Edukasi dan Promosi Kesehatan Buta Warna
Edukasi dan promosi kesehatan buta warna perlu mencakup informasi bahwa buta warna kongenital tidak dapat disembuhkan, tetapi strategi kompensasi seperti penggunaan label dan pengaturan kontras warna dapat membantu dalam aktivitas sehari-hari. Pada kasus buta warna didapat, pasien perlu diberi edukasi tentang pentingnya mengidentifikasi dan mengelola penyebab yang mendasari, seperti penyakit retina atau neuropati optik.[2-4]
Edukasi Pasien
Penjelasan mengenai jenis buta warna yang dialami (protan, deutan, tritan, atau achromatopsia) dan implikasinya pada persepsi warna adalah langkah awal penting. Pasien perlu diberitahu bahwa buta warna kongenital bersifat permanen, sedangkan buta warna didapat dapat membaik atau memburuk tergantung pada penyebabnya, seperti retinopati diabetik dan glaukoma.
Pasien juga perlu diedukasi tentang bagaimana menggunakan alat bantu, seperti aplikasi ponsel untuk identifikasi warna atau kacamata dengan filter khusus yang dapat membantu membedakan warna tertentu. Untuk pasien dengan pekerjaan atau aktivitas yang sangat bergantung pada persepsi warna, dokter dapat membantu merekomendasikan penyesuaian lingkungan, seperti pelabelan berbasis teks atau simbol.
Selain itu, edukasi harus mencakup aspek keselamatan, seperti mengenali potensi risiko dalam aktivitas sehari-hari, misalnya salah membaca label bahan kimia atau lampu lalu lintas. Pasien perlu dilatih untuk menggunakan konteks lain, seperti bentuk, urutan, atau lokasi, sebagai petunjuk. Penting juga untuk melibatkan keluarga atau rekan kerja dalam proses edukasi agar lingkungan pasien dapat mendukung adaptasi.[2-4,24,27-29]
Upaya Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
Saat usia bermain, anak dengan buta warna mengalami kesulitan pada kegiatan mewarnai. Anak dengan deuteranomaly hanya mampu mengidentifikasi 4 warna dari 1 set yang berisi 24 pensil warna. Akibatnya, mereka sering disebut sebagai anak yang ‘lambat’ (slow learners). Selain itu, mereka juga mungkin sering menerima ejekan karena berulang-ulang membuat kesalahan membedakan warna. Hal ini dapat membuat mereka merasa malu dan frustrasi sehingga tidak mau bersekolah dan menarik diri dari pergaulan
Beberapa cara ini dapat diterapkan untuk membantu proses belajar anak dengan buta warna:
- Pemberian label nama pada pulpen warna, cat warna, dan pensil warna.
- Penggunaan metode color-coding dalam mengelompokkan mainan atau buku.
- Penggunaan warna-warna dengan kontras yang tinggi saat menulis di papan tulis
- Penambahan pola (seperti pola titik-titik atau garis putus-putus) dan label nama pada peta, diagram lingkaran (pie chart), dan diagram batang.
- Penggunaan alat bantu berbasis komputer
- Pada aktivitas olahraga, pastikan anak-anak dapat melihat siapa saja yang merupakan rekan timnya.
- Pemberian teman kelompok selama mengerjakan praktikum sains, kesenian, atau kegiatan lain.[27,28]
Skrining Penglihatan Warna
Sebagian besar anak dengan defisiensi penglihatan warna tidak menyadari kondisi mereka. Apabila hal ini dibiarkan, maka akan dampak yang cukup besar bagi masa depannya. Hal ini dikarenakan beberapa bidang pekerjaan memiliki restriksi yang ketat mengenai fungsi penglihatan warna. Banyak sekali cerita mengenai rasa kekecewaan karena impian anak harus terhenti dan usaha mereka terasa sia-sia akibat kurangnya pemahaman yang baik mengenai kondisi penglihatan warna mereka.
Maka dari itu, alangkah baiknya jika skrining penglihatan warna dilakukan pada saat usia sekolah agar anak yang terdampak memiliki lebih banyak waktu untuk menerima keadaan diri mereka (coping), serta dapat mempersiapkan diri dengan menggali potensi di bidang di mana defisiensi penglihatan warna tidak menjadi penghalang untuk meraih kesuksesan.[27-29]