Penggunaan pada Kehamilan dan Ibu Menyusui Aspirin
Penggunaan aspirin atau asetilsalisilat pada kehamilan masuk dalam kategori C oleh FDA untuk trimester pertama dan kedua, serta kategori D pada trimester ketiga. Pada ibu menyusui, aspirin dikeluarkan ke ASI.[8,17]
Penggunaan pada Kehamilan
Aspirin terdaftar sebagai obat kategori C oleh FDA untuk penggunaan selama trimester pertama dan kedua, serta obat kategori D pada trimester ketiga kehamilan.
- Kategori C: Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Obat hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin
- Kategori D: Ada bukti positif mengenai risiko terhadap janin manusia, tetapi besarnya manfaat yang diperoleh mungkin lebih besar dari risikonya, misalnya untuk mengatasi situasi yang mengancam jiwa[17]
Sementara itu, TGA memasukkan aspirin dalam kategori C. Artinya, obat yang menyebabkan atau diduga menyebabkan efek buruk pada janin atau neonatus, namun tidak menyebabkan malformasi dan efeknya dapat reversibel.[7]
Efek teratogenik telah diamati pada hewan coba dengan dosis setara dosis letal pada manusia. Meski demikian, belum ada bukti yang menunjukkan bahwa obat ini teratogenik pada manusia. Secara umum, disarankan untuk menghindari penggunaan aspirin pada trimester pertama dan kedua kehamilan kecuali jika memang diperlukan dan tidak ada alternatif terapi lain.
Jika aspirin harus dikonsumsi oleh pasien yang mencoba untuk hamil atau selama trimester pertama dan kedua kehamilan, maka penggunaan dilakukan dengan dosis serendah mungkin dan durasi sesingkat mungkin. Sementara itu, aspirin dikontraindikasikan pada trimester ke-3 kehamilan.[2]
Penggunaan pada Ibu Menyusui
Setelah konsumsi aspirin, asam salisilat diekskresikan ke dalam ASI. Pemberian aspirin dengan dosis yang lebih tinggi pada ibu dilaporkan menghasilkan kadar ASI yang lebih tinggi secara tidak proporsional. Konsumsi aspirin ibu dosis tinggi dalam jangka panjang dapat menyebabkan asidosis metabolik pada bayi yang disusui.
Perlu diketahui pula bahwa penggunaan aspirin pada bayi dengan infeksi telah dikaitkan dengan sindrom Reye, tetapi risiko sindrom Reye dari aspirin dalam ASI tidak diketahui. Pada prinsipnya, obat alternatif lebih disukai daripada terapi aspirin dosis tinggi atau terus menerus. Jika aspirin digunakan oleh ibu menyusui, lakukan pemantauan memar dan perdarahan pada bayi.[8]
Penulisan pertama oleh: dr. Edwin Wijaya