Indikasi dan Dosis Amitriptyline
Indikasi amitriptyline adalah pengobatan depresi pada dewasa, nyeri neuropatik pada dewasa, profilaksis dari tension type headache kronis pada dewasa, profilaksis migraine pada dewasa, dan tata laksana eneuresis nokturnal pada anak.[2,3]
Terdapat beberapa bukti bahwa penggunaan amitriptyline dosis rendah (25 mg) pada nyeri punggung belakang dalam 6 bulan menyebabkan penurunan disabilitas dalam 3 bulan pertama dan penurunan intensitas nyeri dalam 6 bulan dengan efek samping rendah. Selain itu, amitriptyline juga dilaporkan efektif sebagai terapi fibromialgia.[7,8]
Depresi
Dosis inisial dari amitriptyline untuk gangguan depresi mayor adalah 25 mg, diberikan 2 kali sehari. Kemudian, dosis dapat ditingkatkan bertahap dalam kelipatan 25 mg hingga menjadi 150 mg per hari yang diberikan dalam dosis terbagi. Dosis maksimal adalah 150 mg per hari.
Dosis pemeliharaan adalah 40-100 mg oral per hari dengan durasi terapi antara 2-4 minggu hingga 6 bulan setelah terjadi pemulihan untuk mencegah relaps.
Sebagai alternatif, amitriptyline bisa diberikan pada malam hari dengan dosis inisial 50-100 mg, ditingkatkan bertahap 25-50 mg sesuai kebutuhan hingga dosis maksimal 150 mg sehari. Pada pasien yang dirawat inap, amitriptyline diberikan dengan dosis inisial 100 mg sehari, dapat ditingkatkan 200 mg sehari apabila dibutuhkan hingga dosis maksimal 300 mg per hari.
Efek terapi mungkin membutuhkan waktu 2-4 minggu. Peningkatan dosis sebaiknya dilakukan pada malam hari karena potensi sedasi. Apabila gejala depresi sudah membaik, dosis pemeliharaan sebaiknya diturunkan hingga dosis efektif terendah.[4,9]
Nyeri Neuropatik (Off Label)
Untuk penanganan nyeri neuropatik, dosis awal adalah 10-25 mg dikonsumsi malam hari. Dosis dapat ditingkatkan 10-25 mg setiap 3-7 hari sesuai toleransi pasien dengan rentang dosis rekomendasi 25-75 mg. Pemberian dosis di atas 75 mg harus dalam dosis terbagi.[3,4,9]
Tension Type Headache (Off Label)
Amitriptyline digunakan untuk profilaksis tension type headache kronis. Amitriptyline biasanya digunakan dalam dosis 10 sampai 75 mg, dikonsumsi satu sampai dua jam sebelum tidur.[11,12]
Profilaksis Migraine (Off Label)
Untuk profilaksis migraine, amitriptyline dapat diberikan dalam dosis 10-25 mg, sekali sehari, dikonsumsi malam hari.[3,4,9]
Enuresis Nokturnal (Off Label)
Amitriptyline terbukti aman digunakan pada anak usia 6-17 tahun sebagai terapi enuresis nokturnal. Terapi ini digunakan apabila penyebab organik, seperti spina bifida telah disingkirkan dan tidak ada respon dari terapi lain. Amitriptyline tidak direkomendasikan diberikan pada anak di bawah 12 tahun.
Dosis awal untuk usia 6-10 tahun adalah 10-20 mg sekali sehari. Dosis untuk usia 11-16 tahun adalah 25-50 mg sekali sehari. Obat diberikan malam sebelum tidur. Durasi terapi tidak melebihi 3 bulan termasuk penghentian obat secara bertahap.[2,3]
Modifikasi dosis
Modifikasi dosis diperlukan pada pasien dengan gangguan fungsi hati. Tidak diketahui informasi modifikasi dosis pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.[9]
Gangguan Fungsi Hati
Pasien usia lanjut mungkin memiliki penurunan fungsi hati yang menyebabkan peningkatan kadar plasma. Amitriptyline sebaiknya digunakan secara hati-hati pada pasien dengan gangguan fungsi hati. Pemberian dosis dilakukan berdasarkan kondisi klinis pasien. Amitriptyline tidak boleh diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat.[1,9]
Penghentian Terapi
Amitriptyline tidak boleh dihentikan secara mendadak. Penghentian terapi dilakukan secara bertahap untuk mencegah gejala putus obat. Gejala yang bisa terjadi antara lain agitasi, nyeri kepala, mual muntah, hipersalivasi, diare, insomnia, hingga gejala berat seperti psikosis, kecemasan berat, dan kejang. Efek ini banyak disebabkan oleh rebound kolinergik.
Secara umum, amitriptyline diturunkan bertahap sebesar 25-50% dari dosis harian setiap 1-4 minggu tergantung respon pasien. Apabila tidak ada gejala putus obat, maka lanjutkan penurunan dosis. Ketika menurunkan ke dosis terendah, direkomendasikan penurunan dosis yang lebih lambat (misalkan sebesar 12,5%), dan pertahankan dosis terendah selama 2 minggu sebelum menghentikan terapi.
Gejala putus obat bisa terjadi dalam 1-3 hari setelah penurunan dosis. Perburukan gejala awal bisa terjadi dalam 1-2 minggu setelah penurunan dosis. Pada pasien yang mengalami gejala putus obat, ubah dosis menjadi dosis terakhir yang ditoleransi. Kemudian turunkan dosis lebih lama selama 6-12 minggu dengan penurunan yang lebih rendah.[2,6,10]
Perubahan Antidepresan
Tidak ada strategi peralihan antidepresan yang ideal. Titrasi silang, yaitu secara bertahap menghentikan antidepresan pertama sementara pada saat yang sama secara bertahap meningkatkan antidepresan baru, merupakan cara peralihan standar yang diterapkan. Meski demikian, perlu diingat bahwa merupakan kontraindikasi penggunaan amitriptyline bersamaan dengan MAIO seperti isocarboxazid, phenelzine, tranylcypromine, dan selegiline.
Saat beralih dari MAOI ke amitriptyline, biarkan 14 hari berlalu setelah penghentian obat MAIO. Saat menghentikan amitriptyline untuk memulai MAIO antidepresan, juga biarkan 14 hari berlalu.
Direct switch, yaitu penghentian antidepresan pertama secara tiba-tiba dan kemudian memulai antidepresan baru dengan dosis yang setara atau dosis yang lebih rendah dan meningkatkannya secara bertahap, digunakan ketika beralih ke obat lain dalam kelas yang sama atau serupa. Metode ini juga diterapkan bila antidepresan yang akan dihentikan telah digunakan selama <1 minggu, atau bila penghentian dilakukan karena adanya efek samping.[2-4,9,13]
Overdosis
Overdosis pada penggunaan amitriptyline terjadi dalam dosis melebihi 5 mg/kg. Tanda dan gejala dari toksisitas obat ini terkait dengan kerjanya pada sistem neurologi, jantung dan kolinergik. Gejala overdosis dari amitriptyline adalah penurunan tekanan darah, dilatasi pupil, penurunan konsentrasi, mengantuk, halusinasi, gangguan jantung, retensi urine, penurunan kontraksi usus, hingga kejang dan koma.
Tindakan pertama jika terjadi overdosis dari amitriptyline adalah menjaga airway, breathing dan circulation. Berikan suplementasi oksigen dan ventilasi mekanik apabila dibutuhkan. Tindakan selanjutnya adalah dekontaminasi gastrointestinal dengan diikuti oleh pemberian karbon aktif.
Apabila pasien mengalami hipotensi, bisa dilakukan pemasangan infus dan bolus cairan kristaloid. Pada pasien yang tidak berespon dengan pemberian cairan, bisa diberikan vasopressor. Kejang bisa diobati dengan diazepam atau lorazepam. Natrium bikarbonat diberikan pada pemanjangan QRS sebagai kardioprotektor.[1,2]
Penulisan pertama oleh: dr. Immanuel Natanael Tarigan