Diagnosis Angina Ludwig
Diagnosis Angina Ludwig dilakukan melalui tanda selulitis pada leher, kesulitan menelan dan berbicara, serta dapat disertai trismus. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang tepat umumnya cukup untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan tambahan dapat dilakukan untuk mengetahui derajat keparahan infeksi atau apakah terbentuk abses yang membutuhkan tata laksana tambahan.[3,8]
Kriteria Diagnosis
Pada tahun 1939, Grodinsky membuat kriteria diagnosis yang digunakan untuk menegakkan diagnosis Angina Ludwig. Grodinsky menyebutkan bahwa pada kasus Angina Ludwig harus ditemukan adanya
Selulitis, bukan abses, pada rongga submandibular, mengenai lebih dari satu rongga dan biasanya bersifat bilateral
- Menyebabkan gangren dengan infiltrasi serosanguinus dan busuk, tetapi hanya terdapat sedikit pus
- Melibatkan jaringan ikat, fascia dan otot, tetapi tidak melibatkan struktur kelenjar
- Menyebar secara kontinu, tetapi tidak menyebar secara limfatik[3,9,11]
Anamnesis
Pasien Angina Ludwig biasanya datang dengan keluhan bengkak di leher yang bilateral atau “bull neck”. Bengkak dapat disertai dengan nyeri pada leher, demam, dan menggigil. Beberapa pasien mengeluhkan sulit berbicara karena elevasi lidah, odinofagia dan disfagia. Pada beberapa kasus yang lebih jarang, pasien mengeluhkan nyeri pada mulut.
Suara serak, mengeces, pembengkakan lidah, kekakuan leher dan nyeri tenggorokan juga merupakan keluhan yang umum. Pasien juga dapat mengeluhkan gejala tidak spesifik yang berkaitan dengan respons inflamasi seperti demam, malaise, dan kelemahan. Pada anamnesis riwayat penyakit seringkali didapatkan riwayat nyeri gigi maupun ekstraksi gigi.[3,6,8]
Pasien juga dapat mengeluhkan nyeri pada rahang, trismus, dan elevasi lidah. Elevasi lidah yang terjadi pada pasien disertai dengan nyeri. Elevasi ini juga menyebabkan pasien mengalami kesulitan menelan. Elevasi lidah yang terjadi akibat pembesaran rongga di bawahnya, kemudian menyebabkan pergeseran pangkal lidah dan berpotensi untuk menutup jalan napas pasien.[1,3]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan Angina Ludwig ditemukan tanda selulitis berupa pembengkakan leher bagian atas, nyeri, kemerahan, serta kekakuan leher. Selain itu, dapat juga ditemukan indurasi bilateral karena pembengkakan pada daerah submandibular dan krepitus. Biasanya tidak ditemukan limfadenopati.
Pada pemeriksaan rongga oral dapat ditemukan adanya pembengkakan dasar mulut dan bengkak pada gigi yang mengalami infeksi. Dapat pula ditemukan trismus bila infeksi meluas pada rongga parafaringeal.
Bila terjadi obstruksi jalan napas dapat ditemukan adanya stridor, dispnea dan takipnea. Pada kasus dengan hipoksia yang berkepanjangan dapat menyebabkan kebingungan dan penurunan kesadaran.[3,8]
Diagnosis Banding
Angina Ludwig dapat didiagnosis banding dengan abses rongga mulut, epiglotitis dan angioedema atau hematoma submandibular.
Abses Rongga Mulut
Abses peritonsilar, abses retrofaringeal, dan abses submandibula dapat dibedakan dari Angina Ludwig berdasarkan lokasi pembengkakan yang terjadi. Selain itu, Angina Ludwig juga biasanya tidak membentuk abses.
Diagnosis Banding Lain
Angina Ludwig juga dapat didiagnosis banding dengan epiglotitis dan angioedema atau hematoma submandibular. Pada epiglotitis akan didapatkan tanda peradangan pada epiglotis. Angioedema umumnya dipicu reaksi alergi, sedangkan hematoma submandibula dapat disebabkan trauma.
Diagnosis banding lain yang perlu dipikirkan adalah keganasan oral. Akan tetapi, keganasan dapat disingkirkan melalui biopsi serta manifestasi lainnya seperti jaringan yang lebih rapuh serta penurunan berat badan signifikan yang tidak direncanakan.[8,9]
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Angina Ludwig umumnya dapat ditegakkan secara klinis. Pemeriksaan penunjang jarang diperlukan.
Pada kasus dengan septikemia dapat dilakukan kultur darah untuk menentukan agen penyebab. Pemeriksaan kultur langsung untuk menentukan agen penyebab Angina Ludwig sulit untuk dilakukan karena pada Angina Ludwig jarang terbentuk abses yang dapat diaspirasi dan dikultur.[2,8]
Pemeriksaan CT scan dengan kontras dapat dilakukan untuk mengetahui keparahan infeksi termasuk untuk menentukan apakah terbentuk abses dan lokasinya. Tujuannya adalah untuk menentukan pendekatan operatif apabila diperlukan.[3,8,9]
Selain itu, CT scan juga dilakukan untuk menilai beratnya obstruksi jalan napas yang terjadi. Akan tetapi, sebelum melakukan pemeriksaan ini, lakukan penilaian jalan napas terlebih dulu, karena posisi supinasi saat melakukan CT scan dapat merubah obstruksi parsial menjadi obstruksi komplit.
Pencitraan yang lebih sederhana dengan USG dapat dilakukan untuk menentukan apakah terbentuk abses. Abses yang berukuran kecil sulit diidentifikasi dengan USG.[3,8,9]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli