Teknik Cardiotocography
Teknik cardiotocography (CTG) berfokus pada pengukuran denyut jantung janin dan kontraksi uterus. Pemeriksaan CTG tidak hanya dilakukan pada saat intrapartum, tetapi juga dapat dilakukan saat antepartum. Terdapat 2 metode yang dapat dilakukan pada pemeriksaan CTG antepartum, yaitu non-stress test dan contraction stress test.
Non-stress test dilakukan pada ibu yang belum terdapat kontraksi dilakukan untuk memantau denyut jantung janin dan respons jantung terhadap gerakan janin. Contraction stress test dilakukan untuk mengetahui fungsi uteroplasenta dan kemampuan fetus dalam mentoleransi persalinan. Biasanya pemeriksaan ini dilakukan jika hasil non-stress test atipikal.
Persiapan Pasien
Persiapan yang harus dilakukan sebelum memulai prosedur antara lain:
- Memberi penjelasan kepada pasien mengenai prosedur CTG dan meminta informed consent
- Meminta pasien untuk mengosongkan kandung kemih
- Melakukan palpasi abdomen untuk menentukan posisi janin
- Mempersiapkan pasien pada posisi yang nyaman
Pada contraction stress test, terdapat persiapan tambahan untuk menimbulkan kontraksi uterus. Hal ini dapat dilakukan dengan dua metode, stimulasi oksitosin atau stimulasi puting.
Stimulasi Puting
Langkah prosedural stimulasi puting untuk persiapan contraction stress test adalah sebagai berikut:
- Instruksikan ibu untuk menggosokkan satu puting dengan menggunakan telapak tangan secara cepat dan lembut selama 2 menit
- Berhenti selama lima menit dan nilai aktivitas uterus
- Jika pola kontraksi yang diinginkan belum tercapai, instruksikan ibu untuk melanjutkan siklus kedua stimulasi selama dua menit
- Jika kontraksi tetap tidak mencukupi, lakukan stimulasi puting bilateral
- Jika stimulasi puting gagal menginduksi kontraksi yang memenuhi kriteria tes, stimulasi oksitosin dapat dipertimbangkan[12]
Stimulasi Oksitosin
Langkah prosedural stimulasi oksitosin untuk persiapan contraction stress test adalah:
- Pasang jalur intravena utama dengan larutan NaCl 0,9%
- Siapkan jalur kedua yang terhubung dengan jalur intravena utama dengan oksitosin 30 IU diencerkan dalam 500 ml larutan intravena
- Pasang infusion pump pada jalur infus oksitosin
- Atur laju infus oksitosin 1 miliunit/menit dan tingkatkan 1 miliunit/menit setiap 30 menit hingga 16 miliunit/menit atau sampai timbul tiga kontraksi dalam 10 menit yang masing-masing kontraksi berlangsung selama satu menit
Peralatan
Peralatan pada pemeriksaan cardiotocography antara lain:
- Mesin Cardiotocography
- Transduser dengan probe ultrasonografi
- Transduser dengan tocodynamometer
- Gel
- Sabuk elastis
- Kertas CTG
Posisi Pasien
Posisi pasien yang direkomendasikan untuk CTG adalah posisi berbaring pada sisi lateral, setengah duduk, atau tegak. Posisi supinasi tidak disarankan karena dapat menyebabkan kompresi aorta dan vena cava oleh uterus sehingga mengurangi perfusi plasenta dan oksigenasi pada fetus.[1,4]
Prosedural
Pada umumnya pemeriksaan CTG dilakukan dengan pemantauan eksternal. Posisikan pasien pada posisi lateral, setengah duduk, atau tegak. Berikut merupakan prosedur CTG dengan pemantauan eksternal:
- Tempatkan transduser tocodynamometer pada fundus uteri dan melihat baseline tonus uterus istirahat
- Tempatkan sabuk elastis mengelilingi perut ibu untuk fiksasi transduser tocodynamometer
- Berikan gel pada transduser ultrasonografi
- Konfirmasi denyut jantung janin sesuai dengan posisi punggung janin
- Tempatkan transduser ultrasonografi pada posisi terdengarnya denyut jantung janin yang paling keras
- Tempatkan sabuk elastis mengelilingi perut ibu untuk fiksasi transduser ultrasonografi
- Alat CTG diatur pada kecepatan 1 cm/menit
- Validasi jam dan tanggal serta berikan identitas pada kertas CTG
- Jika dilakukan CTG antepartum dengan metode non-stress test, instruksikan pasien untuk menekan tombol ketika janin bergerak saat pemeriksaan berlangsung.
- Mulai perekaman pada mesin CTG, pastikan CTG berfungsi dengan baik dan hasil perekaman dapat diinterpretasi sebelum meninggalkan pasien
- Evaluasi hasil CTG dalam 10 menit
Jika dalam 10 menit fetus tidak aktif, stimulasi fetus dengan mengubah posisi ibu. Jika terdapat akselerasi 15 denyut per menit yang berlangsung 15 detik dan kondisi ibu stabil, lanjutkan monitor selama 20 menit
Jika fetus mengalami bradikardi maka denyut ibu harus direkam secara berkala. Pastikan bahwa yang terekam adalah denyut jantung janin dan bukan denyut jantung ibu [4,8]
Prosedur CTG dengan pemantauan internal serupa dengan CTG pemantauan eksternal. Yang membedakan hanyalah transduser yang digunakan adalah elektroda spiral yang dipasang pada kepala janin (scalp electrode) dan kateter intrauteri (intrauterine pressure catheter). Penggunaan kombinasi kedua transduser ini akan memberikan pembacaan yang lebih akurat dibandingkan CTG pemantauan eksternal.
Pembacaan Hasil Cardiotocography
Terdapat 4 hal dasar yang perlu di evaluasi pada hasil pemeriksaan CTG, yaitu baseline (garis dasar) denyut jantung, variabilitas, akselerasi, dan deselerasi.
Garis Dasar (Baseline) Denyut Jantung
Baseline diukur sepanjang garis horizontal yaitu rerata denyut jantung selama 10 menit pertama dengan hasil sebagai berikut:
- Normal: 110-160 denyut per menit
- Takikardia: nadi >160 denyut per menit yang berlangsung > 10 menit. Penyebab paling sering adalah demam pada ibu
- Bradikardia: nadi <110 denyut per menit yang berlangsung > 10 menit. Denyut jantung 100-110 bisa didapat pada kondisi normal terutama pada janin post term. Penyebab bradikardia meliputi hipotermia maternal, aritmia fetus
Variabilitas
Merupakan jangkauan besarnya amplitudo denyut jantung dalam segmen 1 menit dengan hasil sebagai berikut:
- Normal: 5-25 denyut per menit pada segmen garis dasar denyut jantung
- Penurunan variabilitas: amplitudo < 5 denyut per menit selama 50 menit atau 3 menit pada deselerasi. Dapat terjadi karena susunan saraf pusat yang mengalami hipoksia atau asidosis
- Peningkatan variabilitas: amplitudo > 25 denyut per menit selama 30 menit. Dapat mengiringi deselerasi berulang atau terjadinya hipoksia atau asidosis fetus onset cepat
Akselerasi
Peningkatan cepat denyut jantung melebihi garis dasar dengan onset puncak kurang dari 30 detik, amplitudo >15 denyut per menit, dengan durasi 15 detik hingga 10 menit. Akselerasi biasanya terlihat saat terdapat pergerakan janin.
Deselerasi
Penurunan denyut jantung janin di bawah garis dasar lebih dari 15 detik dengan amplitudo >15 detik dengan hasil sebagai berikut:
- Deselerasi dini: deselerasi dangkal, durasinya cepat, variabilitas normal dan terjadi bersamaan dengan kontraksi. Hal ini tidak disebabkan oleh hipoksia atau asidosis melainkan akibat tekanan dari kepala janin
- Deselerasi variabel: onset deselerasi <30 detik, denyut turun dengan cepat dan kembali dengan cepat (gelombang menyerupai bentuk V), hubungan dengan kontraksi uterus bervariasi. Biasanya disebabkan oleh respons baroreseptor terhadap peningkatan tekanan arteri (seperti pada kompresi tali pusat), jarang disebabkan karena hipoksia atau asidosis
- Deselerasi lambat: deselerasi dengan onset bertahap (gelombang menyerupai bentuk U), dengan penurunan variabilitas saat deselerasi berlangsung. Deselerasi muncul 20–30 detik setelah kontraksi dimulai. Deselerasi lambat menandakan adanya hipoksemia fetus[1,5]
Pola Sinusoid
Merupakan pola berombak naik turun yang halus dan regular menyerupai gelombang sinus. Amplitudo berkisar antara 5-15 denyut per menit dengan frekuensi sebanyak 3-5 siklus dalam 1 menit. Ditandai dengan tidak adanya akselerasi selama pola berlangsung dan pola bertahan selama >30 menit. Pola ini perlu diperhatikan karena merupakan tanda bahaya yang berhubungan dengan risiko berikut ini:
- Anemia berat pada fetus
- Hipoksia/asidosis yang dapat terjadi pada kasus perdarahan fetomaternal, twin to twin transfusion syndrome, dan ruptur dari vasa previa[1,14]
Klasifikasi Hasil Cardiotocography Intrapartum
Terdapat tiga pola hasil cardiotocography intrapartum sebagai berikut:
- Pola normal: baseline normal, variabilitas normal, tidak terdapat akselerasi/deselerasi
- Pola yang dicurigai: Terdapat abnormalitas pada hasil cardiotocography tapi tidak memenuhi kriteria karakteristik patologis
- Pola patologis
Hasil cardiotocography intrapartum dianggap termasuk ke dalam pola patologis jika memenuhi kriteria berikut ini:
- Baseline: <100 denyut per menit
- Variabilitas: Penurunan variabilitas >50 menit, peningkatan variabilitas <30 menit, atau pola sinusoid >30 menit
- Deselerasi: deselerasi lambat atau memanjang berulang >30 menit atau 20 menit jika terdapat penurunan variabilitas
Klasifikasi Hasil Non-Stress Test Antepartum
Hasil non-stress test dapat diklasifikasikan sebagai hasil reaktif dan nonreaktif:
- Reaktif: terdapat minimal 2 akselerasi dengan amplitudo >15 denyut per menit selama 15 detik dalam periode 20 menit
- Nonreaktif: jika kriteria reaktif tidak tercapai
Klasifikasi Contraction Stress Test Antepartum
Hasil contraction stress test dibedakan antara hasil negatif dan positif:
- Negatif: tidak didapatkan deselerasi lambat
- Positif: deselerasi mengikuti >50% kontraksi hasil induksi
Follow Up
Follow up hasil cardiotocography dibedakan berdasarkan jenis pemeriksaannya, apakah CTG intrapartum, non-stress test antepartum, atau contraction stress test antepartum.
Follow Up Cardiotocography Intrapartum
Cardiotocography dengan pola normal tidak memerlukan follow up lanjutan. Pada pola yang dicurigai, hal ini menggambarkan fetus memiliki kemungkinan kecil untuk mengalami hipoksia atau asidosis. Walau demikian, pemantauan ketat, pemeriksaan untuk evaluasi oksigenasi fetus, dan penanganan kondisi penyebab hipoksia tetap harus dilakukan.
Jika terdapat pola patologis maka fetus memiliki risiko tinggi untuk mengalami hipoksia atau asidosis. Oleh karena itu, kondisi penyebab yang reversible harus ditangani, pemeriksaan untuk mengevaluasi oksigenasi fetus harus dilakukan, jika tidak mendapat akses pemeriksaan, maka percepatan persalinan dapat dipertimbangkan. Pada kondisi akut seperti prolaps plasenta atau abruptio plasenta, terminasi kehamilan harus segera dilakukan.
Follow Up CTG Non-Stress Test Antepartum
Jika hasil nonreaktif, maka pemeriksaan biophysical profile dan contraction stress test perlu dipertimbangkan.
Pemeriksaan biophysical profile merupakan pemeriksaan antepartum yang dilakukan untuk menilai kesejahteraan janin dan memprediksi kejadian asfiksia janin. Pemeriksaan ini terdiri dari parameter ultrasonografi dan non-stress test.
Parameter yang dinilai pada ultrasonografi meliputi volume cairan amnion, tonus, gerakan, dan pernafasan fetus. Parameter non-stress test yang dinilai adalah reaktivitas fetus. Pada masing masing parameter akan diberikan poin 0 untuk parameter yang tidak normal dan poin 2 untuk parameter yang normal.
Poin 8-10 menunjukkan hasil yang normal, poin ≤6 menunjukkan hasil yang abnormal. Jika didapatkan poin 2-4 maka tindakan terminasi melalui induksi atau operasi sesar dapat diindikasikan, jika hasil 0 maka operasi sectio caesarea harus dilakukan untuk mencegah asfiksia fetus di rumah sakit yang memiliki kapasitas NICU.[13,15,16]
Follow Up Cardiotocography Contraction Stress Test Antepartum
Hasil negatif menggambarkan kondisi janin yang baik hingga 1 minggu setelah pemeriksaan. Hasil positif menggambarkan kondisi janin yang tidak baik sehingga persalinan harus segera dilakukan baik dengan induksi maupun operasi sectio caesarea.[12]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri