Penatalaksanaan Arteritis Temporal
Penatalaksanaan arteritis temporal yang utama adalah penggunaan kortikosteroid dosis tinggi. Arteritis temporal merupakan keadaan darurat karena ancaman kehilangan penglihatan. Prinsip tata laksana arteritis temporal adalah melindungi penglihatan, membatasi kerusakan organ lainnya, dan meminimalkan toksisitas dan morbiditas karena pemakaian kortikosteroid.[3]
Terapi Farmakologi
Kortikosteroid adalah pengobatan pilihan untuk pasien dengan dugaan arteritis temporal. Pedoman BSR (British Society for Rheumatology) dan EULAR (European League Against Rheumatism) saat ini menyarankan pengobatan segera menggunakan prednison 1 mg/kg sampai maksimum 60 mg/hari. Hal ini untuk mengurangi risiko komplikasi iskemik, terutama untuk mencegah kehilangan penglihatan. Bagi mereka yang tidak memiliki gejala iskemik kranial, dosis awal 40 mg/hari dianggap cukup memadai.
Regimen pengurangan atau tapering dosis bersifat empiris. Panduan BSR merekomendasikan pengurangan kortikosteroid selama sekitar 1–2 tahun disesuaikan dengan respon klinis. Regimen penurunan dosis kortikosteroid yang disarankan oleh BSR:
- 40-60 mg prednisone sampai gejala dan hasil laboratorium normal (2-4 minggu)
- Pengurangan dosis 10 mg setiap 2 minggu sampai 20 mg
- Pengurangan dosis 2,5 mg setiap 2-4 minggu sampai 10 mg
- Pengurangan dosis 1 mg setiap 1-2 bulan jika tidak ada relaps[3]
Pertimbangkan pemberian aspirin 75 mg kepada semua pasien dengan arteritis temporal untuk dapat mengurangi kejadian komplikasi neurovaskular. Pertimbangkan pemberian obat proteksi lambung dengan penghambat pompa proton, serta lakukan pemindaian kepadatan tulang dan pemberian obat pencegahan pengeroposan tulang bagi mereka yang membutuhkan steroid jangka panjang.[10]
Pemantauan
Pasien dilakukan pemantauan pada minggu ke-0, 1, 3, 6, dan tiap tiga bulan setelahnya pada tahun pertama. Setelah bulan ketiga pemantauan, dapat dilakukan perawatan bersama melibatkan layanan kesehatan primer.[10]
Pemantauan Komplikasi dan Efek Samping Obat
Pada setiap pemantauan, perlu ditanyakan tentang gejala klinis, komplikasi vaskular, dan komplikasi yang disebabkan karena steroid seperti diabetes melitus, glaukoma, dan osteoporosis.[10]
Mereka yang berisiko tinggi terhadap terapi kortikosteroid yang lebih lama atau sering relaps yaitu pada kelompok wanita, menderita artritis perifer, penanda inflamasi awal yang tinggi, dan mereka yang memiliki bukti keterlibatan pembuluh darah besar.
Penggunaan kortikosteroid jangka panjang, juga memungkinkan terjadi efek samping yang signifikan. Efek samping yang dapat terjadi karena efek jangka panjang kortikosteroid termasuk penampilan cushingoid, penambahan berat badan dan atrofi kulit. Ada juga penyakit penyerta yang dapat diperburuk oleh terapi kortikosteroid, termasuk diabetes, glaukoma, dan osteoporosis.[3]
Pemeriksaan Laboratorium
British Society of Rheumatology (BSR) merekomendasikan pemeriksaan hitung darah lengkap, penanda inflamasi, urea dan elektrolit darah, dan glukosa pada setiap kunjungan. Penanda inflamasi yang tinggi dengan gejala klinis mengindikasikan adanya flare.
Lakukan pemeriksaan rontgen toraks kepada semua pasien dengan diagnosis arteritis temporal untuk memantau adanya aneurisma aorta 2 tahun sekali. Jika ada kecurigaan aneurisma aorta, lakukan echocardiogram.[10]
Penulisan pertama oleh: dr. Agnes Tjakrapawira