Diagnosis Ruptur Vesika
Diagnosis ruptur vesika meliputi anamnesis dari tanda dan gejala, mekanisme trauma, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis. Selain penyebab iatrogenik, pasien dengan tanda dan gejala ruptur vesika kemungkinan memiliki riwayat trauma pelvis akibat kecelakaan atau trauma tumpul pada area perut bawah.[3]
Anamnesis
Anamnesis pada pasien yang dicurigai menderita ruptur vesika harus meliputi mekanisme trauma, seperti:
- Riwayat kecelakaan atau tabrakan kendaraan bermotor karena benturan langsung atau tidak langsung dengan roda kemudi atau sabuk pengaman
- Riwayat cedera deselerasi akibat jatuh dari ketinggian dan mendarat di tanah yang keras
- Riwayat serangan atau pukulan ke perut bagian bawah
- Riwayat luka tusuk benda tajam atau tembakan dengan kecepatan tinggi pada area suprapubik[3]
Tanda klinis dari ruptur vesika relatif tidak spesifik. Sebagian besar pasien datang dengan trias gejala gross hematuria, nyeri suprapubik, dan kesulitan atau tidak mampu berkemih. Hematuria gross adalah ciri khas dari ruptur vesika, tetapi tidak spesifik. Hampir setiap ruptur vesika (98%) disertai hematuria gross.
Namun, pada 5–15% kasus, hematuria bersifat mikroskopis. Kebanyakan pasien dengan ruptur kandung kemih mengeluhkan nyeri suprapubik atau perut bawah, tetapi banyak yang masih bisa berkemih. Kemampuan untuk buang air kecil belum dapat menyingkirkan kemungkinan ruptur vesika.[3,7]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat dimulai dengan tanda vital dan dilanjutkan dengan pemeriksaan abdomen. Pada inspeksi abdomen mungkin terdapat hematoma dan distensi suprapubik, perhatikan pula jika ada luka tusuk. Pada palpasi didapatkan distensi, guarding, atau rebound tenderness.
Tidak adanya bising usus dan tanda-tanda iritasi peritoneal menunjukkan kemungkinan ruptur vesika intraperitoneal. Pemeriksaan rektal harus dilakukan untuk menyingkirkan cedera rektal, dan pada pria, untuk mengevaluasi lokasi prostat. Jika prostat ditemukan "high riding" atau meninggi, gangguan uretra proksimal harus dicurigai.
Dalam keadaan tabrakan kendaraan bermotor atau crush injury, palpasi bilateral dari tulang panggul dapat menunjukkan kelemahan atau mobilitas yang abnormal, yang menunjukkan adanya fraktur open book atau gangguan pada korset panggul. Jika ada darah di meatus uretra eksterna, patut dicurigai adanya cedera uretra.[3,7]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding ruptur vesika adalah trauma pada traktus urinarius lainnya, seperti ginjal, ureter dan uretra. Trauma organ traktus urinarius dapat memberikan tanda dan gejala yang serupa, seperti hematuria (gross atau mikroskopik), nyeri perut bawah, dan kesulitan berkemih. Untuk menyingkirkan diagnosis banding, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang.[7,11]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat berupa pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi, seperti sistografi dan computed tomography (CT).
Pemeriksaan Laboratorium
Dalam periode subakut, kadar kreatinin serum dapat membantu menegakkan diagnosis ruptur vesika. Dengan tidak adanya gagal ginjal akut dan obstruksi traktus urinarius, peningkatan kreatinin serum dapat menjadi indikasi kebocoran saluran kemih dengan reabsorpsi sistemik dari kreatinin yang diekskresikan.
Namun, tingkat kreatinin saja tidak dapat menjadi parameter dan dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut bila ada kecurigaan ruptur vesika.[3] Pada pemeriksaan urinalisis akan memberikan hasil gross hematuria.[1]
Computed Tomography Imaging
Pemeriksaan CT adalah pemeriksaan pilihan pertama yang dilakukan pada pasien dengan trauma abdomen karena hasil yang cepat dan memungkinkan pemeriksa untuk mengenali struktur panggul lainnya.[1] Potongan cross sectional pelvis dapat memberikan informasi mengenai status organ pelvis dan struktur tulang.
Gambaran CT tanpa kekeruhan/ opacification vesika urinaria menandakan sentinel clot sign yang berbatasan dengan bladder dome yang menunjukkan cedera. Hasil ini memiliki sensibilitas sebesar 84%. Pemeriksaan CT, khususnya CT sistografi, juga telah menggantikan foto polos atau sistografi fluoroskopi sebagai alat yang paling sensitif untuk mengidentifikasi perforasi vesika.[6]
CT sistografi dilakukan dengan mengisi vesika urinaria dengan kontras melalui kateter uretra (setelah cedera uretra disingkirkan) dan melakukan CT scan abdominopelvis nonkontras untuk melihat ekstravasasi. Pencitraan dengan cara ini mampu mendeteksi perforasi halus dan sering kali dapat dengan jelas menentukan apakah kebocoran tersebut intraperitoneal atau ekstraperitoneal.[1,3]
Sistografi
Meskipun sebagian besar pasien trauma dengan ruptur vesika dapat mengalami beberapa cedera sekaligus dan modalitas CT merupakan pemeriksaan pertama untuk mengevaluasi trauma, terkadang hasil yang didapatkan masih inkonklusif. Pada kasus tersebut, dibutuhkan pemeriksaan sistografi.
Sistogram yang dilakukan dengan benar terdiri dari film ginjal-ureter-kandung kemih yang diikuti oleh gambaran dari sisi anteroposterior (AP) dan oblik dari vesika urinaria yang diisi dengan kontras serta film AP lain yang diperoleh setelah drainase kontras. Sistografi dapat dilakukan jika cedera uretra dapat disingkirkan dan kateter uretra dapat dipasang.[3] Sistografi dapat memberikan akurasi sebesar 85–100% jika dilakukan sesuai prosedur.[12]