Penggunaan pada Kehamilan dan Ibu Menyusui Phenylephrine
Penggunaan phenylephrine pada kehamilan dan menyusui tidak disarankan. Pada masa akhir kehamilan atau persalinan, phenylephrine dapat menyebabkan anoksia janin dan bradikardia karena peningkatan kontraktilitas uterus dan penurunan aliran darah uterus.[2,4,5,8]
Penggunaan pada Kehamilan
FDA memasukkan phenylephrine dalam kategori C, yang berarti studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Obat hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin.[3,4]
TGA memasukkan phenylephrine dalam kategori B2. Artinya, obat telah digunakan secara sangat terbatas oleh wanita hamil dan wanita usia produktif tanpa ditemukan adanya peningkatan frekuensi malformasi atau efek membahayakan tidak langsung terhadap fetus manusia.[7]
Studi yang dipublikasikan pada kelinci hamil normotensif melaporkan persalinan awitan dini, peningkatan kematian janin, dan efek plasenta yang merugikan dengan pemberian phenylephrine subkutan selama kehamilan dengan dosis sekitar 1,9 kali total dosis harian manusia. Studi yang dipublikasikan pada domba hamil normotensif melaporkan penurunan aliran darah uterus dan penurunan PaO2 pada janin dengan pemberian phenylephrine intravena selama akhir kehamilan pada dosis sebanding dengan dosis manusia.[3]
Penggunaan pada Ibu Menyusui
Phenylephrine diduga tidak mencapai bayi yang menyusu dalam jumlah besar. Namun, pemberian phenylephrine dapat menurunkan produksi ASI. Pada pemberian sediaan topikal, berikan tekanan pada saluran air mata di sudut mata selama 1 menit atau lebih, kemudian buang larutan berlebih dengan tisu penyerap.[8]