Farmakologi Ritonavir
Farmakologi ritonavir adalah menginhibisi protease sel, heat shock protein 90 (HSP 90), CYP3A4, dan P-glikoprotein, serta meningkatkan aktivitas sistem imun.[5]
Farmakodinamik
Mekanisme utama ritonavir sebagai terapi HIV adalah melalui inhibisi protease sel. Obat akan menduduki protease apartil HIV dengan membentuk poliprotein gag-pro yang menyerupai poliprotein milik HIV. Hal ini akan menyebabkan produksi virus imatur yang bersifat noninfeksius. Turunnya produksi virus yang bersifat infeksius akan berdampak pada penurunan viral load, peningkatan sel CD4+, dan berkurangnya kemungkinan infeksi oportunistik.
Selain menekan produksi virus infeksius, ritonavir juga dapat berperan sebagai booster obat inhibitor protease lain dengan mengurangi produksi enzim CYP3A4. Enzim CYP3A4 adalah enzim yang berada di hepar dan berfungsi sebagai katalisator obat inhibitor protease. Inhibisi enzim tersebut akan mengurangi metabolisme obat di hepar sehingga meningkatkan efek dari obat inhibitor protease. Oleh karena itu, ritonavir sebaiknya dikonsumsi sebagai kombinasi dengan obat protease inhibitor lainnya.[3,12]
Ritonavir juga berperan dalam inhibisi proteasom. Inhibisi zat tersebut berefek pada peningkatkan kadar protein jenis unfolded dan protein yang mengalami ubikitinasi dalam sel. Penumpukan kedua jenis protein akan semakin diperparah dengan inhibisi HSP90, zat yang berperan dalam stabilisasi sel yang mengalami penumpukan protein. Akumulasi protein menginduksi stress pada endoplasmik retikulum yang berujung pada apopotosis sel. Mekanisme inilah yang berperan dalam potensi ritonavir sebagai alternatif terapi keganasan. Selain itu ritonavir dapat mengurangi apoptosis sel CD4+, sel yang mendukung peran CD8+ sebagai sitolitik yang membunuh sel kanker.[5,13]
Farmakokinetik
Farmakokinetik ritonavir dipengaruhi oleh konsumsi makanan. Konsentrasi obat dalam tubuh paling banyak ditemukan pada serum dan nodus limfa.
Absorpsi
Absorpsi ritonavir bervariasi, tergantung jenis sediaan yang dikonsumsi dan keadaan puasa atau tidak saat konsumsi obat.
Konsentrasi puncak ritonavir akan dicapai dalam waktu 2 jam jika dikonsumsi saat puasa, sedangkan jika pasien dalam keadaan tidak berpuasa waktu yang dibutuhkan adalah selama 4 jam. Konsumsi makanan akan menurunkan bioavailabilitas ritonavir dalam semua sediaan, baik tablet, oral solution, dan bubuk jika dibandingkan dengan kondisi puasa. Konsumsi makanan akan mengurangi kadar dalam plasma dan konsentrasi maksimal ritonavir tablet 100 mg sebesar 21-23% jika dibandingkan dengan penggunaan dalam keadaan puasa.[2,12]
Distribusi
Konsentrasi ritonavir dalam tubuh paling banyak ditemukan pada serum dan nodus limfa dengan volume distribusi sebesar 0,16-0,66 liter/kg. Sebanyak 98-99% obat akan terikat dengan protein.[12]
Metabolisme
Ritonavir dimetabolisme di hati dengan menggunakan enzim CYP3A4 dan sebagian kecil menggunakan enzim CYP2D6. Metabolisme menghasilkan lima jenis metabolit yang teridentifikasi, namun hasil metabolit utama dari ritonavir adalah isopropiltiazol. Isopropiltiazol memiliki karakteristik antivirus menyerupai parent drug dan memiliki konsentrasi yang rendah dalam plasma.[2,12,14]
Eliminasi
Sebanyak 86% ritonavir dieliminasi melalui feses, sedangkan sisanya dieliminasi lewat urin. Sebanyak 23-44.6% obat yang diekskresikan dalam bentuk yang tidak berubah pada feses. Waktu paruh eliminasi ritonavir adalah selama 3-5 jam.[2,12,14]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja