Pengawasan Klinis Paxlovid™
Pengawasan klinis pada terapi menggunakan Paxlovid™ perlu dilakukan, terutama terhadap efek interaksi obat yang dapat terjadi. Pemakaian Paxlovid™ perlu dilakukan dengan berhati-hati. Sebab, obat ini relatif baru dan belum banyak data dari studi jangka panjang.[1,2]
Paxlovid™ mendapat emergency use authorization (EUA) oleh Food and Drug Administration (FDA) pada tanggal 22 Desember tahun 2021. Paxlovid™ dapat diberikan sebagai e-prescription untuk tata laksana COVID-19.[1]
Perlu dilakukan pengawasan terhadap munculnya efek samping Paxlovid™, seperti dysgeusia, diare, hipertensi, dan muntah. Jika dicurigai terdapat kejadian efek samping, tenaga kesehatan diharap melaporkan ke pihak otoritas. Di Indonesia bisa dilaporkan ke Pusat Farmakovigilans/MESO Nasional Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk menambah data mengenai keamanan Paxlovid™.[1,5]
Beberapa laporan kasus terbaru juga menyatakan bahwa pasien yang menggunakan Paxlovid™ mungkin mengalami rebound COVID-19, yang merupakan munculnya kembali gejala atau berubahnya hasil tes menjadi positif lagi setelah pasien sembuh. Namun, penyebab hal ini belum diketahui secara pasti apakah merupakan efek Paxlovid™, perjalanan alami penyakit, atau reinfeksi.