Diagnosis Emboli Paru
Diagnosis emboli paru perlu dicurigai pada pasien dengan presentasi klasik nyeri dada pleuritik yang tiba-tiba, sesak napas, dan hipoksia. Meski begitu, sebagian besar pasien tidak memiliki gejala yang jelas. Modalitas pencitraan seperti computed tomography pulmonary angiography (CTPA) atau pemindaian ventilasi-perfusi (V/Q) mampu memvisualisasikan pembuluh darah paru dan pola perfusi untuk diagnosis emboli paru.[2,5]
Anamnesis
Emboli paru adalah kondisi yang berpotensi mengancam jiwa, yang terjadi ketika thrombus menyumbat arteri paru. Pasien dengan emboli paru dapat menunjukkan berbagai gejala, dengan tingkat keparahan yang bervariasi.
Presentasi Klinis
Sesak napas merupakan salah satu gejala yang paling umum dari emboli paru. Pasien mungkin melaporkan kesulitan bernapas, terutama saat beraktivitas atau saat istirahat.
Nyeri dada merupakan keluhan lain yang mungkin muncul. Nyeri dada klasik pada kasus emboli paru adalah nyeri dada pleuritik. Nyeri bisa diperburuk oleh pernapasan dalam, batuk, atau gerakan.
Pasien juga bisa mengalami batuk terus-menerus yang kadang-kadang dapat dikaitkan dengan dahak berdarah atau bercampur darah. Denyut jantung yang meningkat mungkin disarankan pasien, akibat respons tubuh terhadap penurunan kadar oksigen.
Jika emboli paru berasal dari deep vein thrombosis, pasien mungkin mengalami riwayat nyeri kaki, bengkak, atau kemerahan.[1-5]
Faktor Risiko
Mengumpulkan informasi tentang faktor risiko sangat penting dalam menilai kemungkinan emboli paru. Beberapa faktor risiko umum meliputi riwayat DVT, pembedahan mayor terutama prosedur ortopedi, imobilisasi berkepanjangan seperti penerbangan panjang atau tirah baring, kanker, dan merokok.
Evaluasi juga komorbiditas yang dimiliki pasien, misalnya gagal jantung kongestif, aritmia, serta riwayat emboli paru sebelumnya. Riwayat penggunaan obat berbasis hormon atau gaya hidup sedenter juga dapat meningkatkan risiko kejadian tromboemboli, termasuk emboli paru.[1-5]
Pemeriksaan Fisik
Presentasi temuan pemeriksaan fisik pada emboli paru bervariasi tergantung pada ukuran emboli, kesehatan individu secara keseluruhan, dan faktor risiko yang mendasari. Penting untuk dicatat bahwa tanda dan gejala klinis emboli paru sering tidak spesifik dan tumpang tindih dengan kondisi lain, membuat diagnosis menjadi sulit.
Temuan Terkait Saluran Napas
Pasien dengan emboli paru mungkin mengalami dyspnea, terutama saat beraktivitas, batuk, dan terkadang hemoptisis (batuk darah). Dyspnea bisa tiba-tiba dan tidak proporsional dengan tingkat aktivitas fisik.
Pada pemeriksaan fisik, takipnea sering ditemukan pada emboli paru. Tubuh mencoba mengkompensasi penurunan pertukaran oksigen dengan meningkatkan laju pernapasan.[1,2,5,11]
Temuan Klinis Terkait Gangguan Sirkulasi
Takikardia sering terjadi pada emboli paru karena upaya tubuh untuk mempertahankan curah jantung meskipun kadar oksigen berkurang. Selain itu, dalam kasus yang berat dimana pertukaran oksigen sangat terganggu, sianosis dapat terjadi karena oksigenasi yang tidak memadai.
Pada emboli paru masif atau submasif, dimana sebagian besar pembuluh darah paru terpengaruh, hipotensi dapat terjadi karena berkurangnya aliran darah ke jantung dan berkurangnya curah jantung.[1,2,5,11]
Demam
Meskipun demam bukanlah temuan yang konsisten pada emboli paru, terkadang demam dapat terjadi karena inflamasi yang terjadi dalam patomekanisme emboli paru.[1,2,5,11]
Kelainan pada Ekstremitas
Jika emboli paru berkaitan dengan DVT, bisa tampak adanya bengkak, hangat, dan nyeri di kaki yang terkena.[1,2,5,11]
Emboli Paru Hemodinamik Tidak Stabil
Emboli paru hemodinamik tidak stabil, atau yang sebelumnya dikenal dengan terminologi emboli paru masif atau risiko tinggi, merupakan emboli paru dengan hipotensi. Pada kondisi ini, tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau turunnya tekanan darah sistolik 40 mmHg atau lebih dari ambang batas atau hipotensi yang membutuhkan vasopressor atau inotropik.[1,2,5,11]
Emboli Paru Hemodinamik Stabil
Emboli paru hemodinamik stabil merupakan spektrum dengan rentang dari gejala ringan atau asimptomatik. Kondisi ini sering dikenal juga dengan emboli paru kecil atau risiko kecil. Kondisi ini ditandai dengan hipotensi ringan yang stabil dengan terapi cairan.[1,2,11]
Skor Diagnostik
Skor diagnostik bisa digunakan untuk stratifikasi kemungkinan terjadinya emboli paru. Skor Wells dan Geneva merupakan skor probabilitas klinis emboli paru yang sering digunakan.
Skor Wells
Skor Wells merupakan skor yang dapat memudahkan klinisi dalam menentukan apakah pasien dicurigai emboli paru atau tidak. Skor ini terdiri atas 6 pertanyaan dan masing-masing memiliki skor. Jumlah skor < 2 poin maka ditentukan sebagai probabilitas emboli paru rendah. Sementara itu, skor 2–6 poin adalah probabilitas menengah, dan > 6 poin probabilitas tinggi.[1,2,11]
Tabel 1. Skor Wells
Fitur Klinis | Skor Wells |
Tanda dan gejala klinis DVT | 3 |
Kemungkinan besar diagnosis emboli paru | 3 |
Nadi > 100 kali per menit | 1,5 |
Imobilisasi minimal 3 hari atau operasi dalam 4 minggu terakhir | 1,5 |
Riwayat DVT atau emboli paru | 1,5 |
Hemoptisis | 1 |
Pengobatan keganasan dalam 6 bulan terakhir atau paliatif | 1 |
Sumber: dr. Audric Albertus, Alomedika, 2023.[1,2,11]
Skor Geneva
Skor geneva modifikasi terdiri atas 9 pertanyaan. Total poin 0–3, pasien dianggap probabilitas emboli paru rendah. Pada pasien dengan 4–10 poin probabilitas emboli paru sedang, dan > 10 poin probabilitas tinggi.[1,2,13]
Tabel 2. Skor Geneva Modifikasi
Variabel | Poin |
Umur ≥ 65 tahun | +1 |
Riwayat DVT atau emboli paru | +3 |
Operasi yang membutuhkan anestesi atau fraktur tungkai bawah dalam satu bulan terakhir | +2 |
Keganasan aktif | +2 |
Nyeri tungkai bawah unilateral | +3 |
Hemoptisis | +2 |
Nyeri pada palpasi dalam tungkai bawah dan edema unilateral | +4 |
Denyut jantung 75 – 94 kali/menit | +3 |
Denyut jantung ≥ 95 kali/menit | +5 |
Sumber: dr. Audric Albertus, Alomedika, 2023.[1,3,11]
Diagnosis Banding
Beberapa kasus dengan tanda dan gejala yang menyerupai emboli paru adalah perikarditis, infark miokard akut, dan gagal jantung kongestif.
Perikarditis
Pasien dengan perikarditis umumnya dapat datang dengan presentasi klinis yang menyerupai emboli paru, yaitu nyeri dada yang disertai sesak napas. Namun, pada pasien perikarditis dapat ditemukan friction rub perikardium saat auskultasi parasternal kiri. Selain itu, pada elektrokardiogram dapat ditemukan ST elevasi yang disertai dengan depresi PR.[2,14]
Infark Miokard Akut
Pasien infark miokard akut juga memiliki presentasi klinis seperti emboli paru, yaitu nyeri dada disertai sesak napas. Pemeriksaan biomarker jantung ditemukan meningkat pada kasus infark miokard. Selain itu, pada infark miokard akut akan ditemui kelainan pada EKG, yaitu ST elevasi atau ST depresi.[2]
Gagal Jantung Kongestif
Pasien gagal jantung kongestif juga dapat memiliki gejala klinis sesak napas yang menyerupai emboli paru. Gagal jantung kongestif kanan merupakan salah satu komplikasi dari emboli paru. Oleh karena itu, sangat sulit membedakan emboli paru dengan gagal jantung kongestif dari pemeriksaan klinis. Akan tetapi, pada pasien dengan kondisi gagal jantung kongestif tanpa emboli paru, umumnya tidak ditemukan D-dimer yang meningkat.[2]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium berupa D-dimer dan pemeriksaan pencitraan seperti Computed Tomography Pulmonary Angiography (CTPA) dapat membantu klinisi dalam menegakkan diagnosis.
Tes D-dimer
D-dimer merupakan produk degradasi dari fibrinolisis dan meningkat pada kasus trombemboli vena. Hasil pemeriksaan D-dimer yang negatif disertai dengan risiko tromboembolisme vena yang rendah dapat mengeksklusi emboli paru. Pemeriksaan ini sangat sensitif namun tidak spesifik.
Batas D-dimer pada usia > 50 tahun dihitung dengan perhitungan berdasarkan usia dikalikan 10 ug/L. Sebagai contoh, pada pasien usia 60 tahun dengan kemungkinan klinis emboli paru rendah atau sedang, kadar D-dimer < 600 ng/mL dapat mengeksklusi emboli paru. Pada pasien dengan D-dimer positif dan gejala atau risiko emboli paru, perlu dilakukan pemeriksaan pencitraan lanjutan.[2,3,15]
Computed Tomography Pulmonary Angiography (CTPA)
CTPA merupakan pencitraan paling baik dalam mendiagnosis emboli paru dengan cara melihat secara langsung thrombus pada arteri pulmonal. Gambaran emboli paru pada CTPA adalah terlihat filling defects yang berwarna keabuan pada arteri pulmonari yang sudah terisi kontras. Sensitivitas dan spesifisitas dari CTPA sendiri mencapai >95%.[2,3,15]
Ventilation-Perfusion (V/Q) Scan (Skintigrafi Paru)
Pemeriksaan ini dapat dilakukan apabila pasien tidak dapat menjalani pemeriksaan CTPA. Pemeriksaan ini melihat perfusi dan ventilasi, dimana apabila hasil perfusi normal maka emboli paru dapat dieksklusi. Namun, apabila perfusi abnormal maka pemeriksaan ventilasi dapat dilakukan. Gambaran minimal dua defek bentuk wedge yang disertai dengan ventilasi normal pada bagian yang sama menunjukkan diagnosis emboli paru.[2,3,15]
Rontgen Toraks
Pemeriksaan rontgen toraks digunakan untuk mengeksklusi diagnosis banding, seperti edema pulmoner, pneumothorax, dan pneumonia. Pada pasien emboli paru, pemeriksaan rontgen toraks sangat tidak spesifik.[2,3,15]
Magnetic Resonance Angiography
Pemeriksaan Magnetic Resonance Angiography (MRA) telah dipelajari perannya dalam diagnosis emboli paru. Namun, pemeriksaan ini sampai sekarang belum dapat direkomendasikan sebagai pemeriksaan lini awal pada emboli paru. Hal ini dikarenakan rendahnya sensitivitas dan rendahnya ketersediaan pada fasilitas kesehatan, terutama pada keadaan gawat darurat.[2,3,15]
Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi transtorasik dapat dilakukan pada pasien emboli paru dengan hemodinamik tidak stabil. Tidak ditemukannya disfungsi ventrikel kanan dapat mengeksklusi emboli paru pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil. Namun, ditemukannya disfungsi ventrikel kanan pada ekokardiografi transtoraksik memerlukan lanjutan pemeriksaan CTPA untuk konfirmasi diagnosis emboli paru.[2,3,15]
Analisis Gas Darah
Pada pasien dengan rontgen toraks normal dengan hipoksemia yang tidak dapat dijelaskan, perlu dicurigai adanya emboli paru. Pelebaran gradien alveolar-arterial untuk oksigen, alkalosis respiratori, dan hipokapnia merupakan hasil yang sering ditemukan pada analisis gas darah.
Hasil hiperkapnia, asidosis laktat atau respiratorik umumnya jarang terjadi pada emboli paru, namun dapat terjadi pada emboli paru masif yang berhubungan dengan syok obstruktif dan henti napas.[2,3,15]
Biomarker Kerusakan Miokardial
Pemeriksaan biomarker kerusakan miokardial, seperti troponin kardiak (Troponin T dan I), brain natriuretic peptide (BNP), dan N-terminal prohormone BNP (NT-proBNP) dapat ditemukan meningkat. Hasil natriuretic peptides yang meningkat menunjukkan beratnya disfungsi ventrikel kanan pada emboli paru akut.
Troponin I dan T yang meningkat digunakan pada kasus emboli paru untuk menentukan prognosis, bukan sebagai alat diagnosis.[2,3,15]
Ultrasonografi
Ultrasonografi perlu dilakukan untuk mendeteksi DVT yang umumnya merupakan sumber dari emboli paru.[2,3,15]