Pentalaksanaan Infark Paru
Penatalaksanaan infark paru meliputi manajemen suportif dan pemberian terapi medikamentosa. Kedua prinsip terapi ini dilakukan sesuai kondisi pasien dan penyakit primer yang menjadi risiko pasien mengalami infark paru.
Medikamentosa
Pemberian obat pada kasus infark paru adalah obat antikoagulan untuk mencegah perluasan bekuan darah, dan obat trombolisis yang diberikan pada pasien dengan gagal jantung paru massif.[4,16]
Antikoagulan
Antikoagulan hanya diberikan pada pasien yang tidak memiliki risiko perdarahan aktif. Antikoagulan sistemik yang biasa diberikan yaitu low molecular weight heparin (LMWH) atau unfractionated heparin (UFH). LMWH diberikan hingga level antifaktor Xa mencapai level 0.5-1 u/ml. Sedangkan UFH diberikan dengan nilai aPTT dua kali dari nilai kontrol. Pemberian antikoagulan sistemik dapat diberikan selama 5-10 hari.[3,12]
Untuk antikoagulan jangka panjang dapat diberikan LMWH selama 6 bulan. Pasien dengan risiko emboli pulmonal dapat diberikan heparin dengan dosis inisial yaitu 80 units/kg bolus diikuti infusan berlanjut sebanyak 18 units/kg/jam atau 5,000 unit bolus.[3,12]
Alternatif heparin parenteral adalah pemberian heparin warfarin per oral, diberikan hingga mencapai nilai INR (international normalized ratio) 2-3. Dapat diberikan pada hari ke-5 setelah pemberian heparin sistemik dihentikan.[3,12]
Antikoagulan juga digunakan untuk pencegahan infark paru, yaitu dengan penanganan emboli paru dengan menerapkan manajemen antikoagulan oral langsung (Direct Oral AntiCoagulants/DOACs).[13,14]
Peran DOACs sebagai alternatif adalah karena pemberian per oral lebih mudah, onset cukup cepat, interaksi obat dengan makanan yang minimal, farmakokinetik yang sudah jelas, follow up penggunaan yang minimal, risiko perdarahan yang lebih rendah, dan efek terapi yang sebanding. DOACs yang dapat digunakan adalah direct thrombin inhibitor (dabigatran etexilate) dan direct factor Xa inhibitors (rivaroxaban, apixaban, edoxaban).[13,14]
Trombolisis
Trombolisis digunakan setelah faktor risiko emboli pulmonal dikonfirmasi oleh tindakan angiografi pulmonal. Jenis trombolisis yang digunakan yaitu streptokinase dan alteplase. Dosis alteplase yang digunakan yaitu 100 mg IV, diberikan selama 2 jam. Bila nilai PTT atau thrombin time kembali <2x normal, berikan alteplase per oral pada akhir pemberian IV.[3,15]
Terapi Suportif
Prinsip terapi suportif pada infark paru adalah mempertahankan fungsi kardiopulmonal. Dapat dilakukan ventilasi mekanik untuk mendukung sistem respirasi. Terapi untuk mempertahankan fungsi kardiak dapat diberikan agen inotropik seperti dopamin dan dobutamin. Transfusi dengan packed red cells (PRC) dapat memperbaiki oksigenasi, dan membantu mempertahankan fungsi kardiopulmonal.[3]
Pada anak-anak dengan sickle cell disease yang datang dengan keluhan gangguan paru-paru, dapat diberikan antibiotik golongan makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin) dan sefalosporin (cefadroxil).[3]
Pembedahan
Tindakan pembedahan yang dapat dilakukan pada infark paru yaitu embolektomi dan pemasangan filter vena kava. Embolektomi dilakukan pada pasien dengan gagal jantung berat dan pemberian trombolisis tidak dapat dilakukan akibat waktu yang sedikit atau adanya kontraindikasi.[3,6]
Pemasangan filter vena cava dilakukan untuk mencegah emboli berulang atau untuk mencegah emboli masuk sirkulasi pulmonal. Indikasi pemasangan filter yaitu apabila ada kontraindikasi untuk pemasangan antikoagulan dan emboli pulmonal berulang setelah pemberian antikoagulan yang cukup.[3,6]
Rujukan
Pasien yang dicurigai kearah infark paru dan datang ke fasilitas kesehatan primer harus dirujuk ke fasilitas kesehatan dengan fasilitas lengkap untuk evaluasi lebih lanjut dan penatalaksanaan. Selain itu adanya dokter anak, dokter penyakit dalam, dokter bedah, dan adanya dokter radiologi yang dapat mengevaluasi, memberikan tindakan, dan menegakan diagnosa dari infark paru.[3,6]