Teknik Asuhan Persalinan Normal
Teknik asuhan persalinan normal tidak ada yang khusus, karena persalinan terjadi secara spontan tanpa bantuan alat. Tenaga kesehatan membantu pasien yang akan melahirkan sesuai dengan tahap kala persalinan. Tenaga kesehatan harus memastikan asuhan persalinan normal terjadi secara bersih dan aman.[1,2]
Persiapan Pasien
Asuhan persalinan normal yang dipersiapkan wanita hamil adalah pikiran dan mental yang positif, yaitu berkeyakinan bahwa melahirkan adalah proses normal dari seorang wanita. Wanita hamil yang siap melahirkan juga memerlukan asupan makanan dan cairan yang cukup.
Selain itu, yang juga penting bagi wanita yang hendak menjalani asuhan persalinan normal adalah mendapat dukungan emosional dari suami dan keluarga. Saat tanda persalinan telah muncul, maka pasien dipersiapkan pada posisi nyaman di tempat tidur di dalam ruang persalinan.[3,13]
Peralatan
Peralatan yang diperlukan dalam tindakan asuhan persalinan normal secara keseluruhan terbagi untuk peralatan untuk persalinan dan peralatan untuk resusitasi bayi. Secara umum diperlukan sebuah ruang khusus untuk bersalin yang memiliki tirai pembatas antara pasien dan meja bersalin yang dapat membantu pasien dalam posisi setengah duduk dan litotomi.
Alat yang perlu disiapkan selama persalinan normal adalah:
- Sarung tangan yang terdiri dari sarung tangan bersih, sarung tangan steril, dan sarung tangan panjang steril untuk manual plasenta
- Apron panjang dan sepatu boot
- Kateter urin
- Spuit, intravenous catheter, benang jahit
- Cairan antiseptik (iodophors atau chlorhexidine)
- Partus set, terdiri dari klem arteri, gunting, gunting episiotomi, gunting tali pusat, klem tali pusat, spekulum, forsep
- Kain bersih untuk bayi
- Sanitary pads
- Obat-obatan seperti oxytocin, ergometrin, misoprostol, magnesium sulfat, tetrasiklin 1% salep mata, cairan normal salin lengkap dengan infus set[2,14]
Selain peralatan untuk proses persalinan, juga perlu disiapkan peralatan untuk resusitasi bayi baru lahir, seperti laringoskop neonatus, sungkup oksigen neonatus, pipa endotrakeal dengan stylet dan konektor, epinefrin, spuit 1 cc dan 3 cc, pipa orogastrik, gunting plester, dan tabung oksigen.[2,14]
Posisi
Pada kala I, kontraksi uterus akan dirasakan semakin sering dan kuat sehingga ibu hamil dapat dibiarkan di tempat tidur dengan posisi sesuai keinginan ibu agar merasa nyaman. Namun, dapat disarankan agar ibu berbaring miring ke kiri bila punggung janin ada di sebelah kiri.
Setelah pembukaan lengkap dan memasuki kala II, ibu sebaiknya berada di meja bersalin agar dapat diposisikan setengah duduk dan litotomi. Posisi ini dipertahankan hingga janin dan plasenta dilahirkan. Memasuki kala IV, ibu dapat berbaring kembali atau duduk untuk memulai inisiasi menyusu dini (IMD).[2]
Prosedur
Prosedur asuhan persalinan normal berbeda pada setiap kala I hingga kala IV.
Prosedur Kala I
Kala I dimulai dengan kontraksi uterus dan dilatasi serviks, terbagi menjadi dua fase yaitu fase laten dan fase aktif. Fase laten adalah pembukaan serviks 1–3 cm dan berlangsung sekitar 8 jam, sedangkan fase aktif adalah pembukaan serviks 4–10 cm berlangsung sekitar 6 jam.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada kala I adalah:
- Pemeriksaan tanda vital ibu, yaitu tekanan darah setiap 4 jam serta pemeriksaan kecepatan nadi dan suhu setiap 1 jam
- Pemeriksaan kontraksi uterus setiap 30 menit
- Pemeriksaan denyut jantung janin setiap 1 jam, pemeriksaan denyut jantung bayi yang dipengaruhi kontraksi uterus dapat dilakukan dengan prosedur cardiotocography (CTG)
- Pemeriksaan dalam dilakukan setiap 4 jam untuk menilai dilatasi serviks, penurunan kepala janin, dan warna cairan amnion
Terdapat beberapa tindakan yang dilakukan pada kala I tetapi kurang memberikan manfaat, sehingga tidak dilakukan secara rutin, yaitu pemasangan kateter urin dan prosedur enema. Ibu dilarang mengejan sebelum kala I selesai, karena dapat menyebabkan kelelahan dan ruptur serviks.[1-3,15]
Prosedur Kala II
Kala II merupakan fase dari dilatasi serviks lengkap 10 cm hingga bayi lahir. Pada kala ini pasien dapat mulai mengejan sesuai instruksi penolong persalinan, yaitu mengejan bersamaan dengan kontraksi uterus. Proses fase ini normalnya berlangsung maksimal 2 jam pada primipara, dan maksimal 1 jam pada multipara.
Tindakan persalinan normal pada kala II adalah:
- Persiapan melahirkan kepala bayi
- Jaga perineum dengan cara menekannya menggunakan satu tangan yang dilapisi dengan kain kering dan bersih
- Jaga kepala bayi dengan tangan sebelahnya agar keluar dalam posisi defleksi, bila perlu dilakukan episiotomi
- Periksa apakah ada lilitan tali pusat pada leher, jika terdapat lilitan maka dicoba untuk melepaskannya melalui kepala janin, jika lilitan terlalu ketat maka klem dan potong tali pusat
- Persiapan melahirkan bahu bayi setelah kepala bayi keluar dan terjadi putaran paksi luar
- Posisikan kedua tangan biparietal atau di sisi kanan dan kiri kepala bayi
- Gerakkan kepala secara perlahan ke arah bawah hingga bahu anterior tampak pada arkus pubis
- Gerakkan kepala ke arah atas untuk melahirkan bahu posterior
- Pindahkan tangan kanan ke arah perineum untuk menyanggah bayi bagian kepala, lengan, dan siku sebelah posterior, sedangkan tangan kiri memegang lengan dan siku sebelah anterior
- Pindahkan tangan kiri menelusuri punggung dan bokong, dan kedua tungkai kaki saat dilahirkan[1-3,13,15]
Saat proses melahirkan kala II ini, dilarang mendorong abdomen ibu karena dapat menyebabkan komplikasi ruptur uteri.[1-3,15]
Gambar 1. Persalinan Normal (sumber: shutterstock)
Prosedur Kala III
Kala III adalah setelah bayi lahir hingga plasenta keluar. Asuhan persalinan yang dilakukan adalah:
- Periksa apakah ada bayi ke-2
- Suntikkan oksitosin intramuskular pada lateral paha ibu, atau intravena bila sudah terpasang infus
- Pasang klem tali pusat 3 cm dari umbilikus bayi, lalu tali pusat ditekan dan didorong ke arah distal atau ke sisi plasenta, dan pasang klem tali pusat ke-2 sekitar 2 cm dari klem pertama
- Gunting tali pusat di antara kedua klem, hati-hati dengan perut bayi
- Lalu bayi diberikan kepada petugas kesehatan lain yang merawat bayi, atau bayi segera diletakkan di dada ibu untuk inisiasi menyusu dini (IMD)
- Lakukan peregangan tali pusat saat uterus berkontraksi untuk mengeluarkan plasenta
- Cara peregangan tali pusat adalah satu tangan membawa klem ke arah bawah, sedangkan tangan lainnya memegang uterus sambil didorong ke arah dorso kranial
- Jika tali pusat bertambah panjang maka pindahkan klem hingga jarak 5-10 cm dari vulva ibu, lakukan peregangan tali pusat berulang dengan perlahan hingga plasenta lahir spontan
- Jika dalam 30 menit plasenta tidak lahir spontan, atau terjadi retensio plasenta, maka lakukan manual plasenta[1-3,15,16]
Saat proses melahirkan plasenta, dilarang menarik tali pusat terlalu keras karena dapat menyebabkan plasenta keluar tidak utuh. Plasenta yang keluar harus diperiksa apakah keluar utuh. Jaringan plasenta yang tertinggal di dalam uterus dapat menyebabkan komplikasi di masa nifas seperti infeksi postpartum atau perdarahan pervaginam. [1-3,15]
Prosedur Kala IV
Kala IV adalah fase setelah plasenta lahir hingga 2 jam postpartum. Pada kala ini dilakukan penilaian perdarahan pervaginam, bila ditemukan robekan jalan lahir maka perlu dilakukan hecting. Setelah itu, tenaga medis harus menilai tanda-tanda vital ibu, memastikan kontraksi uterus baik, dan memastikan tidak terjadi perdarahan postpartum.
Selain itu, ibu sebaiknya dimotivasi untuk melakukan IMD dalam waktu minimal 1 jam setelah melahirkan. Setelah proses IMD selesai atau 1 jam setelah lahir, bayi akan diberikan suntikan vitamin K intramuskular di anterolateral paha kiri, dan 1 jam setelahnya diberikan imunisasi hepatitis B pada anterolateral paha kanan. Memandikan bayi selama 24 jam pertama sebaiknya dihindari untuk mencegah hipotermia.[1-3]
Follow Up
Follow up persalinan normal dilakukan pada kala IV. Setelah proses melahirkan selesai perlu dilakukan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam. Observasi dilakukan setiap 15 menit pada 1 jam pertama, dan setiap 30 menit pada 1 jam kedua. Pemantauan lain yang dilakukan adalah tekanan darah, nadi, dan fungsi kandung kemih.
Pengukuran suhu dapat dilakukan setiap jam selama 2 jam pertama. Perhatikan tanda bahaya yang muncul pada ibu setelah melahirkan, seperti perdarahan pervaginam yang semakin banyak, tanda syok, tingkat kesadaran, perubahan pola napas seperti dispnea atau takipnea, demam, sefalgia dengan pandangan kabur, nyeri dada, gangguan urine, nyeri pada perineum disertai tanda infeksi, dan bau pada cairan vagina.
Perlu juga pemantauan tanda depresi postpartum yang dapat disertai dengan ide bunuh diri.[2,17]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini