Penatalaksanaan Dakriosistitis
Penatalaksanaan dakriosistitis dapat menggunakan terapi konservatif, medikamentosa, maupun terapi invasif. Contoh terapi invasif adalah probing, insisi drainse, dacryoplasty, serta tindakan bedah definitif dacryocystorhinostomy.
Terapi Konservatif
Terapi konservatif dakriosistitis berupa kompres hangat pada daerah kantus medial untuk membantu melancarkan aliran air mata. Pemijatan dengan metode Crigler juga dapat membantu, namun sulit dilakukan pada kondisi akut dikarenakan nyeri yang dialami pasien. Terapi konservatif merupakan penatalaksanaan lini pertama bagi kasus dakriosistitis kongenital.[4]
Medikamentosa
Antibiotik oral yang dapat diberikan pada dakriosistitis adalah amoxicillin/klavulanat, cephalexin, atau azithromycin.
Antibiotik topikal dapat ditambahkan untuk kasus dakriosistitis, namun tidak menjadi terapi tunggal. Antibiotik topikal kurang efektif untuk dakriosistitis dikarenakan obstruksi pada sistem lakrimalis sehingga obat tidak dapat mencapai jaringan target.[2,4,7]
Pada kasus dakriosistitis dengan komplikasi seperti selulitis orbita, antibiotik empiris spektrum luas harus diberikan secara intravena. Pilihan antibiotik intravena adalah ampicillin/sulbactam, ceftriaxone, moxifloxacin, dan vancomycin.[4] Sebuah uji sensitivitas antibiotik di Iran pada kasus dakriosistitis menunjukkan antibiotik ciprofloxacin dan ceftriaxone merupakan antibiotik paling sensitif diikuti oleh vancomycin, chloramphenicol, gentamicin, dan erythromycin.[7]
Dakriosistitis dengan etiologi jamur dapat diberikan itraconazole oral 100 mg/hari atau 5 mg/kg/hari untuk anak-anak dengan dengan berat badan <20 kg. Terapi lain yang dapat diberikan adalah voriconazole dengan dosis pemberian 2 kali 200 mg/hari.[3]
Obat analgetik seperti paracetamol dan ibuprofen juga dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri pada kasus dakriosistitis akut.[2]
Terapi Invasif
Terapi invasif diperlukan pada sebagain besar kasus dakriosistitis terutama dakriosistitis kronis. Pembedahan definitif perlu dipertimbangkan pada kasus infeksi rekuren atau dakriosistitis kronis yang tidak mengalami perubahan gejala setelah terapi invasif lainnya.
Probing
Probing sistem nasolakrimalis dapat dilakukan di klinik untuk pasien rawat jalan, sebagai penatalaksanaan lini pertama untuk kasus dakriosistitis kronis. Tindakan probing lakrimalis sebaiknya tidak dilakukan pada fase infeksi akut. Hasil probing hanya bersifat sementara dan harus dilanjutkan dengan pembedahan lain untuk hasil yang permanen.Tindakan probing nasolarimal sukses pada >70% kasus dakriosistitis, tetapi pada beberapa kasus terjadi rekurensi yang membutuhkan terapi invasif lain.[4]
Insisi dan Drainase
Insisi dan drainase dilakukan sebagai terapi komplikasi abses sistem nasolakrimal. Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi infeksi.[5]
Balloon Dacryoplasty atau Stenting Nasolakrimal
Balloon dacryoplasty atau stenting nasoklarimal dapat dijadikan pilihan penatalaksanaan bedah untuk dakriosistitis yang tidak mengalami perbaikan setelah tindakan probing. Tindakan ini tergolong invasif minimal dan sesuai untuk menangani obstruksi duktus nasolakrimalis kongenital yang menyebabkan dakriosistitis.[4]
Dacryocystorhinostomy
Dacryocystorhinostomy merupakan penatalaksanaan bedah definitif untuk obstruksi duktus nasolakrimal yang menjadi salah satu penyebab dakriosistitis. Indikasi dilakukannya dacryocystorhinostomy adalah dakriosistitis rekuren atau kasus refrakter setelah tindakan probing atau balloon dacryoplasty.
Dacryocystorhinostomy dapat dilakukan melalui pendekatan perkutaneus atau endonasal. Selain pendekatan perkutaneus dan endonasal, pendekatan transkanalikular dapat digunakan pada kasus dakriosistitis anak-anak. Kegagalan tindakan dacryocystorhinostomy dapat ditemukan hingga 10% untuk kasus anak-anak yang biasanya disebabkan karena pembentukan sikatriks pada osteotomi.[4,5]