Diagnosis Fibrosis Paru Idiopatik
Diagnosis fibrosis paru idiopatik ditegakkan dengan bantuan high-resolution computed tomography atau HRCT dan serangkaian tes lainnya karena manifestasi klinis penyakit ini umumnya tidak spesifik. Sebelum menegakkan diagnosis fibrosis paru idiopatik, dokter harus menyingkirkan kemungkinan penyebab fibrosis paru yang lain.[1,2]
Anamnesis
Fibrosis paru idiopatik umumnya memberikan gejala yang nonspesifik atau justru tidak menimbulkan gejala (asimtomatik). Contoh gejala yang nonspesifik adalah:
- Sesak napas kronis dan progresif, yang terutama terjadi saat pasien beraktivitas
- Batuk kering (nonproduktif)
- Penurunan berat badan
- Demam subfebris
- Cepat merasa lelah (fatigue)
- Arthralgia
- Myalgia[1,2,13]
Anamnesis juga perlu menanyakan riwayat penyakit dahulu, faktor sosial, dan faktor lingkungan untuk memastikan apakah fibrosis paru yang dialami merupakan fibrosis paru idiopatik atau nonidiopatik. Beberapa faktor sosial dan lingkungan yang harus ditanyakan adalah sebagai berikut:
- Riwayat konsumsi obat dalam jangka lama
- Riwayat penyalahgunaan narkotika
- Riwayat lingkungan pekerjaan atau tempat tinggal yang berpotensi memberikan pencemaran udara akibat logam berat (asbes, silikah, kobalt), pestisida, serbuk kayu, dan kotoran burung
- Riwayat penyakit autoimun seperti rheumatoid arthritis, skleroderma, penyakit Sjogren, atau dermatomyositis[1,2]
Pemeriksaan Fisik
Dokter perlu memeriksa kondisi jantung dan paru serta memeriksa ekstremitas. Namun, pemeriksaan fisik ini kadang tidak menunjukkan hasil yang spesifik.[1,14]
Pemeriksaan Jantung
Pada auskultasi jantung, suara katup pulmonal (P2) bisa terdengar lebih keras daripada biasanya. Dokter juga mungkin menemukan murmur holosistolik akibat regurgitasi katup trikuspid. Ventrikel kanan juga dapat mengalami hipertrofi.[2]
Pemeriksaan Paru
Sekitar 20–40% pasien fibrosis paru idiopatik yang akan menjalani transplantasi paru dilaporkan mengalami hipertensi pulmonal. Auskultasi paru mungkin menemukan ronki halus bibasiler saat pasien melakukan inspirasi.[1]
Pemeriksaan Ekstremitas
Sekitar 25–50% pasien fibrosis paru idiopatik menunjukkan tanda clubbing finger pada ekstremitas atas. Pada ekstremitas bawah, dokter dapat menemukan pedal edema. Tanda lain yang melibatkan penyakit autoimun seperti pembengkakkan sendi dan ruam kemerahan pada kulit juga harus diperiksa untuk menyingkirkan kemungkinan fibrosis paru akibat penyakit lain.[1,2]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding utama yang harus dipikirkan adalah fibrosis paru nonidiopatik, yaitu fibrosis paru yang disebabkan oleh etiologi spesifik. Selain itu, dokter juga memikirkan kemungkinan penyakit paru obstruktif kronis, kanker paru, dan pneumonia.[15-20]
Fibrosis Paru Nonidiopatik
Fibrosis paru nonidiopatik memiliki gejala yang juga tidak spesifik seperti fibrosis paru idiopatik, yakni berupa sesak napas kronis progresif yang bisa disertai batuk kering.[15]
Namun, pada fibrosis paru nonidiopatik, pasien menampilkan riwayat penyakit dahulu, riwayat sosial-lingkungan, atau riwayat konsumsi obat-obatan tertentu dalam jangka panjang yang sangat menunjang terjadinya fibrosis paru nonidiopatik. Sementara itu, pada fibrosis paru idiopatik, etiologi atau faktor risiko tidak selalu ditemukan.[15]
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
Gambaran sesak napas kronis progresif yang diberikan oleh pasien PPOK hampir sama dengan yang ada pada pasien fibrosis paru idiopatik. Namun, batuk pada PPOK lebih sering berupa batuk produktif. Suara tambahan yang ditemukan pada PPOK dapat berupa ronki atau wheezing. Sementara itu, pada pasien fibrosis paru, temuan lebih sering hanya berupa ronki.[16]
Kanker Paru
Kanker paru memberikan gejala ketika sudah di tahap lanjut. Batuk pada kanker paru dapat berupa batuk berdahak atau batuk yang disertai percikan darah (hemoptisis). Selain itu, gejala paraneoplastik berupa hiperkalsemia akibat metastasis juga dapat terjadi. Gejala tersebut dapat berupa mual, penurunan nafsu makan, atau konstipasi. Gejala sistemik lain berupa penurunan berat badan signifikan juga dapat timbul pada pasien kanker paru.[17]
Pneumonia
Pneumonia dapat memberikan gejala yang hampir sama dengan fibrosis, seperti batuk dan sesak napas. Namun, pneumonia merupakan penyakit akut, sehingga gejala yang dirasakan berlangsung <7 hari. Batuk pada pneumonia juga sering bersifat produktif. Pada pemeriksaan tanda vital, dokter mungkin menemukan peningkatan suhu tubuh akibat infeksi yang sedang berlangsung.[18]
Edema Paru Akut
Sesak napas yang terjadi pada edema paru akut dapat bersifat akut maupun kronis progresif. Namun, batuk yang didapati pada pasien edema paru akut lebih sering berupa batuk produktif dengan dahak yang encer, kemerah-merahan, dan berbusa. Selain itu, dokter bisa menemukan edema pitting pada daerah tungkai dan pedis.[19,20]
Pneumonitis Hipersensitif
Pneumonitis hipersensitif terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe III atau IV. Faktor okupasi menjadi faktor risiko yang penting dalam kondisi ini. Sebagai contoh, beberapa pasien pneumonitis hipersensitif hampir selalu memiliki riwayat pekerjaan yang memiliki kontak langsung dengan alergen, seperti kotoran burung, tanaman jamur, atau keju.[21]
Sesak napas dan batuk yang dilaporkan pasien sering terjadi secara akut dan dapat memberat dengan tiba-tiba, lalu menghilang dalam 1–2 hari setelah pasien mengurangi paparan dengan alergen. Sementara itu, pada fibrosis paru idiopatik, batuk dan sesak napas dapat timbul secara terus-menerus dan tidak mereda meskipun pasien telah mengurangi paparan dengan agen yang diduga memicu fibrosis paru.[21]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan adalah high-resolution computed tomography (HRCT), pemeriksaan fungsi paru, dan uji jalan kaki selama 6 menit.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi sangat penting dalam mengonfirmasi kecurigaan fibrosis paru idiopatik. Rontgen toraks dapat memberikan gambaran fibrosis paru meskipun tidak begitu spesifik. High-resolution computed tomography (HRCT) merupakan pencitraan yang lebih disukai untuk mengonfirmasi kecurigaan fibrosis paru idiopatik.[1,2]
Pada HRCT, fibrosis paru idiopatik dapat memberikan gambaran berupa honeycomb appearance yang predominan pada basal subpleura bilateral atau justru tampak mirip dengan gambaran khas pada bronkiektasis. Opasitas retikuler perifer biasanya sering terlihat di lobus bawah. Distribusi abnormalitas radiologis lebih sering tampak di daerah peribronkovaskular, perilimfatik, serta paru bagian atas atau tengah.[1,2]
Pemeriksaan Fungsi Paru
Pemeriksaan ini dilakukan melalui spirometri untuk mengetahui apakah penyakit paru yang diderita termasuk ke dalam pola yang obstruktif atau restriktif. Pada fibrosis paru idiopatik, hasil pemeriksaan spirometri menunjukkan pola penyakit paru restriktif. Dokter dapat menemukan penurunan volume paru (ditandai dengan penurunan forced vital capacity, total lung capacity, dan functional residual capacity) dan penurunan diffusion capacity (DLCO).[1,2,22]
Forced vital capacity (FVC) dalam pemeriksaan fibrosis paru idiopatik juga dianggap sebagai faktor penting yang akan memengaruhi prognosis fibrosis paru idiopatik.[2,22]
Pemeriksaan Uji Jalan Kaki Selama 6 Menit
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kapasitas exercise fungsional dari pasien fibrosis paru idiopatik. Terjadinya desaturasi hingga <88% selama periode berjalan 6 menit dapat menjadi parameter yang dievaluasi karena berhubungan dengan risiko tinggi kematian. Heart rate recovery (HRR) juga dinilai dalam pemeriksaan ini. Adanya kegagalan penurunan HRR dalam 1–2 menit setelah uji jalan kaki selama 6 menit juga berdampak pada peningkatan risiko mortalitas pasien.[2]
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini dilakukan terutama untuk mengeksklusi adanya penyakit autoimun. Penyakit autoimun diketahui dapat menjadi suatu penyebab fibrosis paru nonidiopatik. Antinuclear antibody dan rheumatoid factor menjadi parameter pemeriksaan yang paling umum diperiksa untuk membedakan kedua jenis fibrosis paru tersebut.[1]
Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi tidak selalu harus dilakukan pada semua pasien fibrosis paru idiopatik. Pemeriksaan pasien fibrosis paru idiopatik dapat dilakukan pada kondisi di mana konfirmasi fibrosis paru idiopatik belum didapatkan dengan pemeriksaan lain. Pasien yang masih berusia muda dapat dianjurkan untuk menjalani biopsi melalui bronkoskopi untuk pengambilan sampel.[1,2]
Namun, surgical lung biopsy tetap menjadi baku emas dalam metode pengambilan sampel jaringan. Pasien fibrosis paru idiopatik dapat memberikan gambaran histologi berupa pola usual interstitial pneumonia (UIP), adanya fokus fibroblastik (deposisi kolagen interstisial disertai dengan fibroblas dan miofibroblas), area honeycomb pada subpleura, serta inflamasi interstisial.[1,2]