Teknik Pemeriksaan USG Transvaginal
Teknik pemeriksaan USG transvaginal meliputi evaluasi anatomi organ pelvis wanita dengan probe melewati vagina. Pemeriksaan USG transvaginal terutama dikontraindikasikan pada ketuban pecah dini (KPD) dan plasenta previa, sehingga hal ini perlu dieksklusi terlebih dahulu sebelum USG transvaginal dilakukan.[1,12,21,22]
Persiapan Pasien
Sebelum melakukan USG transvaginal perlu dilakukan anamnesis keluhan, dan evaluasi klinis apakah pemeriksaan USG transvaginal benar diperlukan. Riwayat kehamilan, keluhan yang berkaitan dengan organ reproduksi, dan program hamil juga perlu ditanyakan.
Anamnesis juga meliputi riwayat haid seperti hari pertama haid terakhir, panjang siklus, durasi haid, volume haid, regularitas haid, riwayat menarche, riwayat dismenore. Pasien juga perlu ditanyakan mengenai riwayat perdarahan intermenstrual, riwayat penggunaan alat kontrasepsi (IUD, levonorgestrel/etinil estradiol), pola seksualitas apakah aktif atau belum aktif.[1,3]
Penjelasan yang memadai tentang prosedur dan tujuan pemeriksaan USG transvaginal kepada pasien sangat penting. Hal ini membantu menenangkan pasien agar tidak khawatir saat prosedur dilakukan. Semua penjelasan dilakukan sesuai lembar informed consent.
Penting untuk ditekankan bahwa USG transvaginal adalah prosedur yang sederhana, tidak menimbulkan rasa sakit dan hanya sebagian dari transduser yang akan dimasukkan. Pendampingan oleh perawat wanita atau keluarga pasien sangat penting jika pemindaian dilakukan oleh dokter pria.[1,2,5]
Setelah mendapatkan persetujuan verbal dan tertulis untuk prosedur USG transvaginal, pasien dapat ditawarkan untuk memasukkan transduser sendiri jika mereka berkehendak. Pasien sebaiknya dianjurkan mengosongkan kandung kemih sebelum pemeriksaan.
Pasien yang sedang haid tetap dapat dilakukan pemeriksaan USG transvaginal, karena seringkali lebih bermanfaat untuk evaluasi kesuburan. Jika menggunakan tampon, maka pasien dianjurkan untuk melepaskan tamponnya sebelum pemeriksaan.[1,2]
Peralatan
Peralatan yang diperlukan untuk USG transvaginal adalah alat ultrasound, gel, dan handuk. Alat ultrasound yang digunakan pada pemeriksaan USG transvaginal sebaiknya jenis real-time yang mempunyai kualitas resolusi cukup baik.[1,3]
Frekuensi gelombang ultrasonik yang digunakan pada transduser sebaiknya disesuaikan dengan keperluan. Idealnya untuk USG transvaginal menggunakan frekuensi 5–7,5 MHz. Pemaparan jaringan tubuh oleh gelombang ultrasonik harus diusahakan serendah mungkin, sejauh hal itu masih dapat memberikan informasi diagnostik yang dibutuhkan.[1,4]
Kedalaman insersi alat USG transvaginal adalah sekitar 5–7 cm agar gambar yang didapat terfokus pada organ reproduksi wanita.[1,4]
Untuk mencegah kontaminasi silang antar pasien, penutup sekali pakai (biasanya sejenis kondom lateks), harus diletakkan di atas transduser dan diamankan dengan karet gelang atau alat lain yang sesuai. Setiap selesai digunakan, transduser harus direndam dalam cairan desinfektan. Untuk instruksi sterilisasi transduser yang disediakan oleh produsen USG transvaginal harus diikuti dengan ketat.[1,4]
Setelah transduser didesinfeksi dan dibersihkan, transduser dibubuhi gel dan dipasang kondom, kemudian di bagian luarnya dibubuhi gel. Pastikan tidak terdapat udara pada jalur pancaran transduser. Penggunaan gel pada ujung transduser bertujuan untuk mempermudah insersi. Pemeriksa harus memakai sarung tangan saat menyiapkan transduser dan saat melakukan pemeriksaan.[1,4]
Posisi Pasien
Posisi pasien saat prosedur USG transvaginal idealnya adalah litotomi, yaitu berbaring di atas meja ginekologi. Jika pasien berada di tempat tidur datar, ganjalan harus disediakan di bawah panggul sehingga transduser dapat dimiringkan ke bawah selama pemeriksaan USG transvaginal.[1,4]
Pasien harus berbaring telentang dengan lutut ditekuk dan kaki diletakkan rata di atas meja, selebar bahu. Martabat pasien harus dijaga dengan menutupi bagian bawah dengan kain secara memadai dan dilakukan di ruangan tertutup.[1,4]
Prosedural
Setelah transduser dan pasien diposisikan, dokter meminta izin pada pasien untuk memasukkan transduser ke dalam vagina.[1,4]
Terdapat tiga teknik pemindaian dasar transduser untuk pemeriksaan organ panggul secara komprehensif, yaitu:
- Pencitraan sagittal dengan gerakan side to side
- Rotasi 90 derajat untuk memperoleh gambaran semi-koronal dengan sudut transduser pada bidang vertikal
- Variasi kedalaman insersi transduser untuk menampilkan bidang pandang atau zona fokus yang berbeda[1]
Transduser dimasukkan secara perlahan-lahan sambil memantau gambaran ultrasound. Transduser vagina dimasukkan ke arah anterior untuk memvisualisasikan serviks dan uterus.[1,3]
Evaluasi rongga panggul harus dilakukan terlebih dahulu untuk evaluasi dengan cepat posisi relatif uterus dan ovarium serta untuk mengidentifikasi massa pada cavum pelvis yang jelas. Hal ini diperoleh dengan memindai secara perlahan dalam bidang sagital dari garis tengah ke sisi dinding panggul lateral diikuti dengan memutar transduser 90 derajat menjadi bidang koronal dan memindai dari serviks ke fundus.[1,5]
Jika uterus tidak terlihat pada posisi anterior, gerakkan transduser dengan perlahan ke sisi kanan atau kiri kemudian diarahkan ke posterior. Setelah uterus terlihat, catat posisinya apakah antefleksi atau retrofleksi, serta ukurannya.[1,4]
Evaluasi Uterus
Uterus dievaluasi dalam bidang longitudinal, sehingga garis echogenic endometrium dapat divisualisasikan. Kemudian diikuti dari ostium uteri internum sampai ke fundus. Tebal uterus diukur pada bidang longitudinal dan transversal.
Batas normal uterus tidak hamil maksimal lebar 5 cm, tebal 4 cm, panjang serviks sampai fundus diukur, dan ukuran maksimal 8 cm. Apabila ukuran lebih dari 8 cm, perlu dipikirkan kemungkinan pandangan yang tidak tepat pada bidangnya atau ada kelainan lain, seperti mioma uteri ataupun adenomiosis. Ukuran dan posisi uterus serta endometrium dievaluasi secara rinci.[1,4]
Beberapa kelainan dalam rongga uterus dapat dinilai dengan USG transvaginal, seperti mioma, polip, lesi intrauterin, septa uterus, hidrosalping, dan lainnya. Pada pemeriksaan kehamilan trimester pertama, USG transvaginal bermanfaat untuk menilai perkembangan janin, misalnya kantung kehamilan, yolk sac, detak jantung janin, panjang crown rump length (CRL), dan anatomi janin pada kehamilan normal maupun abnormal.
Contoh kehamilan abnormal yang dapat diidentifikasi seperti kehamilan ektopik, blighted ovum, mola hidatidosa, dan lainnya. Pemindaian serviks juga dapat dilakukan pada kehamilan trimester kedua dan ketiga untuk menyingkirkan kemungkinan adanya plasenta previa ataupun cervical incompetence.[6,10]
Evaluasi Endometrium
Rongga dan kontur endometrium diperiksa untuk melihat kelainan struktur dan pola gema. Batas miometrium dan endometrium diperhatikan kontinuitasnya dan diperiksa dalam bidang transversal dan longitudinal.
Gema endometrial line, antara dinding uterus anterior dan posterior dipelajari dari ostium uteri internum sampai fundus uteri. Evaluasi dilakukan dengan melihat setiap diskontinuitas dan distorsi gema harus dicatat.[4,11]
Endometrium menunjukkan gambaran sentral ekogenik pada pandangan longitudinal dan ukurannya berubah sesuai siklus haid. Pada fase folikuler lanjut terlihat sebagai tiga garis hiperekhoik, satu garis di tengah, yaitu rongga endometrium dikelilingi oleh dua garis hiperekhoik sebagai batas endometrium dan miometrium, serta terlihat halo di sekitarnya.[4,11]
Pada fase luteal, endometrium lebih homogen hiperekoik, gambaran halo sekitar endometrium tidak terlihat lagi dan gambaran tiga garis menjadi samar atau menghilang.[4,11]
Tebal endometrium meningkat dari 5,1±0,5 mm pada hari ke-4 siklus haid menjadi 11,5 ±0,5 mm pada hari ke-24. Gambaran umum bila tebal endometrium fase folikuler lebih dari 6 mm, biasanya kadar estradiol serum mencapai 200 pg/ml, dan perkembangan folikel mencapai ukuran <14 mm. Terjadinya perubahan gema endometrium dari fase proliferasi ke fase luteal terjadi bila kadar serum progesteron lebih dari 1,5 ng/ml, baik pada siklus alami maupun siklus yang mendapat stimulasi ovarium.[4,13]
Endometrium diklasifikasikan dalam dua tingkatan menurut gambaran ekogenitasnya, antara lain sebagai berikut:
- Tingkat I ditandai dengan gambaran endometrium dengan ekogenitas yang homogen.
- Tingkat II ditandai oleh lapisan dengan peningkatan densitas ekogenik di pinggir yang mengelilingi suatu daerah sentral yang sonolusen[4]
Tingkat I dan II dibagi lagi menjadi grup A (ketebalan >9 mm) dan grup B (<9 mm). Tingkat II A adalah gambaran endometrium yang paling optimal untuk implantasi embrio.[4]
Pada paparan stimulasi ovarium dengan klomifen sitrat, endometrium yang tipis <6 mm dapat didiagnosis sebagai defek negatif pada endometrium akibat stimulasi klomifen sitrat. Pada kondisi ini, obat dihentikan dan diganti pada siklus selanjutnya.[14,15]
Pemeriksaan Adneksa
Transduser vagina dirotasi dan digoyang dari satu sisi ke sisi lain untuk menilai daerah adneksa. Setiap area kistik yang bebas gema dinilai untuk membedakan hidrosalping dan kista ovarium. Untuk mendeteksi kemungkinan adanya kista ovarium, yang sering sulit dibedakan dengan kista korpus luteum, sebaiknya pemeriksaan dilakukan pada fase folikuler awal.[16,17]
Setelah daerah adneksa dinilai, ovarium dilokalisasi pada masing-masing sisi dengan menggerakkan alat pemeriksaan ke arah samping dalam bidang melintang. Ovarium biasanya dapat ditentukan dengan menemukan gambaran folikel sebagai marker.[4,17]
Apabila terdapat kesulitan dalam visualisasi ovarium, dapat dilakukan gambaran ultrasonografi sepanjang arteri iliaka interna. Ovarium sering terdapat di anterior atau medial dari arteri iliaka interna.[1,4]
Pada proses stimulasi USG transvaginal, dapat digunakan untuk memantau pertumbuhan folikel dan prosedur pengambilan oosit. Diameter folikel diukur dalam potongan transversal dan longitudinal.
Folikel dapat terlihat dalam ovarium mulai hari ke-2 atau ke-3 dari siklus menstruasi dengan ukuran 3-4 mm. Laju pertumbuhan folikel antara 1–2 mm/hari hingga hari ke-12, di mana ukuran folikel dominan sekitar 12–16 mm. Rupturnya folikel pada siklus natural terjadi pada saat ukuran rata-rata diameter folikel 18–28 mm.[4,13]
Tanda kemungkinan akan terjadinya ovulasi antara lain sebagai berikut:
- Adanya folikel dominan
- Adanya area anekoik, double contour di sekitar folikel (estimasi ovulasi 24 jam kemudian)
- Terpisah dan terlipatnya dinding folikel (estimasi ovulasi 6–10 jam kemudian)
- Ketebalan endometrium >6 mm[4,13]
Tanda ovulasi telah terjadi antara lain sebagai berikut:
- Gambaran tiga garis pada endometrium menghilang
- Menghilangnya gambaran folikel yang terlihat pada pemantauan sebelumnya
- Menurunnya ukuran folikel
- Bentuk folikel menjadi irregular dan gambaran folikel menjadi hiperekoik
- Adanya gambaran cairan pada cavum Douglas[4,13]
Tuba falopi umumnya tidak terlihat kecuali terdapat hidrosalping, di mana akan terlihat gambaran tubular anekhoik. Akan tetapi, salah satu tuba mungkin dapat terlihat pada kurang dari 15% wanita selama 2 hari sebelum ovulasi.
Pemindaian tuba falopi difasilitasi oleh cairan intraperitoneal yang ada di cul-de-sac. Menempatkan pasien dalam posisi reverse-Trendelenburg mungkin akan bermanfaat untuk pemeriksaan, karena memungkinkan cairan tersebut bergerak ke area tuba falopi.
Pendekatan terbaik adalah mengarahkan transducer ke daerah cornual dan kemudian miringkan transduser ke wilayah yang berisi cairan. Biasanya sejumlah kecil cairan akan terakumulasi di cul-de-sac.[18,19]
Evaluasi Cul-De-Sac atau Kavum Douglas
Cul-de-sac merupakan rongga potensial yang tidak dapat divisualisasikan pada kondisi normal. Cul-de-sac mungkin dapat terlihat dengan mengarahkan transduser ke arah posterior. Keberadaan cairan dalam jumlah kecil pada cul-de-sac adalah hal yang normal.
Jumlah cairan yang sedikit dapat bermanfaat untuk identifikasi organ atau lesi pada area ini. Cairan fisiologis dapat terjadi pada kondisi seperti rupturnya folikel, menstruasi retrograde, peningkatan permeabilitas ovarium sebagai pengaruh hormon estrogen.[18,20]
Adapun cairan patologis dapat dipicu oleh ruptur kehamilan ektopik, penyakit radang panggul, abses atau hematoma pada pelvis, ascites, efek samping culdocentesis, mola hidatidosa. Pada kondisi cairan yang berlebihan seperti ascites, uterus dan ovarium mungkin terdorong ke arah dinding perut sehingga sulit dinilai menggunakan transduser USG transvaginal.[18,20]
Pemantauan dengan USG transvaginal Doppler
Teknologi doppler yang ditambahkan pada USG transvaginal berguna untuk memprediksi reseptivitas dari endometrium. USG transvaginal doppler memungkinkan visualisasi pembuluh darah kecil intraovarium dan endometrium, sehingga memungkinkan penilaian perubahan fisiologis dan patologis yang terjadi di ovarium dan uterus.
Adanya resistensi pembuluh darah uterus yang tinggi bertimbal balik pada penurunan keberhasilan implantasi. Pemeriksaan doppler dapat digunakan untuk mengidentifikasi tangkai dari fibroid uterus. Pemeriksaan USG transvaginal Doppler juga meningkatkan akurasi diagnostik adenomiosis dengan sensitivitas dan spesifisitas masing-masing sebesar 70,8% dan 62,1%.[21,22]
Follow up
Setelah USG transvaginal selesai, perlu dilakukan dokumentasi terhadap hasil pemeriksaan yang memuat data pasien, tanggal pemeriksaan, posisi pasien saat pemeriksaan, data alat ultrasound, dan data transduser. Selain itu, dokumentasi juga harus mendeskripsikan hasil temuan pemeriksaan.[1,15]
Laporan hasil pemeriksaan USG sebaiknya dimasukan ke dalam catatan medis pasien. Penyimpanan hasil pemeriksaan USG transvaginal harus konsisten dengan keperluan klinik dan berkaitan dengan kebutuhan fasilitas pelayanan kesehatan setempat yang berlaku.[1,15]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli