Pedoman Klinis Cardiotocography
Pedoman klinis cardiotocography (CTG) sebagai prosedur yang dilakukan untuk memantau denyut jantung janin dan kontraksi rahim, pada saat intrapartum atau saat antepartum.
Pemeriksaan CTG dilakukan pada kasus yang berisiko tinggi menyebabkan hipoksia atau asidosis pada janin. Pada saat intrapartum, CTG diindikasikan pada kasus perdarahan per vaginam, air ketuban yang bercampur mekonium, demam/infeksi pada ibu, induksi atau akselerasi persalinan.
Pada saat antepartum, CTG dapat dilakukan pada ibu dengan preeklampsia, diabetes mellitus, partus prematurus imminens, trauma abdomen, kehamilan post term, kehamilan ganda atau pada kondisi janin prematur, pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion.
Pemeriksaan CTG pada umumnya dilakukan dengan pemantauan eksternal yang dinilai aman dan tidak membahayakan kondisi ibu maupun janin. Pemantauan eksternal menggunakan 2 transduser yaitu probe ultrasonografi pada area dengan suara denyut janin paling keras, dan tocodynamometer pada fundus uteri.
Pemeriksaan CTG umumnya dilakukan selama 20 menit dan ibu diminta untuk meminimalisir gerakan selama prosedur berlangsung. Pembacaan hasil CTG meliputi baseline denyut jantung, variabilitas, akselerasi, dan deselerasi.[4-8]
Cardiotocography Tidak Disarankan Dilakukan Secara Rutin saat Perawatan Antenatal
Cardiotocography secara rutin sebagai bagian dari perawatan antenatal tidak direkomendasikan oleh WHO. Berdasarkan penelitian, didapatkan bahwa CTG rutin pada wanita hamil yang menjalani perawatan antenatal terbukti tidak meningkatkan luaran maternal maupun perinatal. Pemeriksaan CTG harus dilakukan sesuai dengan indikasi dan identifikasi risiko kehamilan.[1,6,7]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri