Teknik Resusitasi Bayi dan Anak
Teknik resusitasi pada bayi dan anak dilakukan dengan bantuan napas dan jantung. Tindakan resusitasi jantung paru (RJP) dimulai dari general assessment, primary, hingga tertiary survey. Peralatan yang digunakan memiliki ukuran yang disesuaikan dengan usia dan ukuran anatomi pasien. Posisi penolong dalam memposisikan tangan saat kompresi juga berbeda sesuai dengan usianya.[4,8,22,23]
Persiapan Pasien
Persiapan pasien dalam melakukan resusitasi pada bayi dan anak adalah menempatkan pasien pada lingkungan yang aman baik untuk pasien dan penolong, jauh dari jangkauan air, api, ataupun lokasi terjadinya bencana.
Selanjutnya memanggil bantuan bila kejadian di luar rumah sakit segera panggil emergency medical service (EMS), atau bila kejadian di dalam rumah sakit dapat mengaktifkan code blue agar tim EMS dapat segera bertindak.[4,5,8]
Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk resusitasi pada bayi dan anak dibagi menjadi peralatan saat di luar rumah sakit dan di dalam rumah sakit.[8,24,25]
Peralatan resusitasi bayi dan anak yang dapat digunakan adalah AED (automated external defibrillator) dengan pad ukuran bayi dan anak yang dapat menganalisa irama jantung, dari analisis irama jantung tersebut apakah diperlukan kejut jantung atau tidak.[8,24]
Peralatan resusitasi bayi dan anak yang digunakan di dalam rumah sakit adalah defibrilator, peralatan monitoring, pemantauan manajemen jalan napas dan ventilasi, serta akses vaskuler [8,25]
Defibrilator
Defibrilator 0-400 joule dengan pedel pediatrik (4,5 cm) yang dilengkapi dengan monitor elektrokardiografi beserta kabel dan elektrodanya serta gel konduksi.[8,25]
Monitoring
Peralatan monitoring yang digunakan:
- Pulse oxymeter
- CO2 monitor
- Stetoskop
- Termometer
- Monitor tekanan darah dan denyut nadi[8,25,26]
Peralatan Manajemen Jalan Napas dan Ventilasi
Peralatan yang diperlukan untuk manajemen jalan napas dan intubasi adalah:
- Tabung oksigen, regulator, dan flow meter
Suction dan suction catheter ukuran 6-14 gauge
Oropharyngeal airways (OPA) ukuran 0-5
Laringoskop ukuran 0-4
Endotracheal Tube (ETT) dengan lumen 2,5-7,5 mm
Laryngeal Mask Airway (LMA) ukuran 1-4
End tidal carbon dioxide monitor[25,27]
Peralatan Akses Intravena
Peralatan yang diperlukan untuk akses intravena dalam resusitasi bayi dan anak adalah:
- Kateter Intravena ukuran 24 – 14 Gauge atau kateter intraoseus
- Selang infus
- Spuit ukuran 1, 5, 10, dan 50 ml
- Cairan infus seperti ringer laktat dan dextrose 10%[25,27]
Posisi Pasien
Posisi pasien pada saat resusitasi adalah supinasi dengan alas yang datar dan keras. Untuk menerima bantuan napas, pasien diposisikan head tilt – chin lift bila telah dipastikan tidak ada fraktur servikal. Bila tidak diketahui apakah ada fraktur servikal maka sebaiknya menggunakan manuver jaw thrust.[8,29,30]
Posisi penolong untuk dilakukan kompresi disesuaikan dengan usia:
- 1-12 bulan dapat melakukan kompresi dada menggunakan 2 jari
- 1-8 tahun dapat dilakukan dengan menggunakan 1 tangan[8,28,29]
Posisi recovery pada pasien yang telah dinyatakan Return of Spontaneous Circulation (ROSC) pada bayi dan anak berbeda.[30,31]
Gambar 1. Posisi Tangan Saat Melakukan Kompresi Dada pada Bayi
Gambar 2. Posisi Tangan Saat Melakukan Kompresi Dada pada Anak
Posisi Recovery pada Bayi
Posisi recovery pada bayi dilakukan dengan telungkupkan bayi di atas lengan bawah penolong, topang kepala bayi dengan tangan yang sama agar tidak tersedak atau menghirup muntahan.[30,31]
Posisi Recovery pada Anak
Posisi Recovery pada anak dengan cara:
- Miringkan badan anak ke samping dengan tangan yang berada di bawah diluruskan ke samping
- Kepala dimiringkan ke samping dengan tangan yang di atas diselipkan ke pipi untuk menopang dagu dan menjaga patensi jalan napas
- Posisikan kaki pasien yang berada di atas dengan menekuk lututnya hingga menyentuh lantai[30,31]
Prosedural
Prosedural dalam melakukan resusitasi pada bayi dan anak dimulai ketika ditemukan bayi atau anak yang diduga mengalami henti jantung, lalu dilakukan general assessment untuk memastikan apakah ini benar-benar kasus yang membutuhkan resusitasi atau tidak. Selanjutnya dilakukan primary survey, proses resusitasi, dilanjutkan dengan secondary hingga tertiary survey.[4,5,8,9]
General Assessment
General Assessment pada bayi dan anak yang dicurigai henti jantung menggunakan pediatric assessment triangle (PAT). PAT meliputi :
- Penampilan anak: tonus, interaksi anak dengan lingkungan, kenyamanan, arah pandangan anak, suara atau tangis anak
- Pernapasan: flaring, grunting, retraksi dada, dan napas cuping hidung
- Sirkulasi: pucat, mottling, sianosis, perdarahan[4,32]
Primary Survey
Primary survey dilakukan secara cepat dengan prinsip DR-ABC.
Danger:
pastikan area penyelamatan apakah aman untuk pasien dan penolong
Response:
periksa respon pasien dapat menggunakan metode AVPU (alert, verbal response, response to pain, unresponsive). Jangan menggoyang-goyangkan badan bayi atau anak, bila tidak berespon segera panggil bantuan.
Airway:
Memeriksa patensi jalan napas untuk mengetahui apakah ada sumbatan atau tidak. Ini dapat dilihat dari suara napas, gerakan dinding dada, dan pola napas. Untuk menghindari obstruksi dapat digunakan simple airways manuver, suction, basic dan advance airways seperti OPA, LMA, dan ETT.
Breathing:
Evaluasi usaha napas (retraksi dada, napas cuping hidung), frekuensi napas, dan pola napas. Tindakan yang dapat dilakukan diantaranya dengan pemberian oksigen.
Circulation:
Evaluasi warna kulit, suhu badan, frekuensi nadi, pola nadi, tekanan darah, capillary refill time (CRT). Tindakan yang dapat dilakukan seperti memasang akses intravena, mengontrol perdarahan, chest compression, dan defibrilasi.[4,33,34]
Secondary Survey
Secondary survey dilakukan setelah prosedur penyelamatan nyawa. Penilaian Secondary Survey dapat dilakukan dengan melakukan anamnesis, yakni menanyakan keluhan, menanyakan riwayat penyakit, riwayat alergi, riwayat pengobatan dan kapan terakhir makan, memeriksa tanda vital, dan melakukan pemeriksaan fisik dari kepala hingga kaki.[4,34]
Tertiary Survey
Tertiary Survey dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding melalui pemeriksaan penunjang, seperti EKG 12 sadapan, pemeriksaan elektrolit, dan pemeriksaan gula darah.
Diagnosis banding yang dapat menyebabkan henti jantung adalah 5H dan 5T. 5H yakni hipoksia, hipovolemia, ion hidrogen (asidosis), hipotermia, dan hipokalemia atau hiperkalemia. 5T adalah toxin, tamponade cordis, tension pneumothorax, trombosis pulmoner dan trombosis koroner. [4,5,7,35]
Tahapan Resusitasi Bayi dan Anak di Luar Rumah Sakit
Resusitasi pada bayi dan anak di luar rumah sakit memiliki tahapan:
- Pastikan area penyelamatan aman untuk pasien dan penolong
- Cek respon. Bila ada respon pasien bernapas namun tidak adekuat, berikan bantuan napas sekali setiap 3-5 detik dan panggil bantuan
- Cek respon. Bila tidak bernapas atau hanya gasping, tidak ada denyut nadi atau nadi kurang dari 60 kali per menit, segera berteriak atau menghubungi EMS dengan tidak meninggalkan pasien dan lakukan siklus RJP
- Segera lakukan RJP 30 kompresi : 2 napas selama lima siklus, lalu pasang defibrilator. Bila tidak ada, ulangi siklus RJP hingga bantuan datang atau hentikan siklus RJP bila penolong benar-benar kelelahan
- Jika terdapat 2 orang penolong, maka penolong pertama melakukan RJP dan penolong yang lain mencari bantuan[4,15,36]
Resusitasi Bayi dan Anak di Fasilitas Kesehatan
Resusitasi bayi dan anak di fasilitas kesehatan memiliki tahapan:
- Memeriksa apakah area penyelamatan aman untuk pasien dan penolong
- Cek respon. Bila normal, segera aktifkan code blue dengan tidak meninggalkan pasien
- Bila saat cek respon terdapat nadi namun napas tak normal, segera panggil bantuan dengan tidak meninggalkan pasien lalu berikan bantuan napas 1 kali setiap 2-3 detik
- Bila tidak ada napas atau hanya gasping dan tidak ada nadi atau nadi < 60 kali per menit, segera aktifkan code blue dan segera lakukan siklus RJP
- Lakukan siklus RJP 30 kompresi : 2 napas, lalu pasang defibrilator. Jika defibrilator memerintahkan untuk melakukan kejut jantung, berikan 1 kali kejut jantung dan lakukan siklus RJP kembali. Evaluasi setiap 2 menit hingga bantuan datang
Bila penolong hanya satu orang, ketika meminta bantuan penolong dapat berteriak atau menelpon petugas lain untuk mengaktifkan code blue dengan tetap berada di dekat pasien
Bila penolong lebih dari satu, penolong 1 melakukan cek respon dan memberikan bantuan penyelamatan, sedangkan penolong yang lain memanggil tim untuk mengaktifkan code blue dan mengambil defibrilator.[4,15,36]
Tim EMS Datang memberikan Bantuan Resusitasi
Bila tim EMS telah datang, defibrilator dilepas dan dilanjutkan dengan advance life support. Tindakan pada airway bisa dilakukan dengan memberikan oksigen atau melakukan intubasi. Selain itu, bisa juga dilakukan pemasangan akses intravena atau intraoseus dan pemberian obat sesuai indikasi.
RJP berkualitas tetap dilanjutkan. Bila RJP telah dilakukan selama 2 menit, evaluasi irama jantung. Apabila ritme unshockable, seperti asistol atau Pulseless electrical activity (PEA), berikan epinefrin 0,01 mg/kg tiap 3-5 menit. Bila irama jantung shockable, berikan kejut jantung 2 joule/kg untuk kejut yang pertama dan lanjutkan RJP kembali.
Setelah 2 menit, lakukan evaluasi irama jantung. Bila unshockable, lanjutkan RJP kembali. Bila irama shockable, berikan kejut jantung yang kedua dengan dosis 4 joule/kg lalu lanjutkan RJP kembali. Lakukan siklus ini lagi, tetapi bila irama shockable berikan kejut jantung dengan dosis > 4 joule/kg hingga maksimum 10 joule/kg atau dosis dewasa dan lanjutkan RJP kembali.
Masukan amiodarone dengan dosis 5 mg/kg selama henti jantung dan dapat diulang 3 dosis total. Tangani penyebab yang dapat dipulihkan.[4,5,36]
RJP Yang Berkualitas
RJP yang berkualitas sangat membantu proses tindakan penyelamatan pasien, RJP dikatakan berkualitas jika:
- Kecepatan kompresi 100-120 kali per menit
- Kedalaman kompresi sepertiga diameter anterio-posterior dada, yakni + 4 cm pada bayi dan + 5 cm pada anak
- Rekoil dada lengkap setiap selesai kompresi
- Menghindari ventilasi berlebihan, dan
- Minimal interupsi[15,36]
Terminasi Resusitasi
Terminasi resusitasi dilakukan ketika:
- Tim menerima perintah Do Not Resuscitate (DNR) secara legal dan sah
- ROSC pada pasien
- Penolong telah benar-benar mengalami kelelahan fisik
- Henti jantung terjadi lebih dari 20 menit
- Selama resusitasi irama tetap asistol atau PEA dan tidak ada respon setelah 2 dosis pemberian epinefrin[4,37]
Follow up
Follow up resusitasi pada bayi dan anak setelah ROSC adalah dengan melanjutkan secondary dan tertiary survey serta tata laksana setelah henti jantung. Tujuan utama tata laksana henti jantung adalah menegakkan diagnosis dan mengobati penyebab yang mendasari, meminimalkan cedera sekunder pada jantung dan otak, serta menurunkan mortalitas pasca henti jantung. Cedera otak dan disfungsi pada jantung merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas terbanyak setelah henti jantung.[4,9,34,35,38]
Adapun monitoring setelah henti jantung meliputi:
- Monitoring umum: tekanan darah, EKG 12 sadapan, saturasi oksigen, kapnografi kuantitatif, analisis gas darah (AGD), suhu, output urin, pemeriksaan darah lengkap, gula darah, elektrolit, kreatinin, dan rontgen toraks
- Monitoring kardiologi: echocardiography
- Monitoring neurologis: pemeriksaan klinis neurologis, CT scan otak atau MRI otak, dan electroencephalography[38,39]
Penulisan pertama oleh: dr. Yoke K. Putri, M.Sc, Sp.A, IBCLC