Penatalaksanaan Fibrosis Paru Idiopatik
Penatalaksanaan medikamentosa yang spesifik untuk fibrosis paru idiopatik belum ditemukan. Saat ini, strategi penatalaksanaan meliputi pengendalian komorbiditas, penghentian rokok, pemberian oksigen pada pasien hipoksemia, dan pemberian vaksin influenza serta pneumokokus. Umumnya, perawatan untuk pasien fibrosis paru idiopatik yang mengalami perburukan klinis dengan cepat bersifat paliatif.[1,2,23]
Berobat Jalan
Pasien fibrosis paru idiopatik yang memiliki kondisi klinis stabil dapat menjalani rawat jalan. Namun, fibrosis paru idiopatik termasuk dalam level kompetensi 1 pada standar kompetensi dokter Indonesia, sehingga perawatan perlu dilakukan di fasilitas kesehatan sekunder atau tersier oleh dokter spesialis multidisipliner, seperti dokter spesialis paru, dokter spesialis radiologi, dan dokter spesialis patologi.[24-26]
Persiapan Rujukan
Semua pasien fibrosis paru idiopatik idealnya dirujuk ke fasilitas kesehatan sekunder atau tersier yang memiliki pusat kesehatan paru (lung center). Pasien juga idealnya dipersiapkan untuk menjalani transplantasi paru sesuai indikasi, mengingat sejauh ini terapi definitif untuk kasus ini hanyalah transplantasi paru. Namun, di Indonesia, operasi ini masih sulit dilakukan.[2,23]
Dokter perlu mewaspadai eksaserbasi akut agar dapat segera menganjurkan rawat inap pada pasien jika perlu. Beberapa kriteria eksaserbasi akut adalah sebagai berikut:
- Pasien telah dikonfirmasi mengalami fibrosis paru idiopatik sebelumnya
- Pasien mengalami perburukan gejala sesak napas dalam 30 hari terakhir
- Hasil high-resolution computed tomography (HRCT) menampilkan gambaran konsolidasi atau abnormalitas ground glass yang baru di atas pola honeycomb yang pernah ditemukan sebelumnya
- Pasien mengalami perburukan hipoksemia yang diketahui dari analisis gas darah arteri
- Tidak ada bukti infeksi paru dari pemeriksaan aspirasi bronchoalveolar lavage
- Dokter telah menyingkirkan kemungkinan kondisi kronis lainnya, seperti gagal jantung sisi kiri, emboli paru, serta acute lung injury[2,23]
Medikamentosa
Sampai saat ini, belum ada terapi medikamentosa yang diberikan dengan tujuan kuratif untuk fibrosis paru idiopatik. Namun, nintedanib dan pirfenidone terbukti sebagai obat tyrosine kinase inhibitor dan antifibrotik yang dapat menahan laju progresivitas penyakit fibrosis paru idiopatik. Penelitian klinis menyimpulkan tidak ada yang lebih unggul dari kedua jenis obat tersebut, sehingga keputusan penggunaannya diambil berdasarkan toleransi pasien terhadap efek samping yang mungkin timbul.[23]
Sebelum tahun 2010, terapi fibrosis paru idiopatik juga dapat menggunakan agen antiinflamasi dan imunosupresan seperti prednisone dan azathioprine serta antioksidan seperti N-acetylcysteine. Namun, studi justru menemukan peningkatan mortalitas yang signifikan pada pasien fibrosis paru idiopatik yang diberi kombinasi ketiga obat tersebut dibandingkan pasien yang hanya menerima plasebo.[2]
Oleh karena temuan tersebut, prinsip terapi medikamentosa untuk fibrosis paru idiopatik telah bergeser dari obat antiinflamasi, imunosupresan, dan antioksidan menuju tyrosine kinase inhibitor (nintedanib) dan antifibrotik (pirfenidone).[2]
Khusus untuk gejala batuk, pasien fibrosis paru idiopatik diketahui tidak merespons obat-obatan antitusif dan antiinflamasi yang selama ini digunakan untuk meredakan keluhan batuk. Satu-satunya terapi yang terbukti pada penelitian dapat menghilangkan gejala batuk dengan cukup baik adalah cromolyn dalam bentuk inhalasi.[2]
Transplantasi Paru
Transplantasi paru merupakan satu-satunya modalitas terapi definitif pada fibrosis paru idiopatik. Di indonesia, prosedur ini masih sulit dilakukan. Namun, di negara yang telah dengan mudah menerapkan prosedur transplantasi, ada beberapa kriteria untuk bisa mendaftarkan pasien ke dalam sistem donor paru, yaitu:
- Kapasitas difusi karbon monoksida (DLCO) <39% dari nilai prediksi
- Ada penurunan forced vital capacity sebanyak ≥10% selama 6 bulan terakhir
- Ada penurunan saturasi yang dinilai dengan pulse oximetry hingga <88% selama tes berjalan 6 menit
- Ada gambaran honeycomb pada pemeriksaan HRCT dengan skor fibrosis >2[2]
Khusus pasien fibrosis paru idiopatik yang memiliki komorbiditas gastroesophageal reflux disease (GERD), prosedur juga dapat dilakukan melalui pembedahan antirefluks untuk memperbaiki kondisi GERD pada pasien. Prosedur ini terbukti dapat menahan progresivitas fibrosis paru idiopatik bila dibandingkan dengan pasien GERD yang tidak menjalani pembedahan.[23]
Terapi Suportif
Beberapa terapi suportif yang dapat diberikan pada pasien fibrosis paru idiopatik adalah sebagai berikut:
- Terapi gizi untuk mengoptimalkan indeks massa tubuh
- Olahraga ringan berupa berjalan kaki secara teratur setiap hari untuk melatih kapasitas exercise sehingga ikut meningkatkan kualitas hidup
- Terapi oksigen tambahan bagi pasien yang memiliki saturasi <88% atau PaO2 <55 mmHg
- Anjuran untuk berhenti merokok aktif maupun pasif[2,23]