Pengawasan Klinis Hydroxychloroquine
Pengawasan klinis saat pemberian hydroxychloroquine atau hidroksiklorokuin terutama terkait efek samping yang sering terjadi, yaitu dengan pemeriksaan mata, EKG, pemeriksaan darah lengkap, dan otot.
Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan mata karena berkaitan dengan efek samping retinopati, termasuk pemeriksaan dengan slit lamp untuk mengetahui perubahan kornea, pemeriksaan visus, funduskopi, dan pemeriksaan lapang pandang.
Jika terdapat gejala abnormalitas lapang pandang atau abnormalitas pada area makula retina, atau keluhan penglihatan apapun, seperti kilatan cahaya yang tidak dapat dijelaskan sebagai gangguan akomodasi atau kekeruhan kornea, obat harus segera dihentikan dan pasien harus dimonitor secara ketat. Apabila hidroksiklorokuin diperlukan dalam jangka panjang, pemeriksaan mata tersebut diulang minimal tiap 3 bulan.
Pemeriksaan EKG
Terkait efek samping perpanjangan interval QT, perlu dilakukan pemeriksaan EKG sebelum pemberian maupun selama pemberian hidroksiklorokuin. Pada pasien dengan corrected QT interval (QTc) ≥500 ms saat baseline, direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan EKG 2‒4 jam setelah pemberian dosis pertama, untuk mengetahui adanya perubahan interval Q.
Selanjutnya EKG dilakukan setelah 48 dan 96 jam dari dosis pertama. Jika terdapat pemanjangan interval QTc >60 ms dari baseline, perlu dinilai kembali keuntungan dibanding risiko pemberian hidroksiklorokuin pada pasien
Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan darah lengkap perlu dilakukan secara berkala apabila obat diberikan dalam jangka panjang. Jika ditemukan gangguan hematologi berat, seperti trombositopenia berat atau anemia aplastik yang diduga disebabkan oleh hidroksiklorokuin, maka pemberian obat ini harus dihentikan.
Pemeriksaan Kelemahan Otot dan Perubahan Sensorik
Pada penggunaan jangka panjang, perlu dilakukan anamnesis mengenai keluhan terkait kelemahan otot dan perubahan sensorik. Apabila diperlukan dilakukan pemeriksaan saraf maupun muskuloskeletal, misalnya pemeriksaan refleks fisiologis (refleks tendon), kekuatan otot, dan elektromiografi (EMG) untuk mengetahui adanya miopati.[1,2,19,20]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini