Patofisiologi Atresia Intestinal
Patofisiologi atresia intestinal didasarkan pada dua teori, yaitu teori kegagalan rekanalisasi dan teori cedera vaskular. Namun, tidak semua spektrum atresia intestinal dapat dijelaskan oleh kedua teori tersebut.[1-4,6,7]
Secara umum, patofisiologi atresia intestinal dibedakan berdasarkan lokasi lesi. Atresia duodenal umumnya dihubungkan dengan teori kegagalan rekanalisasi, sedangkan atresia jejunoileal serta kolon dihubungkan dengan teori cedera vaskular.[1,3,8]
Teori Kegagalan Rekanalisasi
Mulai minggu ke-4 gestasi, endoderm berkembang menjadi gut tube. Pada minggu ke-6 dan 7, epitel saluran cerna berproliferasi pesat dan mengobliterasi lumen intestinal. Lumen yang tertutup tersebut secara gradual mengalami rekanalisasi dalam beberapa minggu.[1,7,8]
Menurut hipotesis Tandler, atresia intestinal diakibatkan oleh kegagalan rekanalisasi setelah obliterasi lumen pada tahap proliferasi epitel. Pada atresia duodenal, kegagalan rekanalisasi terjadi pada minggu 8-10 gestasi.[1,7]
Namun, hipotesis tersebut tidak dapat menjelaskan cairan empedu, sel skuamosa, dan lanugo yang ditemukan distal dari obstruksi pada kasus atresia jejunoileal. Hal ini menunjukkan bahwa atresia terjadi setelah periode pembentukan lumen intestinal.[7]
Teori Cedera Vaskular
Pada tahun 1955, Louw dan Barnard melakukan percobaan ligasi pembuluh darah mesenterik pada percobaan dengan binatang. Ligasi tersebut mengakibatkan atresia pada usus halus, yang secara klinis serupa dengan atresia intestinal pada neonatus. Percobaan tersebut merupakan dasar teori cedera vaskular, yang sering dihubungkan dengan atresia jejunoileal. [4,7]
Namun, teori cedera vaskular tidak dapat menjelaskan atresia duodenal, atresia kolon, serta atresia tipe I (atresia membran intraluminal). Di samping itu, anatomi duodenum dan kolon berbeda dengan jejunum-ileum. Duodenum dan kolon terfiksasi pada dinding posterior abdomen, membuat kedua struktur tersebut lebih terlindungi dari faktor mekanik seperti kinking atau volvulus yang dapat mengakibatkan cedera vaskular.[4,7]
Meskipun demikian, terdapat literatur yang mengaitkan teori cedera vaskular dengan atresia kolon.[3]
Klasifikasi
Grosfeld et al memodifikasi klasifikasi atresia intestinal yang sering digunakan hingga saat ini; lihat Gambar 1. Klasifikasi tersebut membagi atresia intestinal menjadi beberapa tipe yaitu:
- Tipe I: membran/web
- Tipe II: blind end yang dihubungkan jaringan fibrosa
- Tipe IIIa: blind end yang tidak berhubungan
- Tipe IIIb: deformitas apple-peel
- Tipe IV: gambaran string of sausages[1,5]
Gambar 1. Berbagai Gambaran Atresia. (A) Gaster dan duodenum yang berdilatasi; (B) Web duodenal; (C) Web ileal; (D) Atresia jejunal tipe II; (E) Atresia jejunoileal tipe IIIb; (F) Atresia jejunoileal tipe IV. Sumber: Openi, 2016.
Asosiasi Atresia Intestinal dengan Penyakit Lain
Meskipun jarang terjadi, atresia intestinal multipel diduga mempunyai hubungan dengan atresia pilorum dan fistula pilorokoledokal.
Sebuah studi di Belanda meneliti 114 kasus atresia jejunoileal dan ditemukan sebagian besar disertai penyakit penyerta berupa kelainan saluran cerna lainnya (24%), malformasi urogenital (9%), fibrosis kistik (9%), kelainan neurologis (6%), dan penyakit jantung bawaan (4%). [1]
Obstruksi duodenum kongenital sering dihubungkan dengan kelainan kongenital lainnya, yang meningkatkan mortalitas dan morbiditas pada sebagian besar kasus. Kelainan penyerta yang paling sering adalah sindrom Down dan penyakit jantung bawaan. [1]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja