Penggunaan pada Kehamilan dan Ibu Menyusui Pirimetamin
Penggunaan pirimetamin pada kehamilan dan ibu menyusui masuk dalam kategori C oleh FDA dan kategori B3 oleh TGA. Walaupun begitu, WHO tetap menyarankan penggunaan obat ini sebagai intermittent preventive treatment in pregnancy (IPTp) di area endemik malaria. Pirimetamin diekskresikan melalui ASI, tetapi penggunaannya diperbolehkan selama menyusui, karena tidak menimbulkan reaksi efek samping bermakna pada bayi.[1,12,14,19,21]
Penggunaan pada Kehamilan
Penggunaan pirimetamin pada kehamilan masuk dalam kategori C menurut FDA. Artinya, studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin. Akan tetapi, belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Obat hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin.[4,11]
Menurut TGA, pirimetamin masuk kategori B3, karena obat ini dapat menghambat metabolisme asam folat. Studi pada binatang percobaan menunjukkan cacat lahir yang khas menunjukkan antagonisme asam folat, terutama pada penggunaan dosis tinggi. Hanya berikan pada ibu hamil, jika manfaat melebihi potensi risiko pada janin.[12]
Pirimetamin pada umumnya dikombinasikan dengan sulfadiazin dan asam folat (leukovorin) untuk mengobati toxoplasmosis janin selama trimester 2 dan 3. Dalam pencegahan malaria, WHO mengijinkan penggunaan pirimetamin dengan sulfadoksin sebagai IPTp di area endemik malaria. Sebagai IPTp, pirimetamin dimulai pada trimester 2 dengan dosis diberikan setidaknya selang 1 bulan.[14]
Penggunaan pada Ibu Menyusui
Pirimetamin diekskresikan melalui ASI. Dalam penelitian belum ditemukan efek samping pada infant yang menyusu dari ibu yang mengonsumsi pirimetamin. American Academy of Pediatric (AAP) dan WHO memperbolehkan penggunaan pirimetamin selama menyusui.[9]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli