Patofisiologi Pertusis
Patofisiologi pertusis diawali dengan masuknya bakteri melalui saluran pernapasan. Bakteri akan menempel ke sel epitel bersilia di traktus repiratorius antara nasofaring dan paru, dimana bakteri kemudian bermultiplikasi secara lokal. Bordetella pertussis menghasilkan toksin yang dapat melumpuhkan silia dan menyebabkan inflamasi pada traktus respiratorius sehingga mengganggu mekanisme pengeluaran atau pembersihan sekresi pulmonal.[2,4]
Infeksi Bordetella pertussis
B. pertussis tidak masuk ke aliran darah sehingga akan negatif jika dilakukan pemeriksaan kultur darah. B. pertussis secara umum juga tidak menginvasi sel mukosa, namun toksin yang dihasilkan B. pertussis, yakni pertussis toxin, dermonecrotic toxin, adenylate cyclase toxin, dan tracheal cytotoxin, beraksi secara lokal dan sistemik sehingga memunculkan manifestasi klinis pada pertusis.
Toksin dan protein B. pertussis memungkinkan bakteri untuk mengganggu sistem imun secara luas, termasuk menghambat respon komplemen, fagosit, serta sel T dan sel B sehingga keberadaan B. pertussis dalam saluran pernapasan terhindar dari mekanisme pertahanan tubuh. Respon imun terhadap satu atau lebih dari produk aktif atau antigen B. pertussis akan menghasilkan imunitas terhadap infeksi yang dapat bertahan hingga 4-20 tahun.[1,2,4]
Perjalanan Penyakit
Masa inkubasi penyakit berkisar antara 5-10 hari, namun dapat juga berlangsung hingga 21 hari. Setelah masa inkubasi, infeksi pertusis akan berkembang melalui 3 fase, yaitu fase kataral, fase paroksismal, dan fase konvalesen.[1,2]
Fase Kataral
Fase kataral merupakan fase awal penyakit dimana toksin pertusis telah menyebabkan inflamasi sehingga mulai memunculkan gejala pada penderita. Gejala pada fase awal ini non-spesifik dan hanya seperti infeksi saluran pernapasan atas pada umumnya. Fase kataral berlangsung 1-2 minggu dan merupakan fase yang paling infeksius (tingkat penularan tinggi).[1,2]
Fase Paroksismal
Fase paroksismal terjadi setelah fase kataral dan berlangsung selama 1-6 minggu (pada beberapa kasus hingga 10 minggu). Gejala klasik pertusis muncul pada fase ini, yaitu whooping cough.
Whooping cough adalah batuk keras dan kuat dengan pengeluaran udara yang cepat dari paru-paru sehingga batuk terkesan pendek-pendek/terputus-putus, yang kemudian diikuti oleh inspirasi kuat dengan suara whooping yang keras dan bernada tinggi akibat udara melewati saluran pernapasan sempit yang tersumbat mukus kental.
Whooping cough terjadi secara paroksismal akibat efek toksin pertusis atau pengentalan mukus di trakeobronkial yang susah dikeluarkan. Episode paroksismal biasa terjadi pada malam hari dan dapat dipicu oleh stimulus seperti menangis, tertawa, makan, ataupun lingkungan (suhu dingin, suara bising).[1,4]
Fase Konvalesen
Fase konvalesen terjadi setelah fase paroksismal dan berlangsung selama 2-3 minggu. Pada fase ini terjadi pemulihan secara bertahap dalam 2-3 minggu. Namun, gejala batuk paroksismal dapat kambuh kembali jika terjadi infeksi saluran pernapasan lain saat fase ini.[2,4]
Keparahan Penyakit
Seiring dengan progresi penyakit, frekuensi dan keparahan penyakit akan meningkat. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat keparahan penyakit antara lain usia pasien, respon imun pasien, dan luasnya persebaran sistemik bakteri.
Pada bayi, dimana penyakit cenderung berat, bakteri dari traktus respiratorius atas masuk ke traktus respiratorius bawah, kemudian menyebabkan nekrosis bronkitis, kerusakan alveolus luas, perdarahan intra-alveolus, edema fibrinosa, infiltrat alveolar yang kaya akan makrofag, limfangiektasia, bronkopneumonia neutrofilik, dan trombi fibrin. Pada kasus yang lebih berat, patologi tersebut dapat menyebabkan hipertensi pulmonal, gagal napas, hingga kematian.
Hipertensi pulmonal terjadi akibat efek tidak langsung dari pertussis toxin (PT) melalui induksi limfositosis (hiperleukositosis), dimana total leukosit mencapai lebih dari 1×105 sel/mm3. Leukosit yang sangat tinggi tersebut menyebabkan agregasi limfosit dalam pembuluh pulmonal sehingga meningkatkan resistensi vaskular paru. Pada infant, sistem limfoid juga dapat terdampak.[2,7]
Penularan Penyakit
Pertusis merupakan penyakit yang sangat menular. Penularan penyakit terjadi antar-manusia melalui droplet aerosol dari batuk atau bersin penderita. Penderita bersifat infeksius sejak pertama kali muncul gejala hingga 3 minggu setelah muncul gejala batuk.
80-90% individu yang terpapar dapat tertular atau terinfeksi pertusis. Paparan penyakit terjadi melalui kontak langsung, tinggal bersama, atau kontak dengan sekresi oral maupun saluran pernapasan dari penderita.
Transmisi vertikal dari ibu ke anak juga dapat terjadi pada ibu yang tidak vaksin pertusis atau vaksinasi belum lengkap. Durasi infeksius penderita dapat diperpendek dengan pemberian terapi antibiotik dini.[1-3,5]
Penulisan pertama oleh: dr. Maria Rossyani