Teknik Pemeriksaan Mata Eksternal
Teknik pemeriksaan mata eksternal cukup sederhana dan dilakukan tanpa membutuhkan alat yang bersifat invasif. Namun, sebelum mengetahui teknik pemeriksaan mata eksternal, seorang klinisi perlu memahami anatomi normal mata bagian eksternal dulu.
Anatomi Mata
Mata bagian eksternal terdiri dari alis, palpebra, apparatus lakrimalis, konjungtiva, kornea, sklera, iris, dan pupil, termasuk juga nodus limfatik dan arteri temporalis. [3,4] Sistem limfatik mata bagian medial mengalir ke nodus limfatik submandibular, sedangkan bagian lateral mengalir ke nodus limfatik preaurikular dan nodus cervicalis profunda. Di bagian lateral mata, area pelipis terdapat arteri temporalis. Adanya nyeri tekan atau penurunan pulsasi pada arteri temporalis merupakan salah satu kriteria diagnosis Giant Cell Arteritis (GCA) atau arteritis temporal.[7,8]
Persiapan Pasien
Persiapan pasien dalam pemeriksaan mata bagian eksternal pertama-tama adalah melakukan anamnesis mengenai keluhan pasien. Anamnesis meliputi keluhan utama dan tambahan, riwayat penyakit, penggunaan obat-obatan, serta alergi. Riwayat penyakit sistemik yang sifatnya kronis, seperti diabetes mellitus, hipertensi, gangguan tiroid, dan penyakit yang diturunkan, dapat mempengaruhi mata. Riwayat penyakit keluarga, tempat tinggal, dan pekerjaan juga perlu diketahui karena dapat menjadi faktor risiko gangguan pada mata. Misalnya, pterygium memiliki faktor risiko berupa bekerja pada alam terbuka dan paparan sinar ultraviolet dalam jangka waktu lama dan sering.[3,33]
Pada anak-anak, anamnesis akan dilakukan lebih banyak pada orang tua atau caregiver. Anamnesis pada anak-anak mirip dengan anamnesis pada orang dewasa, namun ditambah pula dengan riwayat kehamilan dan persalinan beserta komplikasinya, dan riwayat tumbuh kembang anak. Riwayat penyakit herediter sangat penting diketahui.[34]
Peralatan
Peralatan yang diperlukan pada pemeriksaan mata bagian eksternal sebenarnya sederhana, yaitu penlight dan apabila ada, dapat juga menggunakan slit lamp. Peralatan lain yang dibutuhkan adalah penggaris, exophthalmometer, dan stetoskop.[3]
Di beberapa daerah di Indonesia, slitlamp masih jarang digunakan karena keterbatasan sarana dan prasarana, sehingga masih menggunakan lup dan senter atau penlight. Namun, slitlamp sebenarnya sudah disarankan sebagai alat pemeriksaan rutin oleh American Academy of Ophthalmology (AAO) karena dapat memberikan detail struktur mata baik segmen anterior maupun posterior.
Posisi Pasien
Seperti pemeriksaan mata pada umumnya, pada pemeriksaan mata bagian eksternal idealnya pasien diposisikan duduk dengan mata pasien sejajar dengan mata pemeriksa. Namun, pada keadaan tertentu misalnya pada saat pasien tidak sadar, maka pemeriksaan mata dapat dilakukan dengan memposisikan pasien supinasi.[35]
Prosedural
Prosedur pemeriksaan mata eksternal diawali dengan mempersiapkan alat-alat serta melakukan penyesuaian posisi kepala dan mata pasien pada slit lamp apabila menggunakan slit lamp.
Pemeriksaan mata eksternal dilakukan dengan menggunakan pencahayaan yang medium. Pemeriksaan meliputi inspeksi alis, palpebra, konjungtiva, kornea, sklera, iris, dan pupil. Anestesi lokal dapat diberikan untuk mengatasi nyeri dan mempermudah pemeriksaan. Fluoresensi topikal juga bisa digunakan untuk mendeteksi abrasi kornea, ulkus kornea, trauma penetrasi, ataupun kelainan kornea lainnya.[4]
Pemeriksaan Alis dan Palpebra
Pemeriksaan alis dan palpebra dilakukan dengan melihat distribusi rambut pada alis, bulu mata, serta permukaan palpebra dengan melihat adanya abnormalitas anatomi dan kontur (massa atau lesi abnormal).[4]
Untuk menilai ptosis, dilakukan pengukuran margin-reflex distance 1 (MRD1). Pengukuran ini dilakukan dengan pencahayaan medium menggunakan penlight dan penggaris. Central corneal light reflex ditemukan dengan tahapan sebagai berikut:
- Meminta pasien untuk melihat lurus jauh ke depan
- Lakukan pencahayaan pada bagian midline di antara kedua bola mata dari jarak kurang lebih 60 cm
- Lihat adanya bayangan “titik” cahaya, normalnya pada bagian medial pupil. Deviasi ke bayangan cahaya ke lateral pupil (esotropia) atau ke medial pupil (exotropia) menunjukkan adanya abnormalitas[10]
Bayangan titik cahaya ini dikenal dengan central corneal light reflex, dari titik ini kemudian diukur tegak lurus ke margin palpebra superior (MRD1) dan inferior (MRD2) dengan menggunakan penggaris untuk melihat adanya ptosis.
Selain itu, pemeriksaan ini dilakukan bersamaan dengan identifikasi lagophthalmos, dengan cara:
- Meminta pasien untuk melihat ke bawah dan perlahan menutup mata
- Apabila terdapat ruang antara margin palpebra superior dan inferior pada saat melihat jauh ke bawah, maka dapat dikatakan lagophthalmos
- Derajat lagophthalmos diukur dengan penggaris
- Pada kondisi ditemukan kelainan, perlu dilakukan pemeriksaan nervus kranialis, pergerakan bola mata, kekuatan otot orbikularis okuli, dan Bell’s phenomenon
Konjungtiva dan Sklera
Pemeriksaan konjungtiva dilakukan juga dengan menggunakan penlight atau slit lamp. Pemeriksaan ini dilakukan dengan melihat permukaan dan kontur, ada atau tidaknya injeksi, dan lesi. Teknik pemeriksaan sebagai berikut:
- Pada palpebra inferior, pemeriksaan konjungtiva dilakukan dengan menarik bagian bawah kelopak mata untuk memvisualisasi secara detil seluruh konjungtiva.
- Pada palpebra superior, pemeriksaan konjungtiva dilakukan dengan melakukan eversi palpebra superior untuk memvisualisasi seluruh konjungtiva[4,36]
Pemeriksaan sklera dilakukan dengan melihat warna, kontur, ada atau tidaknya injeksi dan lesi. Normalnya sklera berwarna putih. Pemeriksaan sklera dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan konjungtiva karena posisi anatominya yang saling tumpang tindih.
Kornea
Pemeriksaan kornea dilakukan dengan menyinari mata, baik dengan senter ataupun slit lamp. Kornea normalnya jernih. Adanya defek pada epitel kornea, sekecil apapun, adalah abnormal. Pada pemeriksaan kornea bisa terdapat opasitas seperti awan akibat inflamasi atau trauma terdahulu, misalnya akibat abrasi kornea. Garis-garis radial berwarna putih menunjukkan adanya pembuluh darah inaktif yang tumbuh dari tepi ke tengah kornea, disebut juga ghost vessels, akibat infeksi sifilis sebelumnya.
Penyakit sistemik juga dapat menimbulkan deposit pada tepi kornea. Adanya garis sirkuler perifer, biasanya berwarna kehijauan, dapat timbul akibat penyakit Wilson. Sedangan adanya gambaran kornea yang suram atau berkabut menunjukan edema kornea.
Pada kecurigaan adanya defek pada kornea, misalnya akibat abrasi atau ulkus kornea, dapat digunakan tetes fluoresensi topikal yang kemudian disinari dengan cahaya berwarna biru dari senter atau slit lamp.[42,43]
Iris dan Pupil
Pemeriksaan iris dilakukan dengan melihat warna serta permukaan iris. Sedangkan, pemeriksaan pupil dilakukan dengan melihat bentuk, lokasi, ukuran pupil, serta refleks cahaya langsung dan tidak langsung. Pada pemeriksaan ini juga perlu dilihat adanya defek transiluminasi iris karena defek atau hilangnya pigmen epitel iris bagian posterior, serta adanya nodul.[21,37]
Pemeriksaan ini dapat digabung dengan pemeriksaan bilik mata depan (camera okuli anterior/CoA) untuk melihat kedalaman CoA. Kedalaman bilik mata secara sederhana dapat diperiksa dengan menggunakan penlight dengan penyinaran secara oblik dari temporal. Apabila bayangan terlihat pada > 2/3 iris, maka dapat dikatakan bahwa bilik mata depan dangkal.
Pada CoA juga perlu dideteksi adanya cells, level perdarahan, dan apakah ada penetrasi pada kasus trauma.[38]
Palpasi Nodus Limfatik dan Arteri Temporalis
Pemeriksaan arteri temporalis dilakukan dengan melakukan palpasi pada area pelipis tepat di atas arteri temporalis untuk merasakan pulsasi, nyeri tekan, serta tonjolan atau lesi pada area tersebut. Setelah dilakukan palpasi, dapat dilakukan auskultasi dengan bagian bel dari stetoskop di atas arteri temporalis untuk mendengar adanya bruit.[39]
Palpasi nodus limfatik dilakukan pada area yang dicurigai terdapat pembesaran nodus limfatik. Pembuluh limfatik dari mata bagian medial palpebra mengalir ke nodus limfatik submandibular, sedangkan bagian lateral palpebra mengalir ke nodus limfatik preaurikular dan nodus servikalis profunda.
Palpasi dilakukan untuk melihat adanya pembesaran nodus limfatik serta nyeri tekan. Bila terdapat pembesaran, dilakukan identifikasi bentuk, ukuran, permukaan, serta hubungan dengan jaringan di bawahnya (mobile/immobile).[8]
Proptosis dan Enophthalmos dengan Exophthalmometer
Exophthalmometer adalah alat untuk mengukur protrusi bola mata dari rima orbita lateral ke bagian terdepan kornea. Pembesaran pada salah satu atau beberapa struktur yang mengisi ruang orbita (bola mata, otot ekstraokular, jaringan lemak retroorbita, dan vaskular), akan menyebabkan protrusi okuli.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
- Meminta pasien untuk melihat lurus ke depan
- Meletakkan kedua ujung prisma exophthalmometer pada rima orbita kiri dan kanan
- Pada bagian dalam prisma terdapat kaca di mana pada kaca tersebut terdapat pantulan skala yang dapat dilihat dengan bagian terdepan kornea[31,40]
Follow Up
Follow up pada pemeriksaan mata bagian eksternal dilakukan sesuai dengan keadaan klinis pasien. Pada pasien-pasien tertentu dengan hasil pemeriksaan yang normal, perlu diedukasi untuk tetap melakukan pemeriksaan mata secara berkala. Sedangkan, pada pasien dengan hasil pemeriksaan fisik yang tidak normal harus dilakukan follow up.
Orang dewasa tanpa manifestasi klinis dan faktor risiko penyakit mata harus mulai melakukan pemeriksaan berkala pada usia 40 tahun. Interval pemeriksaan fisik mata yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:
- Usia ≥40 tahun : interval 2-4 tahun
- Usia 55-64 tahun : interval 1-3 tahun.
- Usia ≥ 65 tahun : interval 1-2 tahun[41]
Pemeriksaan mata eksternal dapat dilakukan sejalan dengan pemeriksaan visus, tonometri, pemeriksaan retina, dan pemeriksaan mata lain sesuai dengan kondisi klinis masing-masing pasien.