Penatalaksanaan Spermatokel
Penatalaksanaan spermatokel yang besar dengan keluhan adalah eksisi atau aspirasi dengan atau tanpa skleroterapi. Observasi disarankan untuk spermatokel berukuran kecil yaitu <1 cm, asimtomatik, dan tanpa komplikasi. Tindakan eksisi juga diindikasikan untuk spermatokel berukuran besar yang dicurigai neoplasma.[2,3,9]
Medikamentosa
Tata laksana medikamentosa untuk spermatokel adalah simtomatik, misalnya dengan analgesik pada pasien dengan keluhan nyeri. Pilihan analgesik oral yang diberikan antara lain paracetamol dan ibuprofen.
Tidak ada penatalaksanaan medikamentosa definitif untuk spermatokel. Pemberian antibiotik diindikasikan apabila dicurigai adanya spermatokel dengan infeksi bakterial.[3,20]
Pembedahan
Penatalaksanaan pembedahan dapat dilakukan dengan spermatokelektomi atau aspirasi dengan atau tanpa skleroterapi. Spermatokelektomi dapat disarankan untuk semua pasien spermatokel. Tindakan skleroterapi lebih disarankan untuk pasien yang tidak ingin memiliki keturunan karena agen sklerosan berisiko menyebabkan infertilitas.[3]
Spermatokelektomi
Pilihan utama dalam pembedahan pada spermatokel adalah spermatokelektomi melalui pendekatan transscrotal. Spermatokelektomi bertujuan untuk memisahkan massa kistik, kemudian dikeluarkan. Penatalaksanaan ini diindikasikan untuk spermatokel dengan gejala nyeri, berukuran besar, atau terdapat kemungkinan adanya diagnosis tumor atau neoplasma.[1,3]
Spermatokelektomi dimulai dengan membuat insisi midline atau transversal pada skrotum. Disarankan untuk melakukan diseksi tajam sehingga dapat dilakukan eksisi spermatokel tanpa mobilisasi yang berlebihan pada epididimis dan testis. Eksisi dilakukan tanpa membuka kista. Jika spermatokel mengalami adhesi yang banyak dan sulit untuk melakukan diseksi, epididimektomi parsial atau total lebih disarankan.[1]
Aspirasi dengan Skleroterapi
Aspirasi dengan skleroterapi dapat menjadi pilihan alternatif terhadap eksisi spermatokel. Akan tetapi, beberapa bukti menunjukkan bahwa skleroterapi tidak begitu efektif. Skleroterapi memiliki risiko epididimitis akibat agen kimia, serta kerusakan epididimis yang dapat mempengaruhi fertilitas. Aspirasi spermatokel dilakukan bersamaan dengan skleroterapi. Aspirasi spermatokel saja tanpa skleroterapi berhubungan dengan angka rekurensi yang tinggi.[3,9]
Keberhasilan skleroterapi dipengaruhi oleh agen sklerosan yang digunakan dan berapa kali tindakan dilakukan. Berbagai agen sklerosan telah digunakan dengan tingkat kesuksesan yang bervariasi mulai 30–100%.
Agen sklerosan yang dapat digunakan adalah tetrasiklin, phenol, sodium tetradecyl sulfate (STS), kuinin, polidocanol, dan ethanolamine oleate. Akan tetapi, tidak ada bukti yang menunjukkan salah satu agen sebagai pilihan terbaik dan belum ada standar pemberian dosis untuk mencapai hasil maksimal.[3,17]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli