Teknik Pembuatan Surat Kematian
Teknik pembuatan surat kematian merujuk pada International Form of Medical Certificate of Cause of Death yang dirilis WHO. Selain itu, masing-masing negara juga memiliki format pengisian surat kematian masing-masing. Di Indonesia, petunjuk pengisian dikeluarkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Badan Litbang Kemkes RI).[2-4]
Surat kematian di Indonesia terdiri dari lima lembar berwarna putih, biru, kuning, merah, dan hijau. Lembar 1 dan 2 adalah surat keterangan kematian (SKK), sedangkan lembar 3, 4, dan 5 adalah formulir keterangan medis penyebab kematian (FKPK).[3]
Pada umumnya, surat kematian ditulis menggunakan pulpen. Tulisan dalam bentuk huruf balok dan ditekan keras sehingga menembus ke lembar kelima. Tidak boleh ada coretan maupun hapusan. Semua bagian harus diisi tanpa terkecuali.[3,6]
Ketika seseorang meninggal secara wajar, data mengenai kematian (untuk FKPK) bisa didapat dari autopsi medis, rekam medis, atau autopsi verbal. Sementara itu, pada kematian yang dicurigai tidak wajar, data bisa didapat dari autopsi verbal, autopsi eksternal, atau autopsi forensik. Autopsi forensik menghasilkan visum et repertum.[3]
Autopsi verbal adalah penelusuran rangkaian peristiwa, keadaan, gejala, dan tanda penyakit yang mengarah pada kematian melalui wawancara dengan keluarga atau pihak lain yang mengetahui kondisi sakit atau peristiwa kematian almarhum.[1]
Surat Keterangan Kematian (SKK)
SKK berisi data identitas jenazah dan pernyataan waktu, usia, tempat meninggal, serta rencana pemulasaran. SKK digunakan untuk keperluan izin pemulasaran, pembuatan akta kematian, dan lain-lain. SKK dapat diserahkan kepada pihak keluarga atau kepada yang mewakilkan.[3]
Isi semua bagian SKK dengan cara mengisi kotak, melingkari, atau menuliskan pada tempat yang tersedia. SKK harus ditandatangani oleh dokter yang telah melakukan pemeriksaan dan menyatakan orang tersebut meninggal. Tuliskan nama dan jabatan dokter serta bubuhkan cap instansi.[3]
Formulir Keterangan Penyebab Kematian (FKPK)
Penyebab kematian adalah penyakit atau cedera yang menginisiasi rangkaian kejadian yang berujung secara langsung pada kematian atau kejadian kecelakaan maupun kekerasan yang menghasilkan cedera yang bersifat fatal. Penyebab kematian ditulis berdasarkan International Classification of Diseases (ICD) terbaru yang dikeluarkan oleh WHO.[2]
Format FKPK berisi penyebab kematian dan interval masing-masing onset penyebab dengan waktu kematian. Apabila waktu onset penyebab tidak diketahui secara pasti, sebaiknya ditulis sebagai “tidak diketahui” atau “kira-kira”. Bagian penyebab kematian yang diisi sesuai ICD akan terbagi menjadi dua bagian.
Bagian I
Pada bagian I (direct or immediate cause of death) dijelaskan rangkaian kejadian yang berujung pada kematian. Rangkaian kejadian tersebut ditulis berurutan secara terbalik dari penyebab langsung kematian. Apabila terdapat beberapa kemungkinan, penyebab kematian ditulis berdasarkan pendapat klinis terbaik dokter. Bagian ini dibagi menjadi beberapa baris.[2,4,5]
Pada FKPK Indonesia, terdapat empat baris yaitu I(a) sampai I(d). I(a-c) adalah intervening or antecedent cause of death. Sedangkan I(d) atau underlying cause of death (UCoD) adalah penyakit awal yang memulai perjalanan penyakit, kecelakaan, atau kekerasan yang berujung pada kematian. Penyebab kematian paling awal di baris I(d) merupakan penyebab kematian yang dilaporkan sesuai ICD pada registri penyebab kematian.[3]
Cara Pengisian Tiap Baris:
Pada baris pertama atau paling atas, yaitu I(a), ditulis penyakit atau kondisi yang merupakan penyebab langsung kematian. Apabila kondisi I(a) merupakan konsekuensi dari kondisi lain, kondisi tersebut ditulis pada baris I(b). Apabila kondisi I(b) disebabkan oleh kondisi lain, kondisi tersebut ditulis pada baris I(c), dan seterusnya. Baris I(a) harus selalu terisi.[2]
Apabila etiologi dari penyebab kematian hanya satu, tulis etiologi tersebut pada baris I(d) dengan baris I(b) dan I(c) dikosongkan. Apabila etiologi dari penyebab kematian ada dua, tulis etiologi tersebut pada baris I(b) lalu I(d), sehingga I(c) dikosongkan.[3]
Sebanyak apa pun kondisi yang berhubungan dengan kematian, semuanya harus ditulis secara lengkap. Masing-masing baris berisi satu kondisi. Baris teratas yaitu I(a) merupakan kondisi paling akhir yang terjadi sebelum kematian. Sedangkan baris terakhir berisi kondisi paling awal yang memulai rangkaian kejadian dari kondisi kesehatan normal menuju kematian.[2]
Contoh:
Perdarahan otak – 1 hari
Disebabkan oleh
Hipertensi – 2 tahun
Disebabkan oleh
Pielonefritis kronik – 4 tahun
Disebabkan oleh
Adenoma prostat (UCoD) – 7 tahun
Kejadian terminal (misalnya henti jantung atau henti napas) sebaiknya tidak digunakan. Apabila mekanisme kematian dirasa penting, dapat tetap ditulis pada baris I(a) dengan penyebabnya ditulis pada baris berikutnya (contohnya serangan jantung (I(a)) disebabkan oleh aterosklerosis arteri koroner (I(b)).[4]
Kondisi yang Perlu Dijelaskan Lebih Lanjut:
Berdasarkan Badan Litbang Kemkes RI, terdapat 10 pantangan diagnosis yang tidak boleh ditulis tanpa penjelasan etiologi lebih lanjut, yaitu hipertensi, hipotensi, gagal organ vital, henti organ vital, senilitas, aterosklerosis, diabetes mellitus, asfiksia, berat badan lahir rendah, dan cedera.[3]
Apabila kegagalan sistem organ seperti gagal ginjal atau gagal jantung kongestif merupakan penyebab kematian, etiologi kegagalan tersebut harus ditulis di bawahnya. Contohnya, gagal ginjal (I(a)) disebabkan oleh diabetes melitus tipe I (I(b)).[4]
Apabila kematian disebabkan oleh kekerasan atau keracunan, tulis deskripsi singkat mengenai penyebab eksternalnya pada baris berikutnya. Apabila almarhum berusia tua, sebisa mungkin tetap tulis rangkaian etiologi yang jelas.[2]
Apabila menulis neoplasma, sertakan juga: (1) lokasi primer atau lokasi primer tidak diketahui; (2) jinak atau maligna; (3) tipe sel atau tipe sel tidak diketahui; (4) derajat neoplasma; dan (5) bagian atau lobus organ yang terlibat. Contohnya, karsinoma sel skuamosa primer berdiferensiasi baik, paru-paru, lobus superior sinistra.[4]
Pada kematian bayi usia 0–6 hari (termasuk bayi lahir mati) harus dijelaskan penyebab utama dan lainnya dari sisi maternal maupun sisi janin. Prematuritas tidak boleh ditulis tanpa menjelaskan penyebab dari prematuritas tersebut. Contohnya, hyaline membrane disease; disebabkan oleh prematuritas 28 minggu; disebabkan oleh solusio plasenta; disebabkan oleh trauma tumpul pada abdomen ibu.[4]
Apabila etiologi kematian tidak diketahui, baris berikutnya sebaiknya tidak dikosongkan tetapi ditulis “tidak diketahui”, “tidak dapat ditentukan”, “etiologi tidak spesifik”, atau “probable”. Hal ini dilakukan agar jelas bahwa evaluasi etiologi sudah dilakukan, bukan diabaikan.[4]
Bagian II
Pada bagian II, dokter perlu menulis kondisi lain yang berkontribusi secara signifikan terhadap kematian tetapi tidak berhubungan secara langsung dengan penyakit atau kondisi yang menyebabkan kematian.[2]
Terdapat beberapa kasus yang sulit dibedakan antara bagian I dan bagian II-nya. Bagian I menceritakan rangkaian kejadian di mana masing-masing kondisi merupakan konsekuensi dari kondisi di baris bawahnya. Ketika ditemukan kondisi yang tidak cocok dimasukkan dalam rangkaian tersebut, dapat dimasukkan ke dalam bagian II.[2]
Pada format sertifikat penyebab kematian yang dikeluarkan oleh CDC, terdapat bagian tambahan berupa pertanyaan tertutup, yaitu:
- Apakah autopsi dilakukan?
- Apakah temuan autopsi dapat mengisi penyebab kematian secara lengkap?
- Apakah konsumsi rokok berkontribusi terhadap kematian?
- Jika wanita, apakah hamil saat kematian, hamil 42 hari menjelang kematian, hamil dalam 43 hari sampai 1 tahun menjelang kematian, atau kondisi kehamilan dalam satu tahun terakhir tidak diketahui?
- Apakah kematian terjadi secara alami, terjadi karena kecelakaan, bunuh diri, pembunuhan, masih dalam investigasi, atau tidak dapat ditentukan?[4]