Penggunaan pada Kehamilan dan Ibu Menyusui Labetalol
Penggunaan labetalol pada kehamilan masuk dalam Kategori C menurut FDA. Pada ibu menyusui, labetalol diketahui dikeluarkan ke air susu ibu (ASI) dalam kadar sangat rendah.[3,9]
Penggunaan pada Kehamilan
FDA memasukkan labetalol dalam Kategori C. Artinya, studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Obat hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin.[9]
Menurut TGA, labetalol termasuk kategori C. Ini berarti obat dicurigai dapat menyebabkan efek yang berbahaya pada fetus tanpa menyebabkan malformasi.[2]
Labetalol telah digunakan secara off label dalam penanganan preeklampsia dan eklampsia. Meski demikian, hingga kini belum ada uji klinis terkontrol yang mengevaluasi keamanan dari penggunaan labetalol pada ibu hamil.
Dalam satu kasus, seorang wanita hamil dilaporkan mengalami gejala fenomena Raynaud pada puting saat diterapi dengan labetalol untuk penanganan hipertensi dalam kehamilan. Gejala yang sama muncul kembali pada kehamilan berikutnya ketika pasien mengonsumsi labetalol 100 mg 2 kali sehari. Penghentian terapi dilaporkan menghilangkan keluhan sepenuhnya.[3,4]
Penggunaan pada Ibu Menyusui
Labetalol dikeluarkan ke ASI dalam kadar sangat rendah. Karena rendahnya kadar labetalol dalam ASI, telah diperkirakan bahwa jumlah yang tertelan oleh bayi sedikit dan tidak akan menimbulkan efek buruk bagi bayi cukup bulan. Secara umum, tidak ada tindakan pencegahan khusus yang diperlukan bagi sebagian besar bayi. Namun, agen lain sebaiknya dipilih jika menyusui bayi prematur.[11]