Penatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik
Penatalaksanaan pasien lupus eritematosus sistemik (LES) atau systemic lupus eritematosus adalah menggunakan hydroxychloroquine dan kortikosteroid seperti prednison. Terapi memiliki tujuan mencapai remisi atau aktivitas penyakit yang rendah, serta mencegah terjadinya flare dan komplikasi pada organ.[1,5]
Hydroxychloroquine
Hydroxychloroquine direkomendasikan pada semua pasien lupus dengan dosis tidak melebihi 5 mg/kg berat badan sebenarnya untuk menghindari toksisitas retina. Skrining retina disarankan pada tahun pertama dan setelah 5 tahun penggunaan obat. Pada pasien yang sudah mengalami remisi jangka panjang, dosis dapat diturunkan tetapi efikasi dari strategi ini masih diperdebatkan.[12]
Kortikosteroid Sistemik
Telah banyak studi yang menunjukkan bahwa kortikosteroid dapat meredakan gejala dengan cepat. Meski demikian, tujuan jangka menengah hingga jangka panjang dari penggunaan kortikosteroid adalah untuk menghentikan penggunaan kortikosteroid oral atau meminimalkan dosis harian menjadi setara prednison ≤7,5 mg/hari.
Terapi kortikosteroid jangka panjang memiliki berbagai efek merugikan, termasuk penurunan densitas tulang, peningkatan berat badan, edema, acne, gangguan perdarahan, dan mood swing hingga depresi. Risiko meningkat secara substansial pada dosis terus menerus di atas 7,5 mg/hari.
Pada kasus dimana pasien mengalami serangan akut yang mengancam organ, dapat digunakan methylprednisolone intravena dosis tinggi, sekitar 250-1000 mg/hari selama 3 hari. Selanjutnya, dosis diturunkan tapering secara cepat hingga ≤7,5 mg/hari atau dihentikan, tergantung pada riwayat klinis masing-masing pasien.[12]
Obat Imunosupresan
Penggunaan agen imunosupresan dilaporkan dapat memfasilitasi kebutuhan kortikosteroid yang lebih sedikit atau penurunan dosis yang lebih cepat dan dapat mencegah flare. Agen imunosupresan yang digunakan tergantung pada manifestasi penyakit, usia pasien, fertilitas, masalah keamanan, dan biaya.[1,5,12]
Methotrexate dan Azathioprine
Methotrexate (MTX) dan azathioprine (AZA) perlu dipertimbangkan pada pasien dengan kontrol gejala yang buruk meskipun telah menggunakan kortikosteroid dan hydroxychloroquine. Methotrexate banyak dilaporkan lebih efektif dibandingkan azathioprine, tetapi azathioprine lebih aman bagi pasien yang masih mempertimbangkan kehamilan.
Dosis methotrexate yang disarankan pada terapi awal adalah 7,5–15 mg/minggu dan pada terapi pemeliharaan adalah 10 mg/minggu. Dosis azathioprine adalah 1-3 mg/kg/hari per oral.[1,5,12]
Mycophenolate Mofetil
Pilihan lainnya adalah mycophenolate mofetil (MMF) yang telah dilaporkan efektif untuk lupus ginjal dan non-ginjal kecuali pasien dengan manifestasi neuropsikiatri. Obat dapat digunakan dalam dosis 2-3 gram/hari selama 6 bulan dilanjutkan 1-2 gram/hari.[1,5,12]
Siklofosfamid
Siklofosfamid (CYC) dapat dipertimbangkan pada penyakit yang mengancam organ, terutama ginjal, kardiopulmoner, atau neuropsikiatri. Obat ini hanya digunakan sebagai terapi penyelamatan pada manifestasi organ non-utama yang sulit disembuhkan. Siklofosfamid memiliki efek gonadotoksik, sehingga harus digunakan dengan hati-hati pada wanita dan pria usia subur.[1,5,12]
Agen Biologi
Terdapat beberapa bukti ilmiah yang mendukung efikasi agen biologi pada kasus lupus eritematosus sistemik. Belimumab dapat dipertimbangkan pada kasus lupus dengan manifestari ekstrarenal dengan kontrol yang tidak memadai, yakni aktivitas penyakit sedang atau flare yang sering. Belimumab digunakan secara kombinasi dengan hydroxychloroquine, prednisone, dengan atau tanpa imunosupresan.
Di sisi lain, penggunaan rituximab banyak menuai kontroversi karena beberapa uji klinis menunjukkan hasil negatif terkait efikasinya. Obat ini dapat dipertimbangkan pada pasien dengan manifestasi renal atau ekstrarenal berat yang refrakter terhadap agen imunosupresan lain dan belimumab, atau pada pasien dengan kontraindikasi terhadap obat-obat tersebut.[1,5,12]
Terapi Keluhan Kulit
Kortikosteroid topikal dapat diberikan pada pasien lupus yang mengalami keluhan pada area kulit. Jika lesi terdapat di area kulit yang tipis, seperti wajah, dapat digunakan kortikosteroid potensi rendah, seperti flusinolon asetonid 0,01% atau hydrocortisone butirat 1% dua kali sehari.
Pada area badan dan ekstremitas, dapat digunakan kortikosteroid potensi sedang seperti triamcinolone asetonid atau betamethasone valerat dua kali sehari. Pada daerah kulit tebal, seperti kulit kepala, telapak tangan, dan telapak kaki, dapat digunakan kortikosteroid potensi tinggi seperti clobetasol proprionat dua kali sehari.[1,5]
Terapi Gangguan Neuropsikiatri
Pada pasien yang menunjukkan gejala neuropsikiatri, dokter perlu mengevaluasi kemungkinan penyebab lain, termasuk infeksi dan keganasan. Pada gangguan neuropsikiatri akibat lupus, pendekatan terapi bergantung pada mekanisme yang mendasari, apakah inflamasi ataukah iskemia.
Pada kasus inflamasi, terapi yang dapat digunakan adalah kortikosteroid sistemik dan agen imunosupresan. Pada kasus iskemia, diberikan agen antikoagulan atau antitrombotik, dengan ataupun tanpa obat imunosupresan.[12]
Terapi Gangguan Hematologi
Kebanyakan kasus lupus dengan manifestasi hematologi memerlukan pengobatan antiinflamasi. Pengobatan lini pertama untuk lupus trombositopenia yang signifikan (hitung trombosit di bawah 30.000/mm3) adalah pemberian kortikosteroid dosis sedang-tinggi yang dikombinasikan dengan azathioprine, methotrexate, atau mycophenolate mofetil.
Kortikosteroid yang bisa digunakan adalah methylprednisolone intravena dalam terapi denyut selama 1-3 hari. Immunoglobulin intravena (IVIG) dapat dipertimbangkan pada fase akut, kasus dengan respons yang tidak memadai terhadap kortikosteroid dosis tinggi, atau untuk menghindari komplikasi infeksi terkait kortikosteroid.
Pengobatan trombositopenia biasanya memerlukan waktu lama dan sering mengalami kekambuhan. Rituximab dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak respon terhadap terapi awal di atas. Agonis trombopoietin atau splenektomi merupakan pilihan terapi terakhir. Di sisi lain, leukopenia autoimun sering terjadi pada lupus tetapi jarang memerlukan pengobatan.[12]
Terapi Gangguan Ginjal
Pasien dengan risiko tinggi mengalami keterlibatan ginjal memerlukan pengawasan ketat fungsi ginjal, setidaknya setiap 3 bulan. Mycophenolate mofetil dan siklofosfamid merupakan agen pilihan awal untuk penanganan pasien dengan gangguan ginjal. Siklofosfamid sebaiknya digunakan dalam dosis rendah karena memiliki kemanjuran yang sebanding dan risiko gonadotoksisitas yang lebih rendah. Dosis tinggi bisa dipertimbangkan pada kasus gangguan ginjal yang berat.[12]
Penulisan pertama oleh: dr. Della Puspita Sari