Diagnosis Dakriosistitis
Diagnosis dakriosistitis ditegakkan secara klinis berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu penegakan diagnosis misalnya tes Anel, tes Jones, dan dakriosistogram.[4]
Anamnesis
Anamnesis dapat membedakan dakriosistitis akut dengan dakriosistitis kronis. Pada kasus dakriosistitis akut, gejala peradangan muncul dan memberat dalam hitungan jam atau hari. Di kasus dakriosistitis kronis, gejala yang paling sering dikeluhkan pasien adalah mata berair (epifora).
Pasien dapat mengeluhkan mata merah, perih, dan bengkak di bagian inferiomedial ligamentum palpebra. Pasien juga bisa mengeluhkan nyeri yang timbul karena ada distensi pada sakus nasolakrimal.
Infeksi dapat menyebar dan menimbulkan selulitis palpebra dan orbita, atau menimbulkan abses. Jika dilakukan penekanan pada sakus lakrimal, bisa tampak discar mukopurulen yang refluks melalui kanalikulus.[1,4]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada dakriosistitis akut menunjukkan tanda inflamasi berupa edema, eritema, dan area indurasi yang nyeri dengan onset cepat pada area sakus lakrimalis tepat di bawah ligamen kantus medial. Tanda inflamasi tersebut dapat meluas hingga bagian pangkal hidung (nose bridge). Pada beberapa kasus dapat terbentuk fistula atau ruptur pada kulit di permukaan sakus lakrimalis. Pada bagian mata dapat ditemukan injeksi konjungtiva.
Penekanan pada area inferior kantus medial dapat mengeluarkan sekret mukopurulen dari pungtum lakrimalis. Eritema yang melibatkan seluruh regio orbita harus dicurigai sebagai diagnosis lain selain dakriosistitis. Nyeri pada pergerakan bola mata juga harus dicurigai sebagai diagnosis lain.
Pada pemeriksaan fisik dakriosistitis kronis, dapat ditemukan epifora persisten dan kotoran mata yang berlebih. Akibat genangan lapisan air mata tersebut dapat timbul injeksi konjungtiva dan juga penurunan visus yang ringan. Penurunan visus yang berat merupakan tanda bahaya pada pasien dakriosistitis.[1,6,10]
Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding dakriosistitis perlu dipertimbangkan, misalnya selulitis orbita dan dacyocele.
Selulitis Orbita
Selulitis orbita merupakan peradangan pada jaringan ikat longgar intraorbita di area posterior septum orbita. Selulitis orbita dapat memberikan gambaran eritema dan edema pada daerah yang sama dengan dakriosistitis namun umumnya selulitis orbita mencakup area yang lebih luas, sering disertai dengan proptosis, nyeri yang timbul saat menggerakkan bola mata, dan penurunan tajam penglihatan bila sudah terjadi neuritis. Jika kantus medial ditekan, tidak ada sekret mukopurulen yang keluar dari pungtum lakrimalis seperti pada kasus dakriosistitis.[11]
Dacryocele
Dacryocele umum ditemukan pada neonatus akibat obstruksi sistem nasolakrimal. Dacryocele merupakan kondisi steril. Gambaran klinis berupa massa kistik di inferior kantus medial, berwarna merah kebiruan. Bila ditekan dapat memberikan hasil yang sama dengan dakriosistitis, yakni pengeluaran sekret mukropurulen atau air mata dari pungtum lakrimalis. Dacryocele memberikan respon baik terhadap terapi konservatif pijat Crigler dan kompres hangat. Dacryocele yang tidak ditangani dapat menjadi dakriosistitis.[12]
Nasal Glioma
Pada pemeriksaan nasal glioma dapat ditemukan lesi nodular yang menyerupai manifestasi dakriosistitis akut. Namun, letak nasal glioma biasanya di bagian hidung yang lebih inferior (root of nose), sedangkan dakrisosistitis di sekitar nose bridge.[4,5]
Pseudodakriosistitis
Pseudodakriosistitis adalah peradangan pada sinus etmoid anterior yang dapat memberikan gambaran klinis mirip dakriosistitis. Tes anel pada pasien ini biasanya memberikan hasil sistem drainase yang paten. Pada pemeriksaan penunjang pencitraan umumnya didapatkan gambaran sinusitis yakni air cell pada ethmoid dan erosi tulang.[13]
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis dakriosistitis dapat dengan mudah ditegakkan secara klinis. Namun, beberapa pemeriksaan penunjang dapat membantu diagnosis, misalnya tes Anel, tes Jones, dan dakriosistogram.
Tes Anel
Tes Anel dapat menilai fungsi ekskresi air mata melalui sistem drainase nasolakrimal. Tes Anel dilakukan dengan memasukkan cairan garam fisiologis ke dalam kanalikuli lakrimalis melalui pungtum lakrimalis inferior. Hasil positif bila pasien merasakan sensasi asin dan tampak reaksi menelan yang menunjukkan patensi sistem drainase nasolakrimalis. Bila terjadi regurgitasi cairan garam fisiologis beserta sekret mukoid dari pungtum lakrimalis superior dan teraba pembesaran sakus lakrimalis, kemungkinan ada obstruksi total pada duktus nasolakrimal.[14,15]
Dye Disappearance Test (DDT)
Dye disappearance test (DDT) bertujuan untuk menilai ekskresi air mata yang adekuat. Pemeriksaan DDT dilakukan dengan meneteskan cairan fluoresen pada konjungtiva forniks kemudian dievaluasi menggunakan slit lamp dengan filter biru cobalt. Jumlah fluoresen yang persisten setelah 5 menit dapat meningkatkan kecurigaan adanya obstruksi pada sistem nasolakrimal. Pemeriksaan DDT berguna pada anak-anak karena pemeriksaan anel, probing, atau Jones sulit dilakukan tanpa sedasi.[2,15]
Tes Jones
Tes Jones pada awalnya merupakan pemeriksaan penunjang untuk mengevaluasi gejala epifora. Tes Jones terbagi menjadi tes Jones I dan II. Tes Jones I dilakukan dengan meneteskan fluoresen pada konjungtiva forniks, kemudian wire dengan ujung kapas dimasukkan melalui meatus nasal inferior selama 2-5 menit. Hasil negatif (tidak ada pewarnaan pada kapas) menunjukkan adanya obstruksi secara anatomis ataupun gangguan fungsi sistem lakrimal.
Tes Jones II dilakukan dengan mengirigasi residu fluoresen dari pemeriksaan Jones I menggunakan kanula dan salin normal melalui pungtum dan kanalikuli lakrimalis inferior (seperti tes Anel). Hasil positif bila keluar fluoresen melalui hidung tanpa regurgitasi. Hasil negatif, ketika tidak ada cairan pewarna yang keluar dari hidung, yang menunjukkan obstruksi total sistem nasolakrimal. Jika cairan irigasi hanya berwarna jernih, kemungkinan terdapat obstruksi pada pungtum atau kanalikuli lakrimal. Bila terdapat regurgitasi fluoresen di sekitar kanula, kemungkinan terdapat obstruksi pada kanalikuli lakrimal.[2,15]
Nasal Endoscopy
Nasal endoscopy digunakan untuk mengetahui penyebab obstruksi pada sistem drainase nasolakrimal, misalnya tumor, papiloma, hipertrofi turbinasi inferior, atau deviasi septum nasal.[2]
Dakriosistogram
Pemeriksaan rontgen substracting dakriosistogram yang dilakukan oleh radiografer terlatih dapat memberikan gambaran kelainan anatomi pada pasien dakriosistitis. Pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan.[4,15]
Pewarnaan Gram dan Kultur
Pewarnaan Gram dan kultur dapat dilakukan pada sampel kotoran mata dari pungtum lakrimal setelah melakukan pemijatan Crigler.[4]
Histopatologi
Hasil histopatologi dakriosistitis kronis biasanya menunjukkan gambaran fibrosis dan inflamasi nongranulomatosa. Hasil histopatologi lain berupa gambaran papiloma, limfoma atau sarkoidosis dapat juga ditemukan.[4]
Coherence Tomography Scan
Pemeriksaan Coherence Tomography scan diperlukan untuk mengeksklusi adanya perluasan infeksi atau selulitis orbita. [3] Pada dakriosistitis tanpa komplikasi, temuan dapat berupa pelebaran sakus lakrimalis atau adanya benda asing atau massa di regio tersebut. Pemeriksaan ini juga disarankan pada dakriosistitis dengan riwayat trauma atau pada kasus yang dicurigai sebagai neoplasma. Neoplasma pada sakus lakrimalis memberikan gambaran massa orbita dengan atau tanpa invasi ke tulang.[2,9]
Laboratorium Darah
Pemeriksaan laboratorium darah dapat dipertimbangkan untuk dilakukan pada pasien dakriosistitis dengan keadaan umum yang berat disertai demam dan perubahan visus yang berat. Pada pemeriksaan darah dapat ditemukan leukositosis.[4]
Tes Serologi
Tes serologi disarankan pada kasus dakriosistitis akut bila dicurigai adanya penyakit sistemik yang mendasari. Pemeriksaan antibodi sitoplasmik antineutrofilik dapat dilakukan bila dicurigai menderita granulomatosis Wegener. Pemeriksaan lain seperti antibodi antinuklear dapat dilakukan bila ada kecurigaan ke arah lupus eritematosus sistemik.[4]