Farmakologi Dexamethasone
Secara farmakologi, dexamethasone merupakan kortikosteroid adrenal sintetis. Dexamethasone memiliki efek glukokortikoid yang poten, dan efek mineralokortikoid minimal. Dexamethasone berikatan dengan reseptor glukokortikoid, menghasilkan efek antiinflamasi.[1-3]
Farmakodinamik
Dexamethasone dapat melewati membran sel dan berikatan dengan reseptor glukokortikoid di sitoplasma. Kompleks antara dexamethasone dan reseptor glukokortikoid ini dapat berikatan dengan DNA sehingga terjadi modifikasi transkripsi dan sintesis protein. Akibatnya, infiltrasi leukosit terhambat, mediator inflamasi menurun, dan edema jaringan berkurang.
Selain itu, dexamethasone juga menghambat phospholipase A2, menyebabkan tidak terbentuknya prostaglandin dan leukotrien yang merupakan mediator inflamasi kuat.
Efek dexamethasone lainnya adalah meningkatkan sintesis surfaktan, memperbaiki mikrosirkulasi pada paru, meningkatkan konsentrasi vitamin A dalam serum, dan menghambat mitosis.[1-3,6]
Farmakokinetik
Pada pemberian oral, dexamethasone mencapai puncak konsentrasi dalam 1–2 jam. Durasi kerja dexamethasone sekitar 72 jam. Dexamethasone dimetabolisme di hati, dan ekskresinya mayoritas melalui urin.
Absorpsi
Absorpsi dexamethasone secara oral mencapai 61–86%. Onset tergantung rute pemberian. Peak serum time oral tercapai dalam 1–2 jam, intramuskular 30–120 menit, dan intravena 5–10 menit. Konsumsi makanan berlemak tinggi dapat menurunkan konsentrasi puncak dexamethasone sebanyak 23% pada dexamethasone dosis 20 mg.[5,7]
Distribusi
Dexamethasone didistribusikan dengan berikatan dengan protein, terutama albumin, sebanyak 70%. Dexamethasone tidak begitu berikatan dengan corticosteroid binding protein. Volume distribusi adalah 2 L/kg. Dexamethasone dapat melewati sawar plasenta.[4,5,7]
Metabolisme
Dexamethasone dimetabolisme di hati oleh enzim CYP3A4.[4]
Eliminasi
Waktu paruh dexamethasone sekitar 190 menit. Ekskresi sebagian besar melalui urin (65%), sebagian kecil melalui feses.[5,7]
Resistensi
Dexamethasone termasuk golongan glukokortikoid. Resistensi terhadap glukokortikoid terjadi akibat perubahan sensitivitas reseptor glukokortikoid (glucocorticoid receptor/GR) melalui mekanisme berikut:
- Sindrom resistensi glukokortikoid generalisata merupakan kelainan herediter. Pada sindrom ini, efek kortisol berkurang dan terjadi kompensasi berupa hiperaktivitas aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA)
- Perubahan sensitivitas GR leukosit yang transien pada penyakit infeksi, sepsis, keganasan, depresi mayor, acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), dan beberapa penyakit autoimun, seperti rheumatoid arthritis
- Perbedaan GR yang masih dalam batas normal pada populasi akibat polimorfisme[13]
Pasien dengan resistensi GR dapat menunjukkan gejala hipertensi, alkalosis hipokalemia, dan kelelahan akibat kelebihan produksi mineralokortikoid. Pada perempuan, dapat muncul gejala hiperandrogen, seperti jerawat, hirsutism, kebotakan dan lain-lain. Namun, pasien tidak menunjukkan gejala seperti moon face, obesitas sentral, striae, hiperglikemia, dan miopati. Diagnosis ditegakkan berdasarkan tes supresi dexamethasone dosis rendah.[13,14]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra