Teknik Resusitasi Cairan
Teknik resusitasi cairan termasuk persiapan pasien dan peralatan, posisi, prosedur dan follow-up. Pemasangan dapat dilakukan oleh satu orang.
Persiapan Pasien
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik diperlukan sebelum resusitasi cairan untuk mengetahui keparahan syok yang dialami. Selain tingkat keparahan syok, kemungkinan gangguan elektrolit juga dapat diketahui dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis yang perlu ditanyakan termasuk riwayat konsumsi cairan, berupa:
- Riwayat pembatasan konsumsi cairan
- Riwayat kehilangan cairan (diare, muntah, pendarahan) dan perkiraan jumlah dan isi cairan
- Faktor komorbid, seperti kelainan ginjal, hati, jantung, serta edema anasarka [1,7]
Pemeriksaan fisik termasuk:
Tanda Syok
- Tekanan darah diastolik < 100mmHg
- Denyut jantung > 90 kali per menit
Capillary refill time > 2 detik
- Laju pernafasan > 20 kali per menit
- National Early Warning Score (NEWS) ≥ 5
Tanda Deplesi Intravaskular
- Membran mukosa kering
- Penurunan turgor kulit
- Hipotensi ortostatik dan peningkatan ortostatik denyut nadi
- Akral dingin
- Penurunan jugular venous pressure (JVP)
- Nadi cepat dan lemah
Tanda Overload Cairan
- Edema paru
- Peningkatan berat badan
- Membran mukosa lembab
- Edema perifer
- JVP meningkat
Peralatan
Peralatan utama yang dibutuhkan dalam resusitasi cairan berupa rute resusitasi dan berbagai jenis cairan sesuai indikasi.
Secara garis besar, peralatan yang dibutuhkan untuk resusitasi yaitu :
- Kateter intravena ukuran terbesar : 14-gauge atau 16-gauge
- Cairan infus : kristaloid, koloid, komponen darah
- Peralatan tambahan pada pemasangan rute intravaskuler secara vena seksi dan vena sentral (minor set, CVC set)
Rute Resusitasi Cairan
Rute Intravaskular:
Rute intravaskuler didapatkan dengan pemasangan kateter intravena/abocath standar ukuran besar dan pendek (14-gauge sampai 16-gauge) pada vena perifer secara perkutan. Dengan infusion pump, rute ini dapat dimasuki 1 liter cairan kristaloid dalam 10 hingga 15 menit atau 1 unit packed red blood cells (PRC) selama 20 menit.
Pada beberapa jenis pasien seperti bayi, anak-anak, pengguna narkotika intravena, pasien luka bakar, dan pasien dengan kerusakan anatomis lain, akses vena secara perkutan akan sulit didapatkan. Pada keadaan ini, tindakan vena seksi (venous cutdown) dapat dilakukan. Vena seksi merupakan tindakan bedah terhadap vena dalam yang dilakukan untuk mendapatkan rute intravaskuler dalam resusitasi cairan. Vena seksi dilakukan dengan insisi pada kulit lokasi vena dilanjutkan dengan diseksi tumpul untuk identifikasi vena yang akan dilakukan venotomi. Kateter intravena standar dapat digunakan dalam tindakan vena seksi.
Selain rute vena perifer, resusitasi cairan melalui rute vena sentral dapat digunakan. Rute vena sentral digunakan pada pasien dengan risiko kehilangan cairan terus-menerus dan membutuhkan resusitasi cairan yang cepat. Rute vena sentral didapatkan dengan pemasangan central venous catheter (CVC) ukuran besar seperti swan-Gans catheter sleeve. Penggunaannya dengan infusion pump dapat memasukkan 1 unit PRC kurang dari 5 menit.[11-14]
Rute Intraosseous:
Rute intraosseous diindikasikan pada pasien dewasa, anak, bayi, dan neonatus yang membutuhkan resusitasi cairan segera namun rute intravaskular sulit didapatkan. Rute intraosseous merupakan rute sementara, dengan jangka waktu penggunaan 72 – 96 jam. Pemasangan rute intraosseous dilakukan di tibia bagian proksimal dan distal (pada dewasa dan anak) dan humerus bagian proksimal atau femur bagian anterolateral (pasien dewasa). Pemasangan rute intraosseous dapat dilakukan dengan jarum khusus intraosseous atau kateter intravena berukuran besar.[15,16]
Jenis Cairan
Jenis cairan yang dapat diberikan selama resusitasi cairan berupa kristaloid, koloid, dan komponen darah.
Cairan kristaloid:
Cairan kristaloid merupakan cairan yang ditujukan untuk menggantikan volume intravaskuler. Cairan kristaloid merupakan cairan isotonik, seperti NaCl 0,9% (Normal Saline) maupun Ringer Laktat. Normal saline mengandung 154 mEq/L Na+ dan Cl-, dengan pH 5,7 dan osmolalitas 308 mOm/L. Pemberian normal saline dalam jumlah besar berisiko menyebabkan asidosis metabolik hiperkloremik. Ringer Laktat merupakan cairan yang mengandung Ca++, K+, dan laktat. Pada syok yang disebabkan oleh pendarahan, Ringer Laktat lebih sering digunakan untuk meminimalisir asidosis dan tidak menyebabkan hiperkloremia. Ringer laktat dikontraindikasikan bila diberikan bersamaan dengan produk komponen darah, karena dapat mencetuskan timbulnya bekuan darah.[7,11]
Cairan Koloid:
Cairan koloid merupakan cairan yang memiliki molekul besar, di mana koloid sendiri didefinisikan sebagai suspensi partikel dengan diameter 1 sampai 1000 nm yang bercampur dengan solven dan terpengaruh oleh gravitasi.
Secara umum, koloid terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
- Koloid natural, seperti albumin
- Koloid sintetik, seperti starch, dextran, dan gelatin
Albumin merupakan derivat plasma manusia yang memiliki berat molekuler 66.000 Da dan berperan pada 80% tekanan onkotik koloid plasma. Sediaan albumin terdiri dari konsentrasi 4 – 5% atau 20 – 25%. Pemberian albumin 25% dapat menarik cairan dari ruang interstisial ke intravaskuler sehingga dapat meningkatkan volume plasma 4 hingga 5 kali dari volume albumin yang diberikan.
Gelatin merupakan cairan derivat bovine collagen – gelatin dengan berat molekul 35.000 Da. Gelatin diekskresikan dengan cepat oleh ginjal dan hanya sekitar 20% beredar di intravaskuler selama 90 menit. Gelatin memiliki risiko anafilaksis yang tinggi (1 dari 290) dan risiko teoritis terhadap Creutzfeldt-Jakob disease (CJD), sehingga gelatin tidak direkomendasikan sebagai cairan resusitasi.
Hydroxyethyl starch merupakan koloid sintetik dari hidrolisis amilopektin dengan berat molekul 130 hingga 200 kDa. Penggunaan hydroxyethyl starch tidak lagi direkomendasikan karena efek sampingnya seperti mengganggu fungsi ginjal, menyebabkan koagulopati dan perdarahan akibat penurunan faktor VII dan faktor von Willebrand, serta gangguan trombosit.[1,7]
Dekstran merupakan molekul polisakarida yang dapat digunakan untuk meningkatkan volume plasma dan menurunkan viskositas darah. Pada praktiknya, dekstran jarang digunakan karena berbagai efek sampingnya, seperti gangguan fungsi ginjal, reaksi anafilaksis, dan perdarahan akibat penghambatan produksi faktor VII dan faktor von Willebrand. Penggunaan dekstran juga dapat mengganggu proses crossmatch pada transfusi darah. [1,7]
Komponen Darah:
Selain dengan kristaloid dan koloid, resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian darah. Pemberian produk darah berupa packed red blood cells (PRC) diberikan pada syok dengan kehilangan volume darah lebih dari 30% atau syok hemoragik kelas III (moderate) dan IV (severe).[7,13]
Pemberian PRC dilakukan tanpa ABO-rhesus typing dan cross-matching, yakni golongan O Rhesus (-). Namun, dengan populasi Rh (-) yang kecil di Indonesia, Kementerian Kesehatan merekomendasikan transfusi darah darurat diberikan dengan golongan darah O Rhesus (+).[7,13]
Posisi Pasien
Dewasa
Posisi pasien bergantung pada jenis rute intravaskuler yang digunakan selama resusitasi cairan. Pada pemasangan rute vena perifer, pasien diposisikan secara supinasi dengan ekstremitas lokasi pemasangan rute perifer terjangkau. Pada pemasangan rute vena sentral di lokasi vena jugularis dan subclavia, pasien diposisikan secara reverse Trendelenburg dengan kepala menoleh ke arah kontralateral lokasi pemasangan. Pada pemasangan rute vena sentral di lokasi vena femoral, pasien diposisikan secara supinasi dengan membuka area inguinal yang dapat dilakukan dengan menekuk lutut tungkai lokasi pemasangan dengan daerah lateral tungkai berada di atas bed pasien.[12,17]
Anak-anak
Secara umum, posisi pasien anak tidak jauh berbeda dengan pasien dewasa. Lokasi pemasangan rute intravaskuler pasien anak-anak, bayi dan neonatus perlu dipegang oleh lebih dari satu orang untuk mencegah pasien memberontak dan memudahkan pemasangan rute intravaskuler.
Prosedural
Prosedural mengenai resusitasi cairan terbagi berdasarkan jenis kondisi pasien yang membutuhkan resusitasi, seperti syok hemoragik, syok kardiogenik, syok neurogenik, syok septik, ketoasidosis diabetik, luka bakar, dan syok hipovolemik akibat gejala gastrointestinal.
Syok Hemoragik
Pada syok hemoragik, resusitasi cairan dimulai dengan dosis inisial bolus 1 liter kristaloid hangat secepat mungkin. Pemberian kristaloid dapat dilakukan sebanyak 3 – 4 kali jumlah perdarahan. Pada pasien dengan keadaan hemodinamik tidak stabil yang berkelanjutan atau perdarahan yang sedang berlangsung (perdarahan internal maupun eksternal) resusitasi dengan komponen darah diperlukan. Komponen darah yang dapat diberikan adalah PRC, FFP dan platelet. Resusitasi cairan diberikan sebagai upaya sementara sampai terjadinya kontrol perdarahan. Sementara, tindakan emergensi yang dapat dilakukan adalah mengendalikan perdarahan dengan pemasangan splint pada tulang panjang, splint pada tulang pelvis dan balut tekan pada luka terbuka.[1,9,13,18]
Syok Kardiogenik
Resusitasi cairan pada syok kardiogenik dilakukan sebagai terapi dan penegakan diagnosis terhadap sumber masalah syok. Resusitasi cairan dilakukan dengan pemberian fluid challenge, yaitu 100 – 250 ml normal saline. Pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh masalah volume, pemberian fluid challenge akan memperbaiki tanda vital pasien. Resusitasi cairan pada syok kardiogenik diikuti dengan pertimbangan penggunaan vasopresor.[9,18,19]
Syok Neurogenik
Pemberian cairan resusitasi diberikan sebagai terapi suportif pada syok neurogenik. Infus cepat 1 – 2 liter kristaloid melalui 2 jalur vena diberikan pada pasien dengan syok neurogenik. Resusitasi cairan pada jenis syok ini diikuti dengan pemberian vasopresor dan stabilisasi medulla spinalis, karena volume bukan merupakan masalah utama pada syok neurogenik.[9,13]
Syok Septik
Resusitasi cairan pada syok septik tidak berbeda dengan syok distributif lain, seperti syok neurogenik. Resusitasi dilakukan dengan pemberian infus cepat 1 – 2 liter kristaloid selama 1 – 2 jam. Resusitasi cairan pada syok septik dapat diikuti dengan pemberian vasopresor.[9,18]
Ketoasidosis Diabetik
Pada ketoasidosis diabetik yang menyebabkan syok hipovolemik, resusitasi cairan dilakukan dengan pemberian normal saline sebanyak 1 – 2 liter. Resusitasi cairan pada ketoasidosis diabetik diikuti dengan pemantauan pH darah dengan AGD, keton darah, kadar glukosa dan natrium darah.[7,9]
Luka Bakar
Penentuan kebutuhan cairan untuk resusitasi pasien luka bakar dilakukan dengan penghitungan luas luka bakar (total body surface area) dengan Wallace Rule of Nines (pasien dewasa), Lund Browder (dewasa dan anak) atau Palmar Method. Resusitasi cairan luka bakar dilakukan selama 24 jam pertama onset luka bakar dan dihitung dengan rumus Parkland berdasarkan total body surface area (TBSA), yaitu 2 ml/kgBB/%TBSA pada pasien luka bakar dewasa, 3 ml/kgBB/%TBSA pada pasien luka bakar anak-anak, dan 4 ml/kgBB/%TBSA pada pasien sengatan listrik menurut American College of Surgeons atau 3 – 4 ml/kgBB/%TBSA menurut Australian and New Zealand Burn Association (ANZBA). Pemberian cairan terbagi menjadi dua, yaitu 50% cairan diberikan dalam 8 jam pertama onset luka bakar dan 50% lainnya diberikan selama 16 jam berikutnya.[7,13,20,21]
Syok Hipovolemik Akibat Gejala Gastrointestinal
Penentuan kebutuhan cairan untuk rehidrasi awal pasien dengan dehidrasi akibat gejala gastrointestinal seperti muntah dan diare dapat dilakukan berdasarkan kadar natrium plasma, metode Morgan-Watten, metode Daldiyono, dan derajat dehidrasi berdasarkan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
Salah satu cara menghitung kehilangan cairan adalah dengan metode Daldiyono. Perhitungan kebutuhan cairan dengan metode Daldiyono dilakukan dengan rumus: Σskor/15 x 10% x berat badan (kg) x 1 liter. Jumlah cairan dengan metode tersebut diberikan selama 2 jam.[7,18]
Tabel 1. Skor Daldiyono
Gejala | Skor |
Muntah | 1 |
Suara serak | 2 |
Keadaan apatis | 1 |
Kesadaran somnolen, sopor, koma | 2 |
Tekanan sistolik ≤ 90 mmHg | 2 |
Frekuensi nadi ≥ 120 kali per menit | 1 |
Pernafasan Kussmaul (≥ 30 kali/menit) | 1 |
Turgor kulit menurun | 1 |
Facies kolerika | 2 |
Ekstremitas dingin | 1 |
Jari tangan keriput | 1 |
Sianosis | 2 |
Usia ≥ 50 tahun | -1 |
Usia ≥ 60 tahun | -2 |
Sumber: EIMED PAPDI, 2015
Pada anak, penilaian kebutuhan cairan akibat gejala gastrointestinal dapat dilakukan berdasarkan gejala klinis dan terbagi menjadi dehidrasi ringan-sedang dan dehidrasi berat. Resusitasi cairan dibutuhkan pada anak yang mengalami dehidrasi berat dengan estimasi kehilangan cairan > 10% berat badan. Pada pasien anak dengan dehidrasi berat akibat gejala gastrointestinal, resusitasi cairan berupa pemberian cairan parenteral 100 ml/kgBB dapat dilakukan dengan cara:
- Umur kurang dari 12 bulan: 30 ml/kgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70 ml/kgBB dalam 5 jam berikutnya
- Umur lebih dari 12 bulan: 30 ml/kgBB dalam 30 menit pertama, dilanjutkan 70 ml/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya [22]
Follow Up
Pemberian resusitasi cairan dapat diakhiri bila terdapat perbaikan pada:
- Kriteria klinik, seperti tekanan darah, nadi, volume urin, dan central venous pressure
- Oksigenasi sistemik yang ditandai oleh:
-
Oxygen uptake (VO2) > 100 ml/menit/m2
Arterial base deficit > 2 mEq/L
Lactate serum < 2 mEq/L [1,7,13]
-