Panduan E-Prescription Pertusis
Panduan berikut diharapkan dapat membantu dokter untuk mengenali, mendiagnosis dan memberikan penanganan yang tepat pada penyakit pertusis. Sebelum memberi resep secara online, dokter perlu memastikan pasien tidak memiliki kegawatdaruratan dan indikasi rawat, misalnya sianosis, sesak napas, dan tanda dehidrasi.
Tanda dan Gejala
Gejala pertusis berbeda-beda di setiap fase perjalanan penyakitnya. Pada fase kataral, gejala yang dapat muncul antara lain demam ringan, malaise, lakrimasi, injeksi konjungtiva, kongesti nasal, rinorea, nyeri tenggorokan, bersin, dan batuk kering ringan namun progresif.
Pada fase paroksismal, demam mulai menurun dan mulai muncul whooping cough yang terjadi secara paroksismal. Selama episode paroksismal, dapat terjadi sianosis, diaforesis, ataupun apnea.
Pada fase konvalesen, frekuensi, durasi, dan keparahan batuk paroksismal menurun, digantikan oleh batuk non-paroksismal ringan (batuk residu) dan pulih dalam 2-3 minggu atau batuk non-paroksismal dapat berlanjut hingga ≥ 6 minggu.[1,2]
Peringatan
Sebelum memberi terapi secara online, pastikan bahwa pasien tidak memiliki tanda kegawatdaruratan dan indikasi rawat inap. Jika pasien masih bayi atau lansia, mengalami sesak napas, sianosis, dehidrasi, atau tidak dapat mentoleransi asupan per oral, dokter sebaiknya merujuk pasien untuk pemeriksaan langsung.
Azithromycin adalah satu-satunya pilihan antibiotik yang dapat diberikan untuk neonatus (<1 bulan), sedangkan erythromycin dan clarithromycin diketahui berisiko menyebabkan infantile hypertrophic pyloric stenosis (IHPS) pada neonatus, termasuk pada neonatus yang disusui oleh ibu yang mengonsumsi erythromycin.
Cotrimoxazole berisiko menimbulkan kernikterus pada bayi, sehingga tidak boleh diberikan untuk ibu hamil, menyusui, dan bayi <2 bulan.
Antibiotik sebaiknya tidak diberikan pada pasien pediatrik. Pemberian antitusif pada anak telah dikaitkan dengan berbagai bahaya. Apabila pasien ingin mengonsumsi antitusif, sarankan untuk menjalani pemeriksaan langsung terlebih dulu.[2]
Medikamentosa
Pilihan antibiotik yang direkomendasikan untuk terapi pertusis yaitu azithromycin, clarithromycin, dan erythromycin, dengan alternatif lain cotrimoxazole.[2]
Azithromycin
Dosis azithromycin untuk neonatus, bayi, dan anak yaitu 10 mg/kg sekali sehari selama 3 hari. Untuk dewasa, diberikan 500 mg sekali sehari selama 3 hari.[5]
Clarithromycin
Dosis clarithromycin untuk neonatus < 1 bulan yaitu 7,5 mg/kg diberikan 2 kali sehari selama 7 hari.
Untuk usia 1 bulan-11 tahun, dosis diberikan berdasarkan berat badan:
- <8 kg diberikan dosis sama dengan dosis neonatus;
- 8-11 kg diberikan dosis 62,5 mg 2 kali sehari selama 7 hari
- 12-19 kg diberikan dosis 125 mg 2 kali sehari selama 7 hari
- 20-29 kg diberikan dosis 187,5 mg 2 kali sehari selama 7 hari
- 30-40 kg diberikan dosis 250 mg 2 kali sehari selama 7 hari
Untuk usia ≥12 tahun, termasuk dewasa, diberikan dosis 500 mg 2 kali sehari selama 7 hari.[5]
Erythromycin
Dosis erythromycin untuk usia 1-23 bulan yaitu 125 mg/6 jam selama 7 hari.
Untuk anak usia 2-7 tahun diberikan dosis 250 mg/6 jam selama 7 hari.
Untuk usia ≥8 tahun, termasuk dewasa, diberikan dosis 500 mg/6 jam selama 7 hari.[5]
Pemberian pada Ibu Hamil
Azithromycin dan erythromycin sama-sama termasuk kategori B berdasarkan FDA, namun penggunaan erythromycin pada ibu hamil lebih direkomendasikan.
Clarithromycin termasuk kategori C berdasarkan FDA sehingga tidak diberikan pada ibu hamil. Cotrimoxazole dikontraindikasikan untuk ibu hamil dan menyusui.[5]
Penulisan pertama oleh: dr. Maria Rossyani