Epidemiologi Episkleritis
Epidemiologi episkleritis sering terjadi pada wanita dewasa pada usia 40-50 tahun. Episkleritis difusa memiliki insidensi jauh lebih tinggi, yaitu sekitar 70% pasien, dibandingkan dengan episkleritis nodular yang terjadi pada sekitar 30% pasien.[7,8]
Global
Secara global insidensi episkleritis adalah 41 dari 100.000 orang per tahun, dengan prevalensi rasio tahunan 52.6 dari 100.000 orang. Hal ini lebih besar dibandingkan dengan insidensi skleritis, yaitu 3.4 dari 100.000 orang per tahun.
Dengan data karakteristik epidemiologis rata-rata usia pasien episkleritis adalah 45 tahun, usia yang relatif lebih muda daripada pasien skleritis yang memiliki rata-rata usia 53 tahun. Epidemiologi gender memiliki perbandingan pasien wanita dengan laki-laki adalah 2 : 1.[7]
Penelitian epidemiologi episkleritis dalam lingkup Asia Pasifik memiliki data yang hampir serupa dengan data global. Insidensi episkleritis adalah 21,7 dari 100.000 orang per tahun, lebih banyak dibandingkan kejadian skleritis yaitu 4,1 dari 100.000 orang per tahun. Terkait karakteristik pasien pun serupa, yaitu didominasi oleh wanita dan pada usia dewasa pertengahan.[8]
Indonesia
Tidak ada data spesifik mengenai tingkat insidensi episkleritis di Indonesia. Namun secara umum terjadi pada usia 20–50 tahun.[9]
Mortalitas
Episkleritis termasuk sebagai penyakit yang tergolong ringan, akut, dan akan membaik seiring dengan waktu. Angka morbiditas dari episkleritis termasuk dalam kategori rendah karena secara umum tidak menimbulkan kerusakan permanen, hanya pada beberapa kasus ditemukan kondisi penurunan tajam penglihatan. Hal ini tidak berkaitan langsung dengan kondisi episkleritis yang dialami, tetapi pengobatan episkleritis dengan steroid jangka panjang dapat memicu terjadinya glaukoma.[2]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri