Diagnosis Kanker Rektum
Diagnosis kanker rektum meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh yang kemudian dikonfirmasi dengan berbagai pemeriksaan penunjang. Adapun skrining terutama pada pasien berisiko tinggi dapat membantu memperbaiki prognosis dan menurunkan mortalitas.[1,4]
Anamnesis
Anamnesis mengumpulkan data dari gejala yang dialami pasien serta riwayat penyakit dan kesehatan selama ini. Perdarahan peranum (hematochezia) adalah gejala yang paling sering dijumpai, yaitu pada 60% pasien dengan kanker rektum. Meski demikian, kanker rektum terutama pada stadium dini sering juga tidak disertai gejala apapun dan dapat ditemukan pada saat pemeriksaan anus atau skrining proktoskopik. [4,6]
Gejala lain dari kanker rektum antara lain:
- Perubahan pola defekasi: diare, perubahan kaliber atau bentuk feses, BAB tidak tuntas dan tenesmus
- Perdarahan samar: biasanya dideteksi dari pemeriksaan fecal occult blood test (FOBT)
- Nyeri abdomen: kolik dan disertai kembung atau begah
- Nyeri punggung: biasanya merupakan gejala akhir yang diakibatkan invasi tumor atau penekanan pada saraf tulang belakang
- Gangguan berkemih: biasanya akibat tumor menginvasi atau menekan kandung kemih dan prostat
- Nyeri pelvis: gejala akhir, biasanya mengindikasikan keterlibatan saraf tulang belakang
- Gejala kegawatdaruratan seperti peritonitis akibat perforasi dapat terjadi pada 3% kasus[4,6]
Faktor risiko juga perlu ditanyakan pada pasien, seperti riwayat polip adenomatosa, inflammatory bowel disease, dan riwayat kanker kolorektal pada keluarga. Gaya hidup juga perlu digali lebih lanjut, termasuk pola diet, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, dan aktivitas fisik.[3,4]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diperlukan untuk menentukan ukuran dan lokasi kanker rektum. Pemeriksaan fisik tambahan diperlukan untuk menilai kemungkinan lesi metastasis, termasuk pembesaran nodus limfatik, ascites, ataupun hepatomegali.[4,6]
Pemeriksaan fisik utama meliputi:
Pemeriksaan colok dubur (digital rectal examination): rata-rata jari dapat menjangkau sekitar 8 cm di atas garis dentate. Pemeriksaan ini dapat menilai ukuran tumor, ada tidaknya ulserasi, menilai keadaan nodus limfatik pararektum, fiksasi tumor ke jaringan sekitar, dan tonus sfingter ani
Rigid proctoscopy: pemeriksaan ini dapat membantu mengidentifikasi lokasi pasti dari tumor[4,6]
Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding kanker rektum perlu dipertimbangkan, yaitu penyakit Celiac, inflammatory bowel disease, kanker kolon, dan divertikulitis.[1,2]
Penyakit Celiac
Penyakit Celiac merupakan penyakit autoimun yang berkaitan dengan konsumsi gluten. Penderita penyakit Celiac akan mengalami diare, lemas, dan anemia. Gejala ini serupa dengan gejala kanker rektum. Untuk membedakannya akan diperlukan skrining untuk kanker rektum dan pemeriksaan untuk konfirmasi penyakit Celiac, mencakup tes serologi untuk mencari antibodi Celiac dalam tubuh dan tes genetik untuk mencari kelainan genetik pada penderita penyakit Celiac.[10,11]
Inflammatory Bowel Disease
Inflammatory bowel disease (IBD) memiliki gejala lokal dan umum yang menyerupai kanker rektum, seperti diare atau gejala obstruktif, perdarahan peranum, nyeri perut, lemah, dan penurunan berat badan. Untuk membedakan dengan kanker rektum, dapat dilakukan kolonoskopi dan pemeriksaan histopatologi.[12,13]
Kanker Kolon
Kanker kolon merupakan keganasan yang berkembang pada jaringan kolon. Gejalanya dapat menyerupai kanker rektum seperti perdarahan peranum, diare, perubahan pola defekasi, nyeri abdomen, massa pada abdomen, serta penurunan berat badan yang drastis. Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk membedakan keduanya adalah CT scan atau MRI, karena endoskopi atau kolonoskopi hanya dapat menilai bagian proksimal atau distal usus kecil saja.[1,14]
Divertikulitis
Divertikulitis adalah kondisi peradangan pada divertikula atau kantung-kantung yang terdapat di permukaan usus. Gejala awal yang muncul umumnya tidak spesifik, seperti nyeri ulu hati dan kembung. Pada kondisi yang lebih berat, pasien dapat mengalami perdarahan gastrointestinal dan anemia, obstruksi saluran cerna, mual, dan muntah. Rontgen dan CT scan abdomen perlu dilakukan untuk membedakan divertikulitis dengan kanker rektum.[15,16]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang berperan penting dalam diagnosis kanker rektum. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain endoskopi (rectosigmoidoscopy), barium enema dengan kontras ganda, MRI, ultrasonografi transrektal, computed tomographic colonography, dan CT scan. Pemeriksaan histopatologi dibutuhkan untuk menentukan patologi kanker rektum. Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan molekular, pemeriksaan laboratorium darah (termasuk pemeriksaan darah lengkap, panel besi, panel metabolik dasar, pemeriksaan fungsi hati, uji koagulasi, dan pemeriksaan penanda tumor) berperan untuk membantu tata laksana dan evaluasi pasien dengan kanker rektum.[1,6]
Endoskopi
Endoskopi merupakan prosedur diagnostik yang penting dalam diagnosis kanker rektum. Prosedur yang direkomendasikan untuk kanker rektum adalah rectosigmoidoscopy agar lebih mudah menilai kondisi rektum, kolon sigmoid, dan anus. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut bowel scope yang bersifat fleksibel dan memiliki kamera yang terkoneksi ke monitor secara real time.[1,4]
Pemeriksaan Barium Enema dengan Kontras Ganda
Pemeriksaan barium enema memiliki sensitivitas yang sangat tinggi untuk mendiagnosis kanker kolorektal. Pemeriksaan tidak membutuhkan sedasi dan telah tersedia di hampir seluruh rumah sakit. Namun, yang memerlukan perhatian adalah bahwa terdapat studi retrospektif yang melaporkan tingkat false negative yang tinggi dari pemeriksaan barium enema kontras ganda yaitu sebesar 26,7%. Kekurangan lain dari pemeriksaan ini adalah risiko paparan radiasi, kurang dapat mendeteksi lesi T1, sulit mendeteksi lesi di rektosigmoid, serta sulit mendeteksi lesi tipe datar maupun yang berukuran kurang dari 1 cm.[4,17]
MRI
Pemeriksaan MRI adalah salah satu alat diagnostik yang akurat untuk mendeteksi kanker rektum serta menilai stadium penyakit. Pemeriksaan MRI juga bermanfaat untuk evaluasi respon terapi dan rekurensi lokal. Berdasarkan meta analisis dari 21 studi, sensitivitas MRI dalam mendeteksi ukuran tumor dan keterlibatan nodus limfatik masing-masing adalah 87% dan 77%. Adapun spesifisitasnya adalah 75% untuk ukuran tumor dan 71% untuk keterlibatan nodus limfatik. [1,2]
Ultrasonografi Transrektal
Pemeriksaan ultrasonografi transrektal dapat membedakan kanker lokal yang melibatkan mukosa dan submukosa dengan kanker yang melibatkan muskularispropia atau lemak perirektal. Dibandingkan dengan CT scan dan MRI, ultrasonografi transrektal lebih superior untuk penentuan ukuran tumor dari kanker rektum.[1,2]
Computed Tomographic Colonography
Pemeriksaan computed tomographic colonography (CTC) atau disebut juga sebagai kolonoskopi virtual merupakan alat diagnostik noninvasif dan aman. Pemeriksaan ini menggunakan CT scan dengan radiasi dosis rendah. Pemeriksaan CTC tidak hanya memberikan visualisasi endoluminal pada kolon dan rektum, tetapi juga memungkinkan pemeriksaan organ ekstrakolon.[1,2]
CT Scan
Pemeriksaan CT scan dapat membantu untuk menentukan stadium dengan mengidentifikasi tumor lokal, ada tidaknya metastasis, serta evaluasi komplikasi yang berkaitan dengan tumor seperti obstruksi, perforasi dan pembentukan fistula. Sensitivitas CT scan untuk mendeteksi metastasis jauh lebih tinggi daripada sensitivitas dalam mendeteksi keganasan pada nodus limfatik atau invasi tumor transmural lokal.[1,6]
Pemeriksaan Histopatologi
Mayoritas histopatologi kanker rektum adalah adenokarsinoma (90%), sisanya adalah adenosquamous, spindle, squamous, dan undifferentiated. Adenokarsinoma kanker rektum dapat dibedakan lagi menjadi beberapa subtipe yaitu cribriform comedo-type, medullary, micropapillary, serrated, mucinous, dan signet-ring cell. Pemeriksaan histopatologi juga penting untuk menilai grading penyakit yang penting untuk menilai prognosis pasien.[1,2]
Grading adenokarsinoma dikategorikan berdasarkan persentase pembentukan kelenjar secara mikroskopis. Grade I mencakup 95%, grade II mencakup 50%, dan grade III kurang dari 49%.
- Grade I (well-differentiated): secara mikroskopis mirip dengan epitel adenoma, bentuk sel seragam, tidak ada atau terdapat minimal polaritas sel;
- Grade II (moderately differentiated): struktur sel iregular, polaritas sel ringan-sedang, menghasilkan sedikit musin;
- Grade III (less differentiated): struktur sel tidak terlihat, tidak terdapat produksi musin[1,2]
Pemeriksaan Molekular
Pemeriksaan molekular belum dilakukan secara rutin, namun jika memungkinkan, setiap pasien dengan kecurigaan kanker rektum sebaiknya diperiksa untuk menilai status DNA mismatch repair dan mikrosatelit. Beberapa gen mismatch repair yang telah berhasil diidentitifikasi adalah hMLH1, hMSH2, hPMS1, hPMS2, dan hMSH6.[1,2]
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin seperti pemeriksaan darah lengkap, panel besi, panel metabolik dasar, pemeriksaan fungsi hati dan uji koagulasi penting untuk penentuan tata laksana pasien dan evaluasi pasca tata laksana. Pemeriksaan imunokimia feses (FITS) juga dapat dilakukan karena cukup akurat untuk mendeteksi kanker kolorektal dengan akurasi diagnostik sebesar 95%.
Sejumlah pemeriksaan penanda tumor juga disarankan untuk deteksi kanker kolon dan rektum termasuk carcinoembryonic antigen (CEA) dan carbohydrate antigen 19-9 (CA 19-9). Namun mengingat sensitivitasnya yang rendah terutama untuk stadium dini, pemeriksaan ini tidak disarankan untuk digunakan sebagai alat skrining kanker kolorektal. Pemeriksaan ini lebih bernilai untuk persiapan operasi, evaluasi pasca tata laksana, dan evaluasi prognosis. CEA lebih dari 5 ng/ml dianggap memiliki nilai prognostik yang buruk.[1,6]
Penentuan Stadium Kanker Rektum
TNM staging merupakan sistem penetapan stadium kanker rektum berdasarkan standar internasional. T menggambarkan tumor primer, N menggambarkan keterlibatan nodus limfatik, dan M menggambarkan metastasis. [1,4
Tabel 1. Penentuan Stadium Kanker Rektum
Tumor Primer (T) | |
TX | Tumor primer tidak dapat diperiksa |
T0 | Tidak ada tumor primer |
Tis | Karsinoma in situ: intraepitel atau invasi lamina propria |
T1 | Tumor menginvasi lapisan submukosa |
T2 | Tumor menginvasi lapisan muskularis propria |
T3 | Tumor menginvasi lapisan muskularis propria ke jaringan perikolorektal |
T4a | Tumor menembus permukaan peritoneum visceral |
T4b | Tumor menginvasi atau melekat pada organ atau struktur lain |
Kelenjar Getah Bening Regional (N) | |
NX | Nodus limfatik regional tidak dapat diperiksa |
N0 | Tidak ada metastasis nodus limfatik regional |
N1 | Metastasis di 1-3 nodus limfatik regional |
N1a | Metastasis di 1 nodus limfatik regional |
N1b | Metastasis di 2-3 nodus limfatik regional |
N1c | Tumor berada di jaringan subserosa, mesenterium, atau perirektal tanpa metastasis nodus limfatik regional |
N2 | Metastasis di ≥4 nodus limfatik regional |
N2a | Metastasis di 4-6 nodus limfatik regional |
N2b | Metastasis di ≥7 nodus limfatik regional |
Metastasis Jauh (M) | |
M0 | Tidak ada metastasis jauh |
M1 | Terdapat metastasis jauh |
M1a | Metastasis terbatas di satu organ (contoh: hepar, paru-paru, ovarium, nodus limfatik nonregional) |
M1b | Metastasis pada ≥1 organ atau pada peritoneum |
Penentuan stadium dilakukan sebagai berikut:
- Stadium 0: Tis N0 M0
- Stadium I: T1N0M0, T2N0M0
- Stadium IIA: T3N0M0
- Stadium IIB: T4aN0M0
- Stadium IIC: T4bN0M0
- Stadium IIIA: T1-2 N1/N1c M0; T1N2aM0
- Stadium IIIB: T3-T4a N1/N1c M0; T2-T3 N2a M0; T1-T2N2bM0
- Stadium IIIC: T4aN2aM0; T3-T4a N2b M0; T4b N1-N2 M0
- Stadium IVA: T apa saja, N apa saja, dengan M1a
- Stadium IVB: T apa saja, N apa saja, M1b
- Stadium IVC: T apa saja, N apa saja, M1c.[1,4]