Pendahuluan Pemeriksaan Bakteri Tahan Asam (BTA)
Pemeriksaan bakteri tahan asam atau BTA atau merupakan salah satu pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis Tuberkulosis (TB), pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi adanya bakteri penyebab tuberkulosis, terutama tuberkulosis paru. Bakteri tuberkulosis mampu bertahan di lingkungan asam, sehingga pemeriksaannya disebut pemeriksaan bakteri tahan asam.[1]
Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, bakteri ini tidak hanya menyerang organ paru-paru saja, melainkan dapat menyerang berbagai organ lain didalam tubuh manusia seperti kelenjar getah bening, tulang, otak, atau bahkan dapat menyerang saluran pencernaan (usus).
Di Indonesia, kasus TB terbanyak adalah TB paru yaitu dengan estimasi sebanyak 969.000 kasus penderita TB yang tersebar di seluruh Indonesia pada tahun 2022. TB paru lebih mudah menginfeksi orang dengan kondisi imunitas yang lemah, misalnya seseorang yang terinfeksi HIV/AIDS, riwayat penyakit kronis seperti diabetes melitus dan penyakit jantung, serta orang dengan penyakit autoimun dan mengonsumsi kortikosteroid lama.[1-3]
Diagnosis TB paru ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan bakteriologi, pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan kultur atau biakan dahak merupakan pemeriksaan baku emas. Akan tetapi prosedur pemeriksaan kultur lebih rumit dan memakan waktu lama serta mahal, sehingga pemeriksaan BTA atau tes cepat molekuler (TCM) dapat digunakan untuk mendiagnosis TB. Namun, pemeriksaan BTA hanya dilakukan jika fasilitas kesehatan tidak terdapat TCM.
Pasien dinyatakan positif terhadap TB apabila hasil pemeriksaan BTA 1 dari 2 spesimen dahak Sewaktu-Sewaktu (SS) atau Sewaktu-Pagi (SP) ditemukan positif.[1,2,14]
Interpretasi pemeriksaan BTA dapat dilakukan menggunakan skala International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) atau dengan skala Bronkhorst (BR). Pembacaan hasil ini dilakukan pada sediaan yang telah diwarnai dengan metode pewarnaan Tan Thiam Hok, Ziehl Neelsen, dan Fluorokrom.[4]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja