Penatalaksanaan Fever of Unknown Origin (FUO)
Penatalaksanaan fever of unknown origin (FUO) tidak memiliki standar protokol manajemen, sehingga dilakukan secara suportif sampai etiologi pasti ditemukan. Pada kasus FUO, yang terpenting adalah melakukan investigasi berkelanjutan hingga etiologi ditemukan dan/atau menyingkirkan semua diagnosis yang mungkin.[10,18]
Terapi Empiris
Penggunaan terapi empiris pada FUO belum diteliti secara intensif. Namun, secara umum terapi empiris, seperti obat antituberkulosis, antibiotik, dan steroid sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan FUO. Hal ini disebabkan pemberian terapi empiris dapat mengaburkan diagnosis sehingga menyebabkan penundaan diagnosis dan terapi yang tepat. Prognosis FUO berkepanjangan tanpa diagnosis setelah pelacakan yang intensif biasanya baik.[9,12]
Terapi empiris antimikroba sebaiknya ditunda, jika memungkinkan, pada pasien dengan kondisi nonneutropenia atau imunokompromais yang stabil dan/atau pasien nonkritis, hingga etiologi FUO telah ditegakkan agar pengobatan dapat lebih spesifik.[9]
Berbeda dengan pasien yang sakit kritis dan/atau demam neutropenia maupun kondisi imunokompromais, pemberian terapi antimikroba spektrum luas perlu segera diberikan. Pemberian antimikroba juga diberikan pada pasien neutropenia yang demam setelah pengambilan sampel untuk kultur karena tingginya prevalensi infeksi bakteri atau jamur yang serius.[19]
Selain itu, pemberian terapi empiris juga dibenarkan pada kasus suspek tuberkulosis milier atau sistem saraf pusat, suspek endokarditis infektif, kondisi sepsis, dan arteritis temporal (terutama gangguan visual).[19]
Terapi Simtomatik
Yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi simtomatik adalah apakah pemberian terapi simtomatik dapat menutupi tanda klinis dan menghambat diagnosis, dan apakah pemberian terapi simtomatik dapat memengaruhi prognosis.[10]
Obat antipiretik (paracetamol) sering diresepkan secara berlebihan pada pasien rawat inap dengan onset demam baru. Agar tidak menutupi suhu tubuh pasien dan mengakibatkan kesimpulan bahwa pasien sedang dalam pemulihan, obat antipiretik sebaiknya diberikan hanya jika mengancam nyawa atau mengakibatkan ketidaknyamanan pada pasien.[10]
Penggunaan kortikosteroid sebagai uji coba terapeutik untuk kasus suspek penyakit jaringan ikat, seperti arteritis temporal atau polimialgia rematika, perlu dipastikan bahwa pasien tidak mengalami limfoma tersembunyi atau keganasan lainnya agar tidak memperburuk respons pengobatan.[10]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini