Pendahuluan Pemeriksaan Buta Warna
Pemeriksaan buta warna adalah pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi defisiensi penglihatan warna yang disebabkan baik oleh kelainan herediter atau kelainan yang didapat. Pemeriksaan buta warna merupakan bagian dari pemeriksaan neurooftalmologi. Hingga kini, belum ada konsensus yang menentukan jenis pemeriksaan buta warna yang paling ideal.[1,2]
Penglihatan warna adalah kemampuan mata untuk mendeteksi dan membedakan sinar-sinar dengan panjang gelombang yang berbeda. Penglihatan warna bergantung pada 3 jenis fotoreseptor sel kerucut yakni sel kerucut biru (tritan atau s cones), sel kerucut hijau (deuteran atau m cones), dan sel kerucut merah. Penglihatan warna yang normal membutuhkan ketiga jenis sel kerucut tersebut yang berfungsi normal untuk memadukan ketiga warna primer.[3,4]
Indikasi pemeriksaan buta warna umumnya adalah sebagai persyaratan dasar untuk mendaftar sekolah atau institusi tertentu seperti angkatan laut, akademi penerbangan, farmasi, kedokteran, teknik mesin, dan profesi lainnya yang membutuhkan penglihatan warna yang normal.
Indikasi lain pemeriksaan buta warna adalah skrining buta warna herediter, bila ditemukan kelainan pada pemeriksaan fundus, pasien yang mengeluhkan gangguan penglihatan warna yang baru saja terjadi, dan sebagai pemeriksaan pelengkap untuk pemeriksaan visus.[2,4]
Pemeriksaan buta warna secara garis besar mengklasifikasikan pasien menjadi trikromatik (penglihatan warna normal), dikromatik (buta warna akibat tidak adanya salah satu jenis sel kerucut), anomali trikromatik (gangguan fungsi salah satu sel kerucut), dan monokromatik (hanya sel kerucut biru dan sel batang).
Teknik pemeriksaan buta warna yang masih dilakukan sampai sekarang ini dapat berupa plates pseudoisokromatik, pemeriksaan panel (membedakan dan menyusun warna), pemeriksaan lentera, anomaloskopi, dan pemeriksaan dengan komputer.
Plate pseudoisokromatik yang paling banyak dan paling mudah digunakan adalah pemeriksaan Ishihara. Pemeriksaan Ishihara dapat mendeteksi buta warna merah-hijau.
Pemeriksaan panel seperti Farnsworth-Munsell 100 hue test dan Farnsworth Panel D-15 mengharuskan pasien menyusun tablet-tablet berwarna sesuai hue warna secara berurutan. Pemeriksaan panel membutuhkan waktu pemeriksaan yang lebih lama, namun dapat menentukan klasifikasi dan tingkat keparahan buta warna yang dialami pasien.[2,5,6]
Pemeriksaan lentera yang masih ada sampai sekarang adalah lentera Clinical, Aviation, and Maritime (CAM) yang menggunakan lampu-lampu menyerupai sinyal di angkatan udara atau laut. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi buta warna, namun kurang akurat dalam klasifikasi dan derajat buta warna.
Pemeriksaan buta warna menggunakan anomaloskopi adalah instrumen standar untuk pemeriksaan buta warna merah-hijau. Pemeriksa membutuhkan pelatihan khusus untuk dapat melakukan interpretasi hasil anomaloskopi dan tidak banyak fasilitas kesehatan yang memiliki alat pemeriksaan ini.[7-9]
Pemeriksaan buta warna dengan komputer berupa Color Assessment and Diagnostic Test (CAD Test) dan Cambridge Color Test (CCT) merupakan teknik pemeriksaan buta warna yang cukup baru. Pemeriksaan CAD Test dikembangkan untuk menggantikan pemeriksaan anomaloskopi. Pemeriksaan buta warna dengan komputer memberikan hasil secara otomatis dan dapat melakukan klasifikasi buta warna beserta tingkat keparahannya.[10]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja