 24 plates, atau 16 plates. Pada tes ini, subjek diminta untuk menyebut angka atau menyusuri alur yang terdapat pada tiap-tiap plates. Tes ini memiliki akurasi yang baik dalam mendeteksi defisiensi penglihatan warna merah-hijau. Keterbatasannya adalah tidak dapat digunakan untuk skrining defek tritan dan tidak dapat menilai seberapa berat defisiensi penglihatan warna yang dialami.[3,9,20,21]
Selain uji Ishihara, pseudoisochromatic plates yang juga sering digunakan adalah uji Richmond Hardy, Rand, and Rittler (Richmond H-R-R). Tes Richmond H-R-R terdiri dari 24 lembar plates. Setiap plate mengandung satu atau dua simbol, yang dapat berupa simbol silang, lingkaran atau segitiga. Pada tes ini, subjek diminta untuk menyebutkan simbol yang dapat dilihat serta lokasinya. Tes ini memiliki keunggulan karena bisa mendeteksi defek tritan.[21,22]
Arrangement Tests:
Arrangement test dirancang untuk mengevaluasi kemampuan membedakan nuansa warna (hue discrimination) pada seseorang. Tes Farnsworth-Munsell 100 hue (FM 100-hue), tes Farnsworth-Munsell Dichotomous D15 (Farnsworth Panel D15), dan tes Lanthony Desaturated Panel D-15 (Desaturated Panel D-15) merupakan beberapa jenis arrangement test.
Tes ini terdiri dari serangkaian cakram berwarna (colored discs) disebut caps. Warna pada tiap-tiap caps berbeda dengan transisi warna yang sangat halus antara satu cap ke cap lainnya. Pada tes ini, subjek diminta untuk ‘menyusun’ caps tersebut sehingga transisi warna antara tiap caps tampak mulus. Tes Desaturated Panel D-15 memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Subjek dengan kondisi simple anomalous trichromacy yang tidak terdeteksi pada tes Farnsworth Panel D-15 dapat ditelaah lebih lanjut dengan tes Desaturated Panel D-15.[2,3,9]
Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Funduskopi
Pemeriksaan fisik mata rutin seperti pemeriksaan tajam penglihatan dan pemeriksaan funduskopi sebaiknya tetap dilakukan pada pasien defisiensi penglihatan warna. Pasien dengan defek protan dan deutan bisa turut mengalami penurunan tajam penglihatan, fotofobia, nistagmus, dan miopia. Pasien dengan achromatopsia bisa mengalami kehilangan total fungsi sel kerucut, tajam penglihatan yang buruk (<0.1), nistagmus dan fotofobia.
Pemeriksaan funduskopi dijumpai normal pada sebagian besar kasus buta warna kongenital, tetapi terdapat beberapa laporan kasus mengenai pigmentasi fundus, small macular granularity, dan defek makula pada pasien achromatopsia. Pada kasus kelainan didapat, temuan funduskopi akan sesuai dengan kelainan yang mendasari, seperti edema diskus optik pada neuropati optic dan bercak makula pada degenerasi makula.[2,3,9]
Anomaloscope
Anomaloscope adalah instrumen yang menggunakan prinsip color matching untuk menguji penglihatan warna. Pemeriksaan ini merupakan baku emas untuk mendeteksi defisiensi penglihatan warna merah-hijau. Secara monokular, subjek diminta mengamati sebuah lingkaran yang dibagi menjadi bagian atas dan bawah. Warna pada bagian atas telah ditetapkan oleh penguji, sedangkan warna bagian bawah dapat diatur dengan tombol (dial).
Kemudian, subjek diminta untuk mencocokkan warna yang tampak pada bagian bawah agar semirip mungkin dengan warna pada bagian atas. Semakin mirip warna yang pada bagian bawah dengan warna pada bagian atas, maka kualitas penglihatan warna dianggap semakin baik.[2,3,9,21]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding buta warna meliputi kondisi lain yang menyebabkan gangguan persepsi warna atau defisiensi visual terkait. Salah satu diagnosis banding utama adalah gangguan penglihatan warna akibat penyakit mata yang didapat, seperti neuropati optik, degenerasi makula, atau glaukoma.[3,23,24]
Berbagai Penyebab Buta Warna Didapat
Selain akibat kelainan bawaan, buta warna bisa disebabkan oleh neuropati optik, degenerasi makula, glaucoma, atau obat seperti ethambutol. Gangguan ini sering disertai gejala lain, seperti penurunan tajam penglihatan, lapang pandang terganggu, atau nyeri mata, yang tidak ditemukan pada buta warna kongenital.
Selain itu, cerebral achromatopsia, akibat lesi di korteks visual juga dapat menyerupai achromatopsia kongenital. Berbeda dengan kelainan kongenital, kondisi ini umumnya disertai gejala neurologis lain, seperti hemianopia atau gangguan kognitif.[3,23,24]
Pemeriksaan Penunjang
Selain tes pemeriksaan warna seperti yang sudah disebutkan di atas, pemeriksaan penunjang dapat membantu untuk mengklasifikasikan buta warna lebih lanjut atau mencari etiologi buta warna didapat.[2,3,9]
Elektroretinografi (ERG)
Pemeriksaan ERG dapat dilakukan untuk membedakan achromatopsia tipikal (rod monochromatism) dan achromatopsia atipikal (blue-cone monochromatism). Hasil ERG pada rod monochromatism menunjukkan respon sel kerucut yang tidak terdeteksi tetapi respon sel batang dalam batas normal. Pada blue-cone monochromatism, hasil ERG menunjukkan respon sel kerucut residual dengan respon sel batang yang normal.[4]
Pencitraan
Pada beberapa kasus buta warna didapat, seperti akibat penyakit degenerasi makula atau retinopati toksik, optical coherence tomography (OCT) dapat mengungkapkan perubahan pada lapisan retina, seperti penipisan lapisan fotoreseptor atau kerusakan pada fovea. Pencitraan saraf, seperti MRI atau CT scan, biasanya tidak menunjukkan kelainan pada kasus buta warna bawaan, tetapi pada buta warna didapat yang disebabkan oleh lesi neurologis, pencitraan dapat menunjukkan kerusakan pada saraf optik, chiasma optikum, atau korteks visual.[2,3,9,24]